Gagal Selesaikan Kasus Genosida Rohingya Di Myanmar, Sekjen PBB Diminta Mundur

Gagal Selesaikan Kasus Genosida Rohingya Di Myanmar, Sekjen PBB Diminta Mundur

Gagal Selesaikan Kasus Genosida Rohingya Di Myanmar, Sekjen PBB Diminta Mundur
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres (Foto: Istimewa)

DHAKA (Suaramuslim.net) – Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres beserta pejabat senior lainnya dinilai telah gagal menyelesaikan kasus genosida yang terjadi di Myanmar.

Oleh karena itu, dalam sebuah pernyataan pada Selasa (18/6) Koalisi Pembebasan Rohingya (FRC) mengkritik Antonio Guterres dan mantan Koordinator Residen PBB di Myanmar Renata Lok-Dessallien karena dianggap gagal melindungi ribuan warga Rohingya di Myanmar.

Seperti yang dikutip dari Anadolu, kelompok tersebut mengecam Guterres dan Lok-Dessallien karena laporan yang dirilis pada Mei.

Laporan resmi setebal 36 halaman, yang berjudul “Penyelidikan singkat dan independen mengenai keterlibatan PBB di Myanmar dari 2010 hingga 2018” mengakui kegagalan sistemik PBB.

Menurut laporan tersebut, ketika bertugas di Myanmar, Lok-Dessallien menekan laporan internal tentang kegagalan PBB yang mengkhawatirkan di Myanmar dalam menangani pelanggaran hak yang termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan, khususnya penganiayaan etnis minoritas Rohingya.

“Setelah pelanggaran berat terhadap norma dan aturan organisasi internasional seperti PBB, Lok-Dessallien tidak diminta pertanggungjawaban karena kurangnya peran yang tepat dari Sekjen PBB,” tegas laporan itu.

Lembaga itu menuduh Guterres memberi penghargaan kepada Lok-Dessallien dengan kepercayaan yang lebih besar sebagai kepala pejabat PBB di India, bukannya meminta pertanggungjawaban atas kegagalannya.

Mengenai dugaan kegagalan PBB di Myanmar, laporan itu mengatakan bahwa keanggotaan kolektif PBB, yang diwakili oleh Dewan Keamanan, ikut bertanggung jawab karena tidak memberikan dukungan yang cukup kepada Sekjen.

Laporan itu juga menyalahkan negara-negara anggota PBB karena mereka secara kolektif juga memikul bagian dari tanggung jawab atas kegagalan badan tersebut dalam menangani insiden di Negara Bagian Rakhine.

“Jika ada sebuah tindakan tunggal yang mungkin akan mengubah jalannya peristiwa di Myanmar, itu adalah kehadiran tepat waktu dan tidak memihak di Negara Bagian Rakhine dari beberapa jenis observatorium PBB yang memberikan kepercayaan kepada minoritas yang tertindas,” tulis laporan tersebut.

Seorang pembelot yang diasingkan dari Myanmar dan aktivis hak asasi manusia Maung Zarni mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa setelah menerbitkan laporan PBB, Guterres dan Dessallien tidak memiliki hak moral, intelektual dan hukum untuk memegang posisi apa pun di badan internasional tersebut.

“Pada posisi sebagai pengendara, mereka (Guterres dan Dessallien) menggerakkan organisasi (PBB) ke arah yang salah dengan melanggar peraturan dan regulasi yang ada,” tambah Zarni.

Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh tentara Myanmar.

Lebih dari 34.000 orang Rohingya juga dibakar, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, menurut laporan OIDA yang berjudul ‘Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira.’

Sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar sementara 113.000 lainnya dirusak.

Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.

Reporter: Ali Hasibuan
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment