Wajib Tahu, Inilah Hukum Musik Menurut Ulama

Wajib Tahu, Inilah Hukum Musik Menurut Ulama

Wajib Tahu, Inilah Hukum Musik Menurut Ulama

Suaramuslim.net – Hukum musik kerapkali menjadi perdebatan di berbagai kalangan. Ada yang mutlak mengatakan haram, namun ada juga yang mengatakan boleh. Bagaimana hukum musik sesungguhnya dalam Islam?

Terdapat perbedaan pendapat ketika membahas tentang hukum musik. Para ulama yang mengharamkan berlandaskan pada firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Lukman: 6)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya setelah Allah menceritakan tentang keadaan orang-orang yang berbahagia dalam ayat 1-5, yaitu orang-orang yang mendapat petunjuk dari firman Allah (Al Qur’an) dan mereka merasa menikmati dan mendapatkan manfaat dari bacaan Al Qur’an, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan dalam ayat 6 ini tentang orang-orang yang sengsara, yang mereka ini berpaling dari mendengarkan Al Qur’an dan berbalik arah menuju nyanyian dan musik.

Dan juga beberapa hadits Rasulullah, “Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra, arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke tebing bukit yang tinggi. Lalu para penggembala dengan ternak kambingnya mengunjungi golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika itu mereka kemudian berkata,”Datanglah kepada kami esok hari.” Pada malam hari Allah membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat.” (HR Bukhari).

Pendapat Ulama yang Memperbolehkan Musik

Dr Abdurrahman Al Baghdadi menguraikan dengan lugas dan jelas tentang pendapat ulama yang memperbolehkan musik dalam bukunyaSeni dalam Pandangan Islam.

Ia menjelaskan bahwa  ulama yang membolehkan nyanyian dan musik ini menggunakan dalil,  “…dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah bunyi keledai.” (QS: Luqman 19)

Imam Ghazali mengambil pengertian ayat ini dari mafhum mukhalafah. Allah subhanahu wa ta’ala memuji suara yang baik. Dengan demikian dibolehkan mendengarkan nyanyian yang baik. (Ihya’ Ulumudddin, juz VI, jilid II, hal. 141).

Dalam hadits Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain dan Rubayyi’ binti Muawwiz Afra, “Rubayyi’ berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke rumah pada pesta pernikahannya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di atas tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jariah (wanita budak) nya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan menyenandungkan) orang tuanya yang syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jariah berkata,”Di antara kita ini ada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari.” Tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera bersabda,”Tinggalkanlah omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.”

Dr Abdurrahman al Baghdadi mengatakan, “Bertolak dari dasar hukum inilah maka mendengar atau memainkan alat-alat musik atau menyanyi mubah selama tidak terdapat suatu dalil syar’i yang menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut haram atau makruh. Mengenai menyanyi atau memainkan alat musik dengan atau tanpa nyanyian, tidak terdapat satu pun nash, baik dari Al Qur’an maupun sunnah Rasul yang mengharamkannya dengan tegas. Memang ada sebagian dari para sahabat, tabiin dan ulama yang mengharamkan sebagian atau seluruhnya karena mengartikannya dari beberapa nash tertentu. Di antara mereka ada yang menyatakan bahwa hal tersebut makruh, sedangkan yang lain mengatakan hukumnya mubah,” ujarnya yang dikutip oleh hidayatullah.com.

Ia menambahkan, tentang surah Luqman ayat 6 yang dijadikan dalil untuk haramnya nyanyian, menurut pakar fiqh yang bukunya puluhan ini, ayat itu tidak terkait dengan nyanyian. “Tetapi ayat tersebut berkaitan erat dengan sikap orang-orang kafir yang berusaha menjadikan ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala sebagai sendau gurau,”terangnya.

Sedangkan tentang hadits Imam Bukhari,  “Maksud hadits Imam Bukhari tersebut jatuh pada segolongan orang-orang dari kaum Muslimin yang berani menghalalkan pengggunaan alat-alat musik di luar batas-batas yang telah digariskan syara’,” terangnya lagi.

Misalnya memainkannya di tempat umum (televisi, stadion, atau panggung-panggung pertunjukan terbuka lainnya), bukan di tempat dan acara khusus, seperti pada acara pesta pernikahan, di rumah-rumah. Dengan kata lain, syara’ membolehkan biduanita budak menyanyi untuk pemiliknya dan atau para wanita lainnya dalam acara pernikahan. Boleh saja salah seorang diantara anggota keluarga pengantin ikut bernyanyi, tetapi syara’ tidak membolehkan ada penyanyi wanita bayaran sebagaimana yang umum terjadi sekarang ini.” tutupnya.

Kontributor: Muflihatul Islam

Editor: Muhammad Natsir

 

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment