Lombok Timur (Suaramuslim.net) – Tak bisa berkata-kata rasanya menyaksikan momen langka hari ini, 17 Agustus 2018 di Desa Sembalun Bumbung, Lombok Timur. Ketika warga terdampak gempa yang masih mengungsi, yang rumahnya ambruk, yang harta bendanya tertimbun reruntuhan, begitu antusias untuk mengikuti upacara kemerdekaan.
Berikut kemeriahan serta keharuan upacara bendera di tanah gempa di Lombok Timur.
Di ladang gembur yang baru saja panen, dengan tiang bendera darurat dari bambu, dan tanpa seragam atau pakaian rapi seperti upacara lazimnya, upacara luar biasa ini berlangsung dengan khidmat.
Warga Desa Sembalun Bumbung, Lombok Timur seolah tak ingin melewatkan momen kemerdekaan begitu saja meski dalam kondisi yang amat terbatas. Ekspresi nasionalisme mereka justru begitu kuat meski dalam kondisi mengungsi.
Upacara kemerdekaan menjadi momen mereka untuk membangkitkan jiwa. Seperti kata inspektur upacara, momen kemerdekaan adalah momen bangkit pasca bencana. Warga harus sama giatnya bekerja seperti para relawan dan saling bahu membahu bangkit pasca gempa.
Saat bendera ditarik dan dikibarkan dengan diiringi lagu Indonesia raya, ketika proklamasi dibacakan, dan ketika lagu hari Merdeka dinyanyikan, belum pernah rasanya saya merasakan upacara sekhidmat ini, ada getaran keikhlasan dan cinta pada bangsa yang besar yang daya rasakan dari warga terdampak gempa, bukan upacara yang biasanya hanya formalitas belaka.
Para pemudi semangat menjadi petugas paduan suara, para relawan menjadi pasukan pengibar bendera, anak-anak bahkan emak-emak tak mau ketinggalan memimpin barisannya masing-masing.
Dalam perjalanan menuju Sembalun, salah satu daerah yang parah terdampak gempa. Di Lombok tengah, adik-adik shalihah ini menunjukkan optimisme yang dipantik oleh nasionalisme yang membara. Gempa boleh mengguncang dan merubuhkan fisik, tapi ia makin menguatkan jiwa. Indonesia harusnya belajar pada mereka, dalam keterbatasan menunjukkan nasionalismenya, dan tak menghalanginya ketaatan mereka pada Rabb-Nya
Walaupun Gempa melanda nasionalisme harus terus dibina.
Reporter: Ahmad Jilul Qur’ani Farid Editor: Ali Hasibuan