Homoseksual dalam Pandangan Imam Nawawi Al-Bantani

Homoseksual dalam Pandangan Imam Nawawi Al-Bantani

Homoseksual dalam Pandangan Imam Nawawi Al Bantani
Suaramuslim.net – Meskipun imam-imam madzhab empat sepakat tentang keharaman homoseksual –baik liwâth [gay] maupun sihâq [lesbian]- sebagaimana yang dicatat oleh Syekh Abdurrahman bin Muhammad ‘Iwadh Al-Jaziri dalam buku “al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-‘Arba’ah” (2003: V/125).
Namun dalam konteks Indonesia, pandangan ulama nusantara -mengenai topik yang masih hangat ini- perlu diangkat di tengah latahnya sebagian (kalau tidak boleh disebut semuanya) intelektual muslim liberal Indonesia -yang mengaku Islamnya paling nusantara- tapi membela  LGBT.
Sebenarnya, ada banyak ulama-ulama nusantara. Tapi, dalam tulisan ringkas ini, akan difokuskan kepada Ulama Kenamaan Nusantara bertaraf dunia, yaitu: Imam An Nawawi Al Bantani (1230-1314 H/-1813-1897 M) rahimahullah. Tidak berbeda dengan jumhur ulama, pendapat ulama -yang oleh Snouck Hourgronje dijuluki ‘Doktor Ketuhanan’ (R. Aidid, 2016: 143) ini juga secara tegas menyatakan keharaman perilaku seksual menyimpang homoseksual.
Dalam buku beliau berjudul “Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts fî Syarhi Lubâb al-Hadîts” (1900: 5, 44) permasalahan ini dijelaskan dengan cukup gamblang. Buku yang merupakan syarah (penjelasan) dari karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi berjudul “Lubâb al-Hadîts” ini memaparkan dengan sangat baik perihal hukum ‘liwâth’ dan ‘sihâq’. Imam As-Suyuthi sendiri, dalam buku ini memang secara tegas membahas topik ini pada bab ke-27 dengan judul “Fî al-Tasydîdi ‘alâ al-Liwaath” (Bab: Himbauan Tegas Terkait Homoseksual). Tak tanggung-tanggung, ada sembilan hadits yang diketengahkan oleh beliau dalam masalah serius ini.

Dalam mukadimah buku ini, ketika menjelaskan bab yang ditulis Imam As-Suyuthi terkait homoseksual, ulama nusantara yang berjuluk ‘al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq’ ini mengemukakan hadits nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berikut,

“Ada tujuh (golongan) yang dilaknat Allah subhanahu wata’ala dan tidak akan dilihat oleh-Nya pada hari kiamat serta tidak akan disucikan dan mendapat adzab yang pedih. Dikatakan kepada mereka, ‘Masuklah kalian kedalam neraka bersama orang-orang yang masuk ke dalamnya!’ Pertama, subyek dan obyek yang melakukan amalan (penyimpangan seksual) kaum Luth. Kedua, menggauli istri  ke dalam duburnya. Ketiga, menyetubuhi hewan. Keempat dan kelima, menikahi anak perempuan sekaligus ibunya. Keenam, berzina dengan istri tetangga. Ketujuh, nikah dengan tangannya (onani), melainkan mereka yang (mau) bertaubat.”

Pengutipan hadits ini menunjukkan bahwa Imam An-Nawawi Al-Bantani secara tegas setuju mengenai keharaman perbuatan keji ini.

Pada halaman 44 –ketika mulai mensyarah kitab Imam As-Suyuthi-, ulama asli kelahiran nusantara yang juga berjuluk ‘As-Sayyid al-‘Ulama al-Hijaaz’ ini menyebutkan hadits riwayat Imam Thabrani dan Baihaqi:

“Ada empat golongan yang pada pagi hari dimarahi Allah dan di waktu sore dirmukai-Nya.” Ketika nabi ditanya mengenai rinciannya, beliau menjawab, “Orang-orang lelaki yang menyerupai perempuan, dan para wanita yang menyerupai laki-laki; yang menyetubuhi binatang ternak; dan orang laki-laki yang berhubungan intim dengan laki-laki”.

Penyebutan hadits ini bukan saja mempertegas keharaman perilaku seksual menyimpang tapi sekaligus segala simbol dan atribut yang terkait dengannya, karena dalam hadits tersebut yang dimurkai bukan saja yang melakukan homoseksual, tapi pria yang bergaya (berdandan) seperti wanita atau sebaliknya, itu juga dimurkai. Tidak berlebihan jika LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender) juga masuk dalam cakupan ini.

Setelah itu, barulah beliau menjelaskan sembilan hadits yang ditulis oleh Imam As-Suyuthi dalam “Lubâb al-Hadîts”. Subtansi-subtansi hadits yang dijelaskan sebagai berikut: Orang yang mencium anak laki-laki dengan syahwat diazab di neraka selama seribu tahun ( ada juga yang ditikam dengan tikaman api neraka bahkan dilaknat Allah, Malaikat dan semua manusia); seandanyai pelaku homoseksual mandi dengan air laut maka ketika datang di akhirat ia pasti dalam keadaan junub; orang yang menggauli istirinya di dalam duburnya maka di hari kiamat dibangkitkan dalam kondisi sangat busuk’ dan beberapa hadits lainnya.

Menariknya, ketika membincang hadits tentang hubungan lelaki sesama jenis, Bapak Kitab Kuning Indonesia yang karyanya tidak kurang dari 115 ini mencatat, “Jika orang melakukan perbuatan ‘liwath’ (homoseksual) maka dianggap berzina. Hukuman pelakunya seperti pelaku zina. Jika sudah berkeluarga, maka dirajam. Sedangkan yang masih belum menikah, didera seratus kali.” Kata beliau, ini adalah pendapat paling jelas dari dua pandangan Imam Syafi’i dengan ada tambahan pengasingan selama satu tahun baik laki-laki maupun perempuan, sudah nikah atau belum.

Syekh kelahiran Banten ini juga mengemukakan pendapat ulama lain yang berpendapat bahwa pelaku homoseksual semua dirajam meski belum menikah. Sedangkan pendapat Imam Syafi’i yang lain adalah baik subyek maupun obyek penyimpangan seksual semuanya wajib dieksekusi.

Ulama yang memiliki nama asli Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani ini, juga menyinggung hadits tentang ‘sihâq’ (lesbian). Bagi perempuan yang berhubungan badan sesama perempuan, maka keduanya dianggap zina. Menurut Abu Muslim –sebagaimana nukilan beliau- had (hukuman) bagi pelaku lesbian adalah dipenjara sampai mati. Bahkan di hadits berikutnya, disebutkan bahwa pelaku homoseksual yang mati dalam keadaan belum bertaubat, maka ketika di dalam kubur akan dirubah bentuknya menjadi babi, sebagaimana yang ditandaskan juga oleh Ibnu Abbas.

Dari pembahasan ini, dapat ditarik konklusi terkait pendapat Imam Nawawi Al-Bantani mengenai homoseksual (liwâth dan sihâq): Pertama, beliau mengharamkan keduanya secara tegas. Kedua, mengenai hukuman yang dijatuhkan ada beberapa perbedaan di kalangan ulama, tapi sama-sama dengan sanksi yang keras. Ketiga, yang diharamkan bukan saja perilaku homoseksual belaka tetapi segala hal yang mengeluarkan laki-laki dan wanita dari fitrahnya (misalnya menjadi banci dan semacamnya). Wallâhu a’lam.

Kontributor: Mahmud Budi Setiawan, Lc*
Editor: Oki Aryono

*Tim Konten AQL Islamic Center ( Pimpinan Ustadz Bachtiar Nasir), alumnus Univ. Al Azhar Mesir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment