IJTI: Tolak RKUHP yang Membungkam Pers Kritis!

IJTI: Tolak RKUHP yang Membungkam Pers Kritis!

IJTI Tolak RKUHP yang Membungkam Pers Kritis!
Puluhan orang Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi berkumpul di halaman depan pintu masuk Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/9/2019). (Foto: warita.id)

JAKARTA (Suaramuslim.net) – Pengurus Pusat Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengeluarkan petisi berisi penolakan pengesahan RKUHP. DPR periode 2014-2019 berencana mengesahkan RKUHP akhir bulan September ini. Jika RKUHP ini disahkan menjadi Undang-Undang maka akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers yang tengah tumbuh dan berkembang di tanah air.

“Pasal-pasal dalam RKUHP akan berbenturan dengan UU Pers yang menjamin dan melindungi kerja-kerja pers,” ujar Yadi Hendriana selaku Ketua Umum IJTI dalam rilis yang diterima Suaramuslim.net, Senin (23/9).

Kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi, imbuhnya, adalah hak asasi manusia yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi dalam demokrasi. Tanpa kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi maka demokrasi yang telah diperjuangkan dengan berbagai pengorbanan, akan berjalan mundur.

“Keberadaan pasal-pasal karet di KUHP akan mengarahkan kita pada praktik otoritarian seperti yang terjadi di era Orde Baru yang menyamakan kritik pers dan pendapat kritis masyarakat sebagai penghinaan dan ancaman kepada penguasa,” ujar rilis IJTI yang juga mencamtumkan Indria Purnama Hadi selaku Sekjen.

Berikut pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers menurut IJTI:

1. Pasal 219 tentang penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden
2. Pasal 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah
3. Pasal 247 tentang hasutan melawan penguasa
4. Pasal 262 tentang penyiaran berita bohong
5. Pasal 263 tentang berita tidak pasti
6. Pasal 281 tentang penghinaan terhadap pengadilan
7. Pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama
8. Pasal 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara
9. Pasal 440 tentang pencemaran nama baik
10. Pasal 444 tentang pencemaran orang mati

Presiden Joko Widodo sudah meminta agar pengesahan RKUHP ini ditunda dan tidak harus dipaksakan untuk disahkan oleh DPR periode sekarang. Namun, jika DPR tetap bersikeras mengesahkan, RKUHP akan tetap berlaku meskipun presiden sebagai kepala negara tidak menandatanganinya.

“Situasi ini menunjukkan adanya darurat kebebasan pers. RKUHP ini bisa akan dijadikan alat untuk membungkam pers yang kritis,” tegas Yadi.

“Tidak ada cara lagi selain kita harus menolak. Insan pers, penggiat demokrasi dan seluruh lapisan masayarakat harus bersatu bersama-sama menolak RKUHP,” pungkasnya.

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia jugs mengajak seluruh elemen pers dan seluruh lapisan masyarakat menolak RKUHP.

Sumber: IJTI
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment