Inilah Momen Terbesar Perpisahan Rasulullah – Haji Wada

Inilah Momen Terbesar Perpisahan Rasulullah – Haji Wada

Inilah Momen Terbesar Perpisahan Rasulullah- Haji wada
Inilah Momen Terbesar Perpisahan Rasulullah- Haji wada

Suaramuslim.net – Segala sesuatu akan ada akhirnya. Setiap kisah, ada penutupnya. Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah momen saat berpisahnya Rasulullah dengan para sahabat.

Manusia datang, kemudian mereka pergi. Awalnya mereka mengucapkan salam pertemuan, lalu kemudian mereka berlalu dengan perpisahan. Hal demikian terjadi pada setiap orang, tidak terkecuali nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau datang dengan risalah dari sisi Rabnya, setelah sempurna apa yang diperintahkan kepada beliau. Saat itulah beliau kembali menuju Allah subhanahu wa ta’ala.

Peristiwa Haji Wada’

Pada saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat dari Madinah menuju Mekah saat bulan Dzulqa’dah tersisa empat hari lagi. Pada tanggal 8 Dzulhijjah 10 H, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat menuju Mina. Beliau shalat Zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya di sana. Kemudian bermalam di Mina dan menunaikan shalat subuh juga di tempat itu.

Setelah matahari terbit, beliau berangkat menuju Arafah. Setelah matahari mulai bergeser, condong ke Barat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai memberikan khotbah. Kalian akan ditanya tentangku, apakah yang akan kalian katakan? Jawab para sahabat, “kami bersaksi bahwa sesungguhnya engkau talah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah) dan telah menasehati. Maka ia berkata dengan mengangkat jari telunjuk ke arah langit, lalu ia balikkan ke manusia, “Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah.” (HR. Muslim).

Setelah beliau berkhotbah, Allah ta’ala menurunkan ayat, “…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. al-Maidah: 3).

Pada saat turun ayat tersebut, Umar bin Khattab pun menangis. Lalu ditanyakan kepadanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Umar menjawab, “Sesungguhnya tidak ada setelah kesempurnaan kecuali kekurangan.” Umar merasakan bahwa ajal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dekat. Apabila syariat telah sempurna, wahyu pun akan terputus. Jika wahyu telah terputus, maka tiba saatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke Rabnya Jalla wa ‘Ala. Dan itulah kekurangan yang dimaksud Umar, yakni kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Khutbah Rasulullah di Mina

Ketika di Mina, Rasulullah kembali berkhutbah, “Sesungguhnya setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari).

Kemudian beliau bersabda, “Bulan apa ini?” Kami (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama bulan ini.

Lalu beliau kembali bersabda, “Bukankah ini bulan Dzulhijjah?” Para sahabat menjawab, “Betul.” Beliau melanjutkan, “Negeri apa ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau kembali diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama tempat ini.

Lalu beliau bersabda, “Bukankah ini negeri al-haram?” Kami menjawab, “Iya, ini tanah haram.” Beliau melanjutkan, “Lalu, hari apa ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau kembali diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama hari ini. Lalu beliau bersabda, “Bukankah ini hari nahr (menyembelih kurban)?” Kami menjawab, “Iya, ini hari nahr.”

Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya darah dan harta kalian haram seperti sucinya hari kalian ini di negeri kalian ini dan di bulan kalian ini sampai hari dimana kalian berjumpa dengan Rabb kalian. Bukankah aku telah menyampaikan?”

Para sahabat menjawab, “Iya, Anda telah menyampaikan.“ Rasullulla melanjutkan, “Maka, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang disampaikan lebih mengerti dari yang mendengar langsung. Janganlah kalian kembali kufur sepeninggalanku, sebagian kalian saling membunuh sebagaian lainnya.”

Setelah khotbah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencukur rambutnya kemudian menunggangi kendaraannya berangkat menuju Mekah untuk melakukan thawaf ifadhah dan shalat zuhur di Mekah. Di sana beliau meminum air zamzam. Setelah itu, kembali lagi ke Mina dan bermalam di sana.

Pada tanggal 11 Dzulhijjah, saat matahari mulai tergelincir ke barat, beliau menuju jamarat untuk melempar jumrah. Dan di sana beliau kembali berkhotbah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abi Nadhrah, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ingatlah bahwa Rabb kalian itu satu, dan bapak kalian juga satu. Dan ingatlah, tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang ajam (non-Arab), tidak pula orang ajam atas orang Arab, tidak pula orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, dan tidak pula orang berkulit hitam di atas orang berkulit merah; kecuali atas dasar ketakwaan.”

Kemudian beliau bertanya, “Bukankah aku telah menyampaikan?” Para sahabat menjawab, “Rasulullah telah menyampaikan.” Setelah itu beliau mengingatkan kembali tentang haramnya mengganggu harta, menumpahkan darah, dan menciderai kehormatan. Lalu memerintahkan para sahabat untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Mina di hari tasyrik yang ke-3. Setelah itu menuju ke Mekah untuk melaksanakan thawaf wada’. Kemudian beliau langsung berangkat menuju Madinah. Dan berakhirlah prosesi haji yang beliau lakukan.

Inilah momen terbesar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan umatnya untuk terakhir kalinya. Ungkapan “Bukankah aku telah menyampaikan?” persaksian dari umatnya sendiri bahwa beliau telah menyampaikan risalah yang telah Allah amanahkan kepadanya bak pertanda sudah dekatnya ajal Nabi Muhammad.

Tiga bulan kemudian, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan dunia fana ini menuju Rabnya. Beliau berpisah dengan sahabat-sahabatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menunaikan amanah, menasihati umat, dan telah berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya. (muf/smn)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment