Dua Jenis Limbah Pesantren

Dua Jenis Limbah Pesantren

Dua Jenis Limbah Pesantren
Fuad Amin, terdakwa korupsi APBD Bangkalan. (Foto: Detik.com)

Suaramuslim.net – Dimana ada pabrik, disitu ada limbah. Akan aman jika pabriknya punya mekanisme pengolahan limbah yang canggih. Jika pabrik berbuat curang, limbah dibuang ke sungai. Akhirnya air sungai dan lingkungan sekitarnya tercemar. Warga sekitar turut kena dampak limbah pabrik.

Lembaga pendidikan semacam pondok pesantren turut menghasilkan limbah. Kalau saya amati, pesantren punya dua jenis limbah: pertama, limbah berupa sampah dan kotoran manusia. Kedua, limbah berupa alumni. Jenis limbah yang pertama bisa diatasi dengan mekanisme yang tepat. Sampah bahkan kotoran bisa diolah menjadi “biogas”. Misalnya di pesantren terpadu Al Yasini, kabupaten Pasuruan. “Dari limbah jadi alhamdulillah,” ujar KH Mudjib Imron, di acara peresmian biogas di bulan April 2018.

Dikutip dari laman CNBC Indonesia, pondok ini memiliki seperti bak terpendam sedalam 25 meter yang menampung kotoran manusia untuk dijadikan sumber energi, yang dalam istilah teknis biasa disebut dengan instalasi pengolahan biogas. Dari tiga ribu santri itu, ternyata mampu menghasilkan sebanyak 81 meter kubik gas per bulan. Ini setara dengan 12 tabung LPG tiga kilogram per bulan.

Beralih ke jenis limbah yang berikutnya yaitu alumni pesantren. Limbah yang satu ini perlu diwaspadai. Tak bisa dibantah, ada beberapa alumni pesantren yang justru jadi “limbah”. Keberadaannya merugikan warga sekitar maupun lembaga dimana dia mengabdi. Tidak bisa dipungkiri ada alumni pesantren yang menjadi pemikir liberal. Ia membolehkan nikah beda agama, menyeru warga milih pemimpin kafir hingga meragukan otentitas wahyu. Ada pula alumni yang menjadi guru, mubaligh bahkan pucuk pimpinan lembaga. Hanya saja dia tidak membawa perbaikan dan malah membuat lembaga kian redup. Kinerjanya payah, miskin prestasi.

Khusus alumni pesantren yang berkiprah sebagai politikus, jumlahnya kini ratusan. Dahulu kala ada nama Kiai Wahid Hasyim yang menjabat menteri agama Republik Indonesia. Putra beliau yang juga alumni pesantren mampu menduduki kursi Presiden RI. Pada masa sekarang ada beberapa dari mereka menjadi pengurus majelis ulama indonesia, walikota, wakil gubernur dan anggota dewan perwakilan rakyat (DPR). Hanya saja di antara mereka yang diisukan terlibat kasus korupsi. Sebagian lagi ditangkap komisi anti rasuah alias KPK. Meski berstatus tersangka, mereka tertawa sambil melambaikan tangan di hadapan awak media. Ketika bebas dari penjara, masih berambisi mencalonkan diri.

Perlu para pengelola pondok pesantren mengambil tindakan tegas, apabila ada alumninya yang mencoreng marwah pesantren. Pertama, meminta yang bersangkutan taubatan nasuha. Jika tidak mempan, pengasuh berhak tidak memberi ijazah dan mencoret namanya dari lembaran sejarah pesantren.

Terakhir sebelum mengakhiri pembahasan ini, saya bukanlah alumni pesantren. Saya tegaskan tulisan ini bukan bermaksud memojokkan alumni pesantren. Faktanya, masih banyak alumni pesantren yang berhasil di kampung halamannya bahkan bisa mendirikan lembaga sendiri. Hanya saja, ingatlah adagium “Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga”.

Wallahu’allam.

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment