Era Society 5.0: Titik Balik Peradaban Kemanusiaan

Era Society 5.0: Titik Balik Peradaban Kemanusiaan

Era Society 5.0 Titik Balik Peradaban Kemanusian
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berpidato di ajang World Economic Forum, Davos, Swiss, 23 Januari 2019. (Foto: beritasatu.com)

Suaramuslim.net – Sejarah peradaban manusia selalu mengalami perubahan. Diharapkan dengan perubahan, manusia akan menjadi lebih baik lagi. Sebagaimana sejarah peradaban manusia dan perkembangan teknologi memiliki fase-fase. Fase pertama kehidupan manusia pada zaman dahulu dimulai dengan hidup yang masih bergantung pada alam. Manusia terus mengambil kebutuhannya dari alam secara langsung tanpa ada upaya untuk mengembalikan kepada alam.

Sejarah peradaban manusia pada zaman batu, manusia masih bersifat food gathering atau menggantungkan kehidupan pada alam. Manusia pada zaman ini belum memiliki usaha menanam atau menciptakan sesuatu untuk menunjang kehidupannya agar tidak bergantung pada kondisi alam. Alhasil, manusia pada zaman ini mudah mengalami kepunahan atau kematian.

Fase selanjutnya peradaban manusia memasuki fase teknik konstruktif. Manusia pada zaman ini mulai berinisiatif dan mampu menciptakan alat penunjang kehidupan atau teknologi pada masa itu seperti tembikar untuk memasak, senjata dari bahan logam, berladang dan berternak. Fase ini manusia memiliki lingkungan baru yang mereka ciptakan dan kehidupan keagamaan mulai terbentuk.

Puncak sejarah peradaban manusia dan perkembangan teknologi terkini terjadi pada fase teknik efektif. Pada fase ini tercipta beragam teknik modern, terbangunnya peradaban mesin seiring dengan kebutuhan pemakaian alat bantu kehidupan yang canggih.

Nah, seiring dengan kemajuan itu, manusia menciptakan kreasi-kreasi baru untuk perbaikan, diawali dengan adanya teknologi 1.0 yang lebih menekankan pada pemenuhan kesejahteraan dengan mengalahkan orang lain yang disebut dengan “Hunting and Gathering.” Lalu berkembang menjadi peradaban 2.0 dengan penekanan pada agriculture, namun pelaksanaannya dengan cara melakukan tradisi kompetisi mengalahkan lingkungan, terjadi pembabatan hutan untuk pertanian dalam rangka memberi pemenuhan kepada kebutuhan manusia.

Tradisi bergerak terus, menjadi peradaban 3.0, saat manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhannya tidak cukup dengan bercocok tanam, tetapi harus mengembangkan industri. Maka terjadilah lompatan arus kerja dari pengelola sawah menjadi buruh industri. Manusia lebih bangga menjadi buruh ketimbang menjadi petani, kebutuhan prestise menjadi sangat penting. Tradisi kebutuhan akan informasi semakin menguat seiring dengan perkembangan teknologi yang ada.

Zaman bergerak dengan pengembangan arus teknologi dan informasi yang dikenal dengan peradaban 4.0. Namun sayangnya, di peradaban ini jiwa manusia semakin kering, pola kehidupan yang seharusnya dilakukan dalam bentuk berjejaring, tak dapat dijalankan dengan mulus. Jiwa manusia telanjur kering oleh teknologi yang cenderung menjadikan manusai seperti robot kehidupan.

Era Society 5.0 dan Keseimbangan Hidup

Di tengah kesadaran dan kegelisahan akan semakin jauhnya manusia dari kodrat kemanusiaannya, kita dengar Jepang memulai dengan mendeklarasikan teknologi peradaban 5.0. Peradaban yang mencoba mengembalikan manusia dalam jiwa yang sejatinya. Konsep yang diusung adalah era Society 5.0 dan Keseimbangan Hidup.

Konsep yang diusung dalam Society 5.0 ini adalah keseimbangan dalam 5 unsur utama yang ada dalam kehidupan seorang manusia, yaitu; emosional, intelektual, fisikal, sosial, dan spiritualitas. Dalam kultur Jepang yang mengutamakan zen atau keseimbangan, hal ini menjadi sangat penting.

Society 5.0 adalah suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based) yang dikembangkan oleh Jepang. Konsep ini lahir sebagai pengembangan dari revolusi industri 4.0 yang dinilai berpotensi mendegradasi peran manusia.

Sebelum konsep 5.0 ini diluncurkan, masyarakat tengah mengalami kerisauan akibat adanya teknologi tinggi yang berbasis kecerdasan artifisial, yang digambarkan dalam sinema sebagai suatu momok yang menakutkan. Kekhawatiran masyarakat mengenai berkurangnya lapangan pekerjaan dan berkembangnya teknologi robotik pun bisa sedikit dikurangi.

Akibat lain yang bisa timbul dari revolusi teknologi yang terjadi adalah berubahnya perekonomian. Sektor yang dulu menjadi leading driver seperti oil and gas, akan menjadi bidang yang ditinggalkan dengan berkembangnya teknologi otomotif berbasis listrik dan gas. Hal ini memaksa negara-negara penghasil bahan tambang untuk merubah driver utama dalam perekonomian mereka. Seperti yang terlihat dari langkah-langkah yang dilakukan oleh banyak negara timur tengah dalam upaya mereka beralih sumber devisa ke sektor finansial dan pariwisata.

Selalu ada dua sisi mata koin dari teknologi. Saat manusia khawatir akan munculnya robot humanoid, Jepang meluncurkan society 5.0 ini. Hal lain yang membuat kita khawatir akan teknologi informasi ini adalah saat terjadi mekanisme ekonomi informasi yang membuat politik global terpengaruh. Kita melihat bagaimana salah satu sisi dunia berubahnya wajah dunia akibat disinformasi yang tercipta karena banyaknya loop hole untuk melakukan rekayasa informasi dalam algoritma dunia maya. Hingga muncul kasus seperti kemenangan Trump di Amerika Serikat.

Mata koin yang positif terlihat dari launching Society 5.0 di Jepang ini. Di mana kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang ada justru akan dimanfaatkan secara positif dan dicari sisi baiknya yang akan mampu menguntungkan dan memudahkan hidup manusia.

Apa yang dilakukan adalah mentransformasi big data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang kehidupan (the Internet of Things) menjadi suatu kearifan baru, yang akan didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia membuka peluang-peluang bagi kemanusiaan. Transformasi ini akan membantu manusia untuk menjalani “kehidupan yang lebih bermakna”.

Dari munculnya sisi buruk dari teknologi yang ditakuti banyak orang ini, manusia akhirnya kembali lari pada sang pemilik kehidupan, Sang Pencipta. Seiring dengan ditemukannya berbagai fakta bahwa otak manusia dibuat untuk dapat mampu menemukan pola, sebab dan akibat, dan mencari Prima Causa yang utama, yaitu Tuhan. Apakah itu dalam bentuk munculnya disiplin ilmu baru bernama mindfulness, hingga munculnya penegasan dari Daniel Goleman tentang kebutuhan manusia akan spiritualitas, yang ditulis dalam bukunya Altered Traits. Di mana buku ini membahas tentang perlunya manusia beribadah melalui berbagai tata cara untuk menemukan keseimbangan.*

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment