Idulfitri Kembali ke Asal

Idulfitri Kembali ke Asal

inilah perayaan Idul Fitri di Penjuru Dunia

Suaramuslim.net – Allah berfirman;

ولتكملوا العدة و لتكبروا الله علي ما هداكم و لعلكم تشكرون

“…Dan Agar kalian menyempurnakan bilangan puasa kalian, dan supaya kalian membesarkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian agar kalian bisa menjadi manusia yang bersyukur.” (Al Baqarah:185)

1. Idulfitri, terdiri dari dua kalimat; ‘id dan al fithri.

Kalimat “Id” derivasi dari ‘aada , ya’uudu, audan yang memiliki arti; “KEMBALI KEPADA KEADAAN SEMULA” berbeda dengan ‘raja’a’ yang berarti kembali (tidak harus kepada keadaan semula).

So… ‘Id itu artinya kembali kepada keadaan yang semula. Orang yang mudik, bisa dikategorikan kembali kepada daerah asalnya, itu ada dalam makna ‘Id. Biasanya yang kembali kepada keadaan yang semula, pasti menyenangkan.

Al Fithri… Ini kalimatnya agak unik, karena bisa memiliki banyak makna. Hal ini karena berderivasi dari fathoro, yafthuru, fathron yang memiliki makna asal adalah membelah dan terbit.

Kemudian bermakna turunan sebagai berikut;

1. Ifthar: menunda makan sampe sore (berbuka)

2. Futhur: mengawali makan (sarapan)

3. Fithri: membatalkan puasa (pagi hari, sarapan pagi atau breakfast, break itu batal, fast itu puasa)

4. Fithrah; sifat bawaan yang ada sejak lahir.

Dalam kaitan dengan Idulfitri, makna yang saya pilih adalah;

1. Kembali kepada kondisi awal yang sebelumnya bisa sarapan, maka Idulfitri memiliki arti kembali bisa sarapan pagi, hal yang sangat menyenangkan bagi semua orang. Itulah kenapa Nabi meminta kita sebelum berangkat salat id untuk sarapan kurma dulu.

2. Idulfitri, bisa juga berarti kembali kepada kondisi awal di mana kita beribadah. Jika baca Al Qurannya sebelum Ramadan setiap hari satu juz atau setengah juz, di Ramadan gas pol sampe berjuz-juz dalam sehari, maka setelah Ramadan kembali semula One Day One Juz.

Itulah yang dilakukan ulama salihin.

3. Kembali kepada sifat bawaan sejak lahir (fithrah). Yaitu suci, bersih tauhidnya karena sudah ditempa dengan Ramadan yang penuh magfirah (ampunan).

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar Rum: 30).

2. Bersyukur dengan takbiran “Allahu Akbar”

ولتكملوا العدة و لتكبروا الله علي ما هداكم و لعلكم تشكرون

“…Dan Agar kalian menyempurnakan bilangan puasa kalian, dan supaya kalian membesarkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian agar kalian bisa menjadi manusia yang bersyukur.” (Al Baqarah: 185).

Ada dua makna dari kalimat takbir Allahu Akbar.

1. Allah harus lebih besar keutamaannya untuk didahulukan.
Allah lebih besar dari keinginan makan kita. Allah lebih besar dari keinginan syahwat. Allah lebih besar dari segala kepentingan kita.

2. Allah, kecintaan-Nya lebih besar dari kecintaan kita kepada-Nya.

Allah berfirman dalam Q.S. Al Ankabut ayat 45

ان الصلاة تنهي عن الفحشا و المنكر ، و لذكر الله اكبر

‘… Mengingat Allah itu lebih besar (dari segalanya).

Ibnu Abbas dan Mujahid menafsirkan kalimat “wa lazikrullohi Akbar” dengan penjelasan Nabi:

فذكرُ اللهِ اياكم اكبرُ من ذكرِكُمْ اياه ( البيهقي)

“Ingatnya Allah kepada kalian lebih besar daripada ingatnya kalian kepada Allah.” HR Al Baihaqi.

Ternyata cinta-Nya lebih besar dari cinta kita kepada-Nya.

Ingat cerita cinta seorang pemuda yang diungkapkan kepada Imam Hasan Al Bashri. Pemuda itu berdoa dengan kalimat; ‘Ya Allah demi cinta-Mu kepadaku, kabulkan doaku.’

Doa ini sungguh sesuai dengan hadis qudsi ini;

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).

3. So… Saya mengingatkan diriku dan saudaraku, tetap harus waspada, justru ketika Magrib 1 Syawal belenggu setan akan terlepas. Mereka akan terus menggoda kita. Menerjang dengan ganas, penuh rasa dendam untuk menghancurkan manusia.

Ada dua agenda utama setan untuk menghancurkan manusia:

A. Dengan membuat tidak istiqamah dalam beribadah.

B. Dengan menanamkan rasa permusuhan di antara manusia secara konsisten dan stabil.

So, 1 Syawal bukan hari kemenangan tapi justru hari dimulainya kita bertanding dengan setan.

Karena itu ayo lawan mereka dengan;

1. Tetap semangat ibadah, lanjut puasa Syawal, lanjut ngejuz lagi, lanjut terus bangun malam.

2. Tebarkan memberi maaf kepada siapa pun yang pernah menzalimi kita.

Maukah engkau mendapatkan maaf-Nya? Maka maafkan saudaramu, lihat Q.S An Nur 22.

Buat setan putus asa dengan melawannya karena 1 Syawal bukan hari kemenangan tapi justru hari dimulainya kita bertanding dengan setan.

Wallahu A’lam

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment