Fikih Mudik (Safar)

Fikih Mudik (Safar)

Fikih Mudik (Safar)
Miniatur mobil.

Suaramuslim.net – Ada beberapa adab yang seyogyanya diketahui dan diperhatikan lalu dilaksanakan oleh  pemudik/musafir, agar safarnya diberkahi Allah SWT, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengharap rida Allah SWT

Tetapkanlah niat untuk mengharapkan rida Allah SWT semenjak Anda memutuskan safar, dan jauhkanlah segala keinginan mendapatkan kesenangan duniawi, seperti membanggakan diri, karena hal tersebut akan merusak pahala amal kebaikan. Allah berfirman:

Katakanlan wahai Muhammad, sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah.” (QS. 6: 162).

2. Berbekal dengan yang halal

Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Baik, dan Ia hanya menerima yang baik-baik saja, untuk itu berbekallah hanya dengan harta yang halal, karena harta haram akan menjadi penghalang terkabulnya doa (lihat Sahih Muslim 1015) dan akan mendatangkan murka Allah.

Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Dzat Yang Maha Baik dan Ia hanya menerima yang baik.” (Muslim).

3. Menulis wasiat

Disunnahkan bagi yang akan safar untuk menulis wasiat (hak-haknya yang ada pada orang lain dan kewajiban-kewajibannya yang belum ditunaikan).

Rasulullah saw bersabda: “Seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang ingin diwasiatkan, maka ia sudah harus menulis wasiatnya bila ingin menginap/safar dua malam.“ (Al-Bukhari dan Muslim).

4. Mencari teman yang baik

Orang yang akan bepergian dianjurkan untuk tidak bepergian seorang diri tanpa ada yang menemaninya, dan untuk itu hendaklah mencari teman yang baik, agar terjaga dari berbuat kesalahan selama dalam perjalanan. Rasulullah saw bersabda:

“Seandainya orang mengetahui bahaya dalam kesendirian sebagaimana yang aku ketahui, niscaya tidak akan ada orang yang melakukan perjalanan sendirian pada waktu malam hari.” (Al-Bukhari).

Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya, oleh karena itu hendaklah kalian memperhatikan siapa yang akan kalian jadikan teman dekat.” (Abu Dawud).

5. Berpamitan

Disunnahkan bagi orang yang hendak bepergian untuk berpamitan kepada kerabatnya dan tetangganya.

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang akan mengadakan perjalanan, hendaklah mengatakan kepada orang yang akan ditinggalkan: ‘Aku titipkan kalian kepada Allah, Dzat yang tidak menyia-nyiakan titipan yang dipasrahkan kepada-Nya.” (Ahmad).

Dan disunnahkan bagi yang dipamiti mengatakan, “Semoga Allah membekalimu ketakwaan, mengampuni dosa-dosamu dan memudahkanmu untuk melakukan kebaikan di manapun engkau berada.” (At-Tirmidzi).

6. Berdoa ketika keluar dari rumah

Disunnahkan bagi seorang musafir ketika keluar dari rumahnya untuk membaca doa sebagai berikut:

“Dengan nama Allah, aku berserah diri kepada-Nya, tiada daya dan upaya kecuali hanya dengan bantuan-Nya.” (Abu Dawud).

7. Membaca doa safar

Disunnahkan bagi seorang musafir ketika mau berangkat untuk membaca doa safar sebagai berikut:

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Maha Suci Dzat Yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. Ya Allah, kami memohon kebaikan, ketakwaan dan kemampuan untuk melaksakan amalan yang Engkau ridai dalam perjalanan kami ini.”

“Ya Allah, ringankanlah perjalanan kami ini dan dekatkanlah jaraknya. Ya Allah, Engkau adalah Dzat yang menjaga teman kami dalam perjalanan ini dan Dzat yang menjaga keluarga yang kami tinggalkan. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, dari musibah buruk selama dalam perjalanan dan bencana pada harta benda dan keluarga pada waktu kepulangan kami.”

Dan dalam perjalan pulang dilanjutkan dengan doa sebagai berikut:

“Kami adalah orang-orang yang pulang, bertaubat, beribadah kepada-Nya dan memuji-Nya.” (Muslim).

8. Memilih ketua rombongan

Disunnahkan bila ada rombongan yang mengadakan perjalanan, untuk mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpin rombongan.

Rasulullah saw bersabda: “Jika ada tiga orang yang mengadakan perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai pemimpin.” (Abu Dawud).

9. Berdoa ketika singgah di suatu tempat

Bila singgah di suatu tempat, disunnahkan untuk membaca doa sebagai berikut:

“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan oleh-Nya.” (Muslim).

10. Bertakbir ketika melewati jalan naik

Dianjurkan bagi seorang musafir untuk bertakbir ketika sedang melewati jalan menanjak dan bertasbih ketika melewati jalan menurun, demikianlah yang biasa dilakukan oleh sahabat Rasul saw:

“Ketika kami melewati jalan naik kami bertakbir, dan apabila kami melewati jalan turun kami bertasbih.” (Al-Bukhari).

11. Memperbanyak doa dalam perjalanan

Doa musafir adalah doa mustajab (terkabul), maka hendaknya memperbanyak doa dalam safarnya. Rasulullah saw bersabda:

“Ada tiga doa yang dikabulkan tanpa perlu diragukan, yaitu: doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang safar dan doa orang tua atas anaknya.” (Abu Dawud dan Ibnu Majah).

12. Beramar makruf nahi munkar

Amar makruf nahi munkar adalah tanggung jawab setiap muslim, untuk itu kapan pun dan di mana pun ia berada termasuk ketika safar ia berkewajiban untuk melakukannya sesuai dengan kemampuannya.

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian semua melaksanakan amar makruf dan nahi munkar atau kalau tidak Allah akan menimpakan siksa-Nya kepada kalian, setelah itu kalian berdoa kepada-Nya namun Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

13. Melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala kemaksiatan

Allah berfirman, artinya: “Dan apa yang dibawa Rasul kepadamu ambillah/laksanakanlah dan apa yang dilarang tinggalkanlah.” (QS. 59: 7).

14. Berakhlak mulia

Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling sempurna akhlaknya.” (Abu Dawud).

15. Menolong yang kesulitan

Barang siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan, maka hendaklah ia berikan kepada yang tidak mempunyai kendaraan, dan barang siapa yang mempunyai kelebihan bekal, maka hendaklah ia memberikan kepada yang tidak mempunyai bekal.” (Muslim).

16. Segera kembali setelah urusan selesai

“Safar merupaka siksaan, karena menghalangi seseorang untuk bisa menikmati tidur, makan, dan minum, maka jika di antara kalian telah menyelesaikan keperluannya, hendaklah segera kembali ke keluarganya.” (Al-Bukhari dan Muslim).

17. Tidak langsung masuk rumah di malam hari

“Rasulullah saw melarang seorang laki-laki yang baru datang dari bepergian untuk memasuki rumahnya pada malam hari dengan maksud mencari-cari kesalahan atau kekurangan.” (Muslim).

18. Melaksanakan salat dua rakaat

 “Rasulullah saw ketika datang dari perjalanan mendatangi masjid terlebih dahulu lalu melaksanakan salat 2 rakaat.” (Al-Bukhari dan Muslim).

19. Membawa oleh-oleh

Disunnahkan bagi yang bepergian untuk membawa oleh-oleh. Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kalian saling memberi hadiah, karena hal itu akan membuat kalian saling mencintai.” (Al-Baihaqi).

Rukhsah (keringanan) dalam safar

Ada beberapa keringanan yang diberikan kepada orang musafir, di antaranya sebagai berikut:

  • Mengqasar (memendekkan) salat
  • Menjamak (menggabungkan) salat
  • Tidak berpuasa Ramadan dengan ketentuan wajib qadha
  • Mengerjakan salat sunnah di atas kendaraan dengan menghadap sesuai arah kendaraan
  • Mengusap sepatu selama tiga hari tiga malam

Mengqasar dan menjamak salat

Diperbolehkan bagi seorang musafir untuk mengqasar (memendekkan) salat yang berjumlah 4 rakaat menjadi 2 (salat Zuhur, Ashar dan Isya) dan menjamak (menggabungkan) dua salat di satu waktu (antara Zuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya), baik di waktu yang pertama (jamak taqdim) atau di waktu yang kedua (jamak ta’khir), berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Waktu memulai mengqasar salat

Para ulama sepakat bahwa seorang musafir baru diperkenankan untuk mengqasar salat, apabila ia telah meninggalkan kampungnya (Al-Ijma’ karya Ibnu Mundzir) berdasarkan hadis Anas:

Sesungguhnya Rasulullah saw melaksanakan salat Zuhur di Madinah 4 rakaat dan melaksanakan salat Ashar di Dzul Hulaifah 2 rakaat.“ (Al-Bukhari).

Cara mengqasar dan menjamak salat

Apabila seorang musafir telah meninggalkan kampungnya dan tiba waktu salat Zuhur, maka ia bisa menjamak sekaligus mengqasar Zuhur dan Ashar (secara berurutan) di waktu tersebut, atau menta’khirkan hingga tiba waktu Ashar kemudian menjamak sekaligus mengqasar Zuhur dan Ashar di waktu Ashar, demikian pula ia bisa melakukan hal yang sama untuk salat Maghrib dan Isya.

Ada tiga kondisi bagi seseorang untuk menjamak atau mengqasar salat dalam perjalanan

Pertama

Jika musafir dalam keadaan jalan pada waktu salat yang pertama (Zuhur atau Maghrib) dan singgah pada waktu salat yang kedua (Ashar atau Isya), seyogyanya ia menjamak salatnya dengan cara jamak ta’khir, menjamak seperti ini serupa dengan menjamak salat di Muzdalifah pada saat haji.

Kedua

Jika musafir singgah di waktu salat yang pertama dan dalam keadaan jalan di waktu salat yang kedua, maka seyogyanya ia menjamak salatnya dengan cara jamak taqdim, menjamak salat seperti ini serupa dengan menjamak salat di Arafah waktu haji.

Ketiga

Jika musafir singgah di setiap waktu salat, maka yang sering dilakukan Rasulullah saw tidak menjamak salat, melainkan salat pada waktunya masing-masing dengan cara diqasar, beginilah yang dilakukan Rasulullah saw ketika berada di Mina pada hari Tarwiyah.

Salatnya seorang musafir di belakang mukim (tidak safar) dan sebaliknya

Seorang musafir diperkenankan untuk bermakmum kepada seorang mukim dengan kewajiban menyempurnakan salatnya sebagaimana salatnya imam, dan sebaliknya seorang mukim diperkenankan untuk bermakmum kepada seorang musafir dengan kewajiban menyempurnakan salatnya (menambah 2 rakaat lagi, jika imam salam).

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment