Di era yang disebut zaman now seperti sekarang ini, lisan dan jari kita diuji dengan banyak berita yang kadang belum tentu nyata kebenarannya. Banyak orang merasa seolah ‘bebas’ berkomentar ria kepada siapapun tanpa memandang lagi pantas tidak pantasnya. Bahkan mungkin anda pernah menemui seseorang yang mencela, menghina dan menjelek-jelekkan para ulama. Lalu bagaimana sebenarnya Islam memandang hal ini? Sudahkah anda tahu hukum mencela ulama? Kami akan menyampaikan pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dari bukunya ‘Halal dan Haram dalam Islam’ seperti berikut ini :
Menyikapi kesalahan ulama
Tidak ada manusia di dunia yang maksum (terpelihara dari dosa dan kesalahan red) kecuali Nabi Muhammad SAW. Tidak sepatutnya, menjadikan kesalahan para ulama sebagai alasan kita untuk mencela mereka. Karena berbuat salah merupakan tabiat semua manusia, jika tidak diberi taufik pada kebenaran oleh Allah SWT. Jika kita mendengar ada seorang ulama, atau dai atau imam masjid yang melakukan suatu kesalahan, pertama, kita harus menghubunginya sehingga duduk perkaranya menjadi jelas bagi kita. Bisa jadi memang benar ia berbuat salah kemudian ia harus menebus kesalahannya. Atau bisa jadi ada kesalahan pemberitaan darinya atau kesalahpahaman terhadap apa yang ia katakan, atau ada tujuan jelek untuk memperburuk citranya.
Kedua,yang patut kita lakukan ketika mendengar dai atau ulama tengah melakukan kesalahan, adalah menahan lisan kita, juga menahan lisan orang lain. Membicarakan tanpa tahu kebenaran pasti dari berita tersebut sangatlah tidak pantas, karena akan menimbulkan fitnah dan kekacauan. Maka menjaga lisan adalah wajib. Rosululloh SAW telah bersabda kepada Mu’adz yang artinya :
“Maukah kamu aku kabarkan dengan sesuatu yang menguatkan itu semua?” Aku menjawab, “Ya, wahai Nabi Allah.” Lalu beliau memegang lisannya, dan bersabda, “Tahanlah (lidah) ini.” Aku bertanya, “Wahai Nabi Allah, apakah kita benar – benar akan diazab karena apa yang kita ucapkan?” Beliau menjawab,”Tsakilatka ummuk (celaka kamu), wahai Mu’adz, bukankah manusia disungkurkan kedalam neraka ditas muka atau hidung mereka karena hasil ucapan lisan mereka.”(HR. Tirmidzi)
Haramkah mencela ulama?
Ghibah terhadap orang – orang awam saja termasuk dosa besar, maka ghibah terhadap para ulama jauh lebih besar dosanya. Cercaan terhadap ulama tidak sama dengan cercaan terhadap yang lain. Karena dampak cercaan terhadap ulama akan menimbulkan kebencian terhadap mereka, dan kebencian terhadap apa yang mereka bawa dan sampaikan berupa syariat Allah SWT, sehingga membuat orang berpaling dari syariat Allah. Hal ini termasuk perbuatan menghalangi manusia dari jalan Allah, yang merupakan dosa dan kejahatan yang sangat besar.
Bahkan menurut SyaikhMuhammad bin Shalih Al Utsaimin perbuatan mencela ulama adalah haram. Apabila seseorang tidak boleh meng-ghibah saudaranya yang seiman, walaupun ia bukan seorang ulama, maka bagaimana ia boleh meng-ghibah saudara – saudaranya seiman yang ulama? Kewajiban orang beriman ialah menahan lisannya dari ghibah terhadap saudara-saudaranya seiman, Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al Hujurot ayat 12, yang artinya :
“Wahai orang – orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari – cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.”
Semoga Allah menjaga kita semua dari hal – hal yang membuat-Nya murka dan semoga Dia menjaga kita dari permusuhan terhadap saudara –saudara kita aaamiiin.Wallahua’lam.
Kontributor : Siti Aisyiah
Editor : Oki Aryono
Sumber : Dirangkum dari Buku Halal dan Haram Dalam Islam by Muhammad bin Shalih Al Utsaimin