Hijrahku, Perginya Temanku dan Marahnya Saudaraku

Hijrahku, Perginya Temanku dan Marahnya Saudaraku

Hijrahku, Perginya Temanku dan Marahnya Saudaraku
Ilustrasi Hijrah. (Ilustrator: Novitasari)

Suaramuslim.net – “Banyak orang di sekitar tidak nyaman saat aku hijrah. Teman, kerabat, saudara mulai menjauhi ada juga yang mulai membenci. Saat silaturrahmi ke saudara, mereka menasehati, jangan ikut aliran-aliran yang tidak jelas itu ya, jangan ikut aliran-aliran ndak jelas.” Edsen, 23 tahun.

Kehidupan remaja adalah kehidupan yang serba mencoba. Mencoba hal baru, mencoba hal yang tidak pernah sebelumnya, mencoba hal kekiniaan hingga mencoba apa yang disukai orang lain. Hal ini selalu menjadi kebiasaan yang tidak terhindarkan.

Remaja selalu mencoba ruang tanpa batas. Ketidakmampuan hanyalah ruangan nihil baginya. Bila tidak bisa hari ini, maka akan ada jaminan untuk mencoba di masa yang akan datang dan begitu seterusnya. Masa remaja adalah masa saat di mana semua ingin dilampaui.

Bagaimana saat masa remaja menemukan hijrah? Menuju ke arah kebaikan? Dan berkumpul bersama para remaja yang memulai dirinya bersama mereka yang hijrah untuk melaksanakan kebaikan? Ada beberapa kisah segelintir yang selalu tersaji.

Edsen –nama panggilan- merupakan segelintir dari kisah tersebut. Baginya hijrah merupakan panggilan dalam hatinya, dalam jiwanya, bukan karena keterpaksaan. Saat gemerlap kehidupan tidak bisa memberinya ruang ketenangan, selalu ada ketergantungan, keresahan, dan hal yang menjadi ketidaknyamanan dalam dirinya.

Bukan tanpa alasan, bagi Edsen, keresahaan tersebut terdapat penyebabnya, ada pemantiknya. Berawal dari hidup hura-hura, pulang pagi, main karaoke, sehingga ada titik kosong dalam dirinya. Terdapat keresahan dalam batinnya.

“Awalnya saya itu merasa bosan dengan hidup yang begitu-begitu saja, hidup kok ndak ada ketenangan sama sekali, hidup hanya hura-hura,” ujarnya.

Sehari-hari apa yang dilakukan dalam hidupnya sebatas kesenangan, selain kenikmatan sebagai remaja yang diungkap di atas, selalu lupa dengan Sang Pencipta. Shalat hanyalah bualan, mungkin ungkapan tersebut pantas menggambarkan hidupnya.

Hingga suatu saat, Edsen tidak sengaja mendapati informasi dari media sosial akan ada ustaz kondang yang terkenal di media sosial mengisi kajian di Surabaya, di masjid Al-Akbar, lantas terbersit keinginan untuk mengikutinya.

“Saat itu saya mencoba ikut kajian, penceramahnya Ustaz Abdul Somad. Entahlah dalam hati saat berkumpul dengan orang-orang shaleh kok hati merasa tenang. Maka dari situ saya semakin penasaran, semakin ingin mengenal Islam lebih dalam,” kenangnya.

Sejak mengikuti kajian tersebut semangat belajar Islam Edsen semakin menjadi. Setiap ada kajian, selalu ia datangi. Bila melihat Youtube, dan media sosial lainnya, selalu tidak terlepas dengan menonton konten hijrah.

Jalan Hidup Sebelum Hijrah

“Saya dulu bekerja di perusahaan ritel, sistemnya shift-shiftan. Jadi waktu itu, saya sering diajak teman-teman main sampai pagi, karaoke, main di tempat karaoke, nongkrong, hingga jam 2-3 pagi,” ungkap Edsen.

Kehidupan di atas sudah menjadi bagian kebiasaan dalam hidupnya. Kehidupan malam, dunia kerja, dunia remaja, adalah hari-hari yang dilewatinya dengan kekosongan, mungkin juga karena faktor keluarga.

Edsen hidup dalam kesendirian, saat lulus SMK, setahun kemudian orang tuanya dipanggil Yang Maha Kuasa. Selain itu, saudara-saudaranya, banyak yang tidak serumah dengannya, sudah berkeluarga di rumah masing masing, sehingga bagi Edsen hidup di kontrakan merupakan pilihan.

Meskipun begitu, sesekali Edsen berkunjung ke rumah saudaranya, untuk silaturrahmi, bersapa kabar dan tak lupa nasehat-nasehat ia terima dari saudaranya. Namun setelah mendengar kabar tentang hijrahnya Edsen, saudaranya agaknya berbeda.

“Kakak sering nasehati, hati-hati kalau ikut kajian-kajian tidak jelas itu, jangan ikut-ikutan,” ucap Edsen.

Nasehat itu ia terima di awal-awal hijrah, karena ketakutan saudaranya saat melihat sikap Edsen berubah.

Saat Memilih Hijrah

“Banyak orang di sekitar tidak nyaman saat saya hijrah. Teman, kerabat, saudara mulai menjauhi ada juga yang mulai membenci. Saat saya silaturrahmi ke saudara, mereka menasehati, jangan ikut aliran-aliran yang tidak jelas itu ya, jangan ikut aliran-aliran ndak jelas,” ungkapnya.

Setelah berubah, Edsen banyak dijauhi terutama teman-temannya dulu, yang dulu akrab dan menjadi teman sepermainan. Kini, Edsen tidak lagi berteman seperti dulu, teman-temannya sungkan untuk mengajak bermain, terlebih saat Edsen sudah berubah.

Edsen tidak pantang menyerah, baginya ini sudah menjadi pilihan baginya, meski nanti ada sesuatu apa terjadi ke depannya, Edsen sudah memutuskan untuk menjadi lebih baik lagi.

“Saya ingin mengikuti komunitas hijrah, agar bisa belajar Islam lebih giat lagi. Nah, saat itu kepikiran untuk mengikuti komunitas pemuda hijrah dari Bandung, Shift, karena saya kira tidak ada di Surabaya, setelah saya cek di Instagram ternyata ada komunitasnya,” paparnya.

Selain itu Edsen banyak mengikuti kajian yang ada di Surabaya. Semua kajian yang ada di masjid banyak ia ikuti, dari masjid ke masjid, Edsen belajar Islam, belajar untuk menemukan dirinya.

Untuk menambah pengetahuan, Edsen menggunakan Youtube dan media lain sebagai penunjang. Sering melihat ceramah-ceramah Ustaz Adi Hidayat, Ustaz Abdul Somad dan Ustaz lainnya.

“Media sangat membantu dalam proses hijrah, yang awalnya saya tidak tahu, tentang hukum-hukum, banyak dibantu dengan ceramah-ceramah Ustaz Adi Hidayat, Ustaz Abdul Somad di Youtube,” ungkapnya.

“Selain itu di saat iman saya lagi down, saya nonton Youtube, bisa semangat lagi. Ketika semangat inilah saya mencari kajian-kajian di Surabaya. Istilahnya Youtube sebagai pemantik,” tambahnya.

Pemuda yang mengidolakan Ustaz Adi Hidayat dan Ustaz Abdul Somad ini berharap bisa istiqamah dalam kebaikan, dan memperbaiki diri menjadi caranya. Karena menurutnya hidup sekali harus berarti lalu mati.

Reporter: Teguh Imami

Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment