Suaramuslim.net – Ikhlas sebagaimana diungkap oleh banyak ulama adalah beramal hanya karena Allah semata seraya memurnikan ibadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Murni, jernih, bersih bagai kapas putih yang terhindar dari noda kotor apa pun, bersih tanpa cela.
Ikhlas itu penuh misteri, tidak bisa diindra dan tidak diketahui kecuali antara seorang hamba sebagai pelaku dengan Allah Yang Maha Tahu… Mudah terucap namun sulit di hati!
Mungkin karena sulit itulah Allah banyak memberikan perintah untuk ikhlas. Imam An Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin menyusun ayat-ayat ikhlas sebagai berikut;
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
”Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah Swt. dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” (QS. al-Bayyinah: 5)
Kemudian beliau menjelaskan bahwa ikhlas itu yang dapat mendorong amal seseorang sampai kepada Allah, ini ayatnya;
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS Al Hajj: 37)
Dan menekankan bahwa ikhlas itu adanya di hati.
قُلْ إِن تُخْفُوا۟ مَا فِى صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui. Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali Imran: 29).
Begitu pentingnya ikhlas dalam beramal, sehingga para ulama ketika menyusun kitab yang berbicara tentang pencerahan jiwa selalu dimulai dengan ‘Bab Ikhlas’. Di antaranya adalah Imam An Nawawi dengan kitab Riyadhus shalihin.
Namun demikian mewujudkan ikhlas itu sangat sulit, kenapa ya?
Hal itu disebabkan karena hati ini punya sifat dasar yang suka berubah, bolak-balik sebagaimana namanya ‘qolb’, pembalikan. Itulah kenapa Nabi Muhammad berdoa:
يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ
“Ya, Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu.”
Lalu seorang sahabat berkata,”Ya Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau bawa kepada kami?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Ya, karena sesungguhnya seluruh hati manusia di antara dua jari tangan Allah, dan Allah membolak-balikan hati sekehendakNya. (HR Ahmad).
Di saat hati yang selalu berubah ubah itulah, setan memberikan bisikan-bisikan yang membuat seseorang tidak ikhlas dengan kenyataan yang diterimanya.
So, bagaimana cara agar kita bisa ikhlas?
1. Memperbaiki niat (motivasi) awal dalam beramal.
Karena semua amal kita sangat tergantung dari niat/motivasi apa yang mendasarinya. Ada hadis yang populer mengenai penataan awal motivasi dalam beramal agar bisa meraih ikhlas.
عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه ” متفق عليه
“Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya.”
Inilah pentingnya niat awal dalam beramal, karena di niat atau motivasi itulah amal seseorang itu dianggap ikhlas atau tidak.
Mutharrif bin Abdullah rahimahullah berkata,
صَلاَحُ القَلبِ بِصَلاَحِ العَمَلِ، وَ صَلاَحُ العَمَلِ بِصَلاَحِ النِّيَّةِ
“Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan. Dan baiknya amalan adalah dengan baiknya niat.“
Sufyan Ats Tsauri rahimahullah mengatakan.
مَا عَالَجتُ شَيئًا أَشَدُّ عَليَّ مِن نِيَّتِي لأَنَّهَا تَتَقَلَّبُ عَليَّ
“Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk saya obati, kecuali masalah niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balik dalam diriku.“
Contoh dalam berdakwah, kalau yang dicari duit, jamaah, maka andai tidak mendapatkan itu semua, sungguh akan terjadi kekecewaan yang mendalam.
2. Mengetahui sia-sianya amalan jika tidak didasari ikhlas.
Artinya, seseorang yang tidak ikhlas akan membuat dirinya tidak mendapatkan apa pun dari yang dilakukannya, tentu ini sia-sia alias merugi.
Allah juga berfirman.
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (Al-Furqan: 23).
Karena itulah Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengungkapkan sebuah perumpamaan terkait dengan ikhlas, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.”
3. Banyak berdoa dan berdzikir agar hati tidak menjadi ‘gegana’, gelisah, gundah, dan merana.
Karena itu dengan dzikir hati menjadi tenang kembali, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS ar-Ra’du: 28).
Dan dengan berdoa, hati menjadi pasrah kepada-Nya, ini juga dapat membuat hati ridlo dan ikhlas dengan kenyataan yang terjadi.
4. Latih untuk selalu tawadhu’ rendah hati.
Karena dengan itu seseorang bertambah mulia, bukan hina lagi rendah.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim No. 2588).
5. Meyakini semua sudah ada rezekinya masing-masing.
Dan jika bukan pemilik rezkinya maka ia tidak akan pernah mendapatkannya.
Firman Allah:
أَمَّنْ هَٰذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ ۚ
“Siapakah yang dapat memberi kamu rezeki jika Allah menahan rezeki” (QS Al-Mulk: 21).
6. Melatih diri untuk selalu mengakui kelebihan orang lain.
7. Jangan berharap pujian dari manusia.
Karena suatu saat pasti membuat kecewa dan ujung ujungnya adalah tidak ikhlas.
Kalau poin-poin di atas itu dapat dilatihkan kepada jiwa seseorang secara terus menerus, maka ia adalah ‘mukhlishin’ yaitu pelaku ikhlas yang selalu berusaha untuk belajar meraih keikhlasan diri. Keikhlasan dalam beribadah, keikhlasan dalam berkeluarga, keikhlasan dalam bekerja, keikhlasan dalam berdakwah.
Dan jika hal itu terus ditempa dengan berbagai ujian, maka kelak ia akan mencapai derajat ‘mukhlashin’ yaitu manusia yang terpilih dan sudah dibuat nyaman oleh Allah dalam zona ikhlas.
Pada derajat ‘mukhlasin’ inilah seseorang akan mendapatkan keutamaan di antaranya;
1. Pribadi yang ‘untouchable’ oleh iblis. Karena memang Iblis bersumpah tidak dapat menyentuh pribadi yang sudah dibuat ikhlas.
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83)
“Iblis menjawab, “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka.” (QS As Shaad 82-83).
Siapa pun yang mengikhlaskan dirinya semata kepada Allah dengan tidak memandang kepada kepentingan lainnya dalam beramal, maka Allah akan memilihnya untuk berada di hadirat-Nya.
Siapa pun yang berada di sisi-Nya yang Maha Suci maka tidak mungkin setan akan menyentuhnya, inilah makna mukhlashin.
2. Terjaga dari perbuatan keji dan munkar, dengan kuasa Allah yang penuh misteri.
Seperti yang terjadi pada diri Nabi Yusuf
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ (24) }
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andai kata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS Yusuf 24).
Nabi Yusuf sejak awal sudah membiasakan diri untuk ikhlas dizalimi saudaranya, dipenjara, digoda dan sebagainya, sehingga Allah menjadikan mukhlashin yaitu manusia yang didekatkan kepada-Nya.
Wallahu ‘alam
Disampaikan oleh Ust M. Junaidi Sahal dalam program talkshow Motivasi Al Qur’an di Suara Muslim Surabaya 93.8 FM. Kamis 31 Januari 2019 pkl 05.30-06.30 WIB.