Suaramuslim.net – Sedih rasanya, melihat kondisi sebagian anak sekolah sekarang, yang suka tawuran, membully sesamanya. Pamer kekerasan dengan suka marah kepada gurunya, bahkan menantang-nantang guru hingga memukulnya sampai mati.
Ke mana adab mereka terhadap guru? Ke mana hormat mereka terhadap gurunya? Perhatikan firman Allah dalam surat Al Mujadalah ayat 11.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Perhatikan ayat di atas, Allah mengedepankan adab dan menjadikan dengannya orang beriman dan yang berilmu memiliki derajat tinggi di sisi-Nya.
Adab adalah sebab utama mulianya seorang yang berilmu. Dalam kitab Irsyadus Saari karya Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari qaddasallahu ruhah disebut:
التوحيد يوجب الإيمان, فمن لا إيمان له فلا توحيد له
والإيمان يوجب الشريعة, فمن لا شريعة له فلا إيمان له ولا توحيد
والشريعة توجب الأدب, فمن لا أدب له فلا شريعة له ولا إيمان ولا توحيد
Tauhid itu mewajibkan iman, maka yang tidak punya iman, berarti tidak punya tauhid.
Iman itu mewajibkan syariah, maka yang tidak punya syariah, berarti tidak punya iman dan tidak punya tauhid.
Syariah itu mewajibkan adab, maka yang tidak punya adab, berarti tidak punya syariah, tidak punya iman dan tidak punya tauhid.
MasyaAllah, adab itu penentu kebaikan seseorang. Ilmu setinggi langit, namun tidak punya adab kepada orang tua, guru, dll, sungguh ilmunya tidak manfaat.
Adab para salafus shalih
Al Adabu fauqo al ilmi (adab/etika itu di atas ilmu), demikian kaidah ulama salaf.
Imam Ibnul Mubarak berkata:
تعلمت الأدب ثلاثين سنة، وتعلمت العلم عشرين سنة
“Aku belajar adab selama tiga puluh tahun, dan aku belajar ilmu selama dua puluh tahun.”
Coba lihatlah para sahabat, yang rasa adabnya tinggi saling rendah hati, tidak merasa paling segalanya. Karena itulah salafus shalih mengajarkan kepada kita betapa adab adalah tanda dalamnya ilmu dan tingginya wara’ seseorang dan tawadhu’ terhadap ilmu dan adab walaupun itu dimiliki oleh orang yang usianya jauh lebih muda darinya.
Dari Ghudhoif bin Al Harits radhiyallahu anhu ia bercerita bahwa suatu hari ia lewat di depan Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, lalu Umar berkata, “Sebaik-baik anak muda adalah Ghudhoif.”
Ghudhoif melanjutkan ceritanya: “Setelah peristiwa itu aku berjumpa dengan Abu Dzar, beliau berkata kepadaku: “Wahai saudaraku mintakan ampun kepada Allah untukku.”
Ghudhoif menjawab, “Engkau sahabat Rasul yang terpandang, engkau lah yang lebih pantas berdoa dan memintakan ampun kepada Allah buatku.”
Abu Dzar menjawab, “Sungguh aku mendengar Umar berkata, “Sebaik-baik anak muda adalah Ghudhoif”, sedangkan Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah meletakkan kebenaran pada lisan dan hati Umar.” (Riwayat Ahmad dan Imam Hakim dalam Al Mustadrak dan beliau menyatakan hadis ini shahih atas persyaratan Al-Bukhari dan Muslim, Muhtashor Tarikh Dimasyq juz 6 hal. 247).
Adab murid kepada guru
Di antara sekian adab yang terkait dengan ilmu adalah adab seorang murid dengan gurunya. Itulah kenapa di pesantren, ada kitab adab wajib yang harus dipelajari santri. Yaitu kitab Ta’lim al-Muta’allim yang ditulis oleh Burhanuddin al-Zarnuji.
Dalam kitab tersebut ada penekanan bagaimana adab seorang santri kepada gurunya yang digubah dalam syair yang dikutipnya, sebagai berikut:
أَلَا لَـنْ تَنَــالُ الْــعِـلْمَ إِلَّا بِسِــتَّةٍ سِأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانِ
ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاصْطِبَارٌ وَبُلْغَةٌ وَإِرْشَادُ أُسْتَاذٍ وَطُـوْلُ زَمَانِ
Engkau tidak akan mencapai ilmu itu kecuali dengan enam hal. Aku akan jelaskan kepadamu secara garis besarnya
Cerdas, sungguh-sungguh, sabar, ada bekal, ada guru yang membimbing dan masa yang panjang
Syekh al-Zarnuzi memberikan perhatian akan pentingnya bimbingan seorang guru dan bagaimana memuliakannya. Menurut beliau dalam kitab Ta’lim-nya, guru adalah ibu bapak kita dalam ilmu. Oleh karena itu guru harus kita ta’zimi dan hormati.
اعلم أن طالب العلم لا ينال العلم ولا ينتفع به إلا بتعظيم العلم وأهله، وتعظيم الأستاذ وتوقيره
“Penting diketahui, seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya dapat bermanfaat, selain jika mau mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya.”
Bahkan saking pentingnya guru, Khalifah keempat Ali radhiyallahu anhu menyatakan:
أنا عبد من علمنى حرفا واحدا، إن شاء باع، وإن شاء استرق
“Aku adalah hamba orang yang mengajariku satu huruf. Jika ia mau bisa menjualku dan bisa juga memerdekakanku.”
Selanjutnya Syekh Al Zarnuji mengungkapkan;
ومن توقير المعلم أن لايمشى أمامه، ولا يجلس مكانه، ولا يبتدئ بالكلام عنده إلا بإذنه، ولا يكثر الكلام عنده، ولا يسأل شيئا عند ملالته ويراعى الوقت، ولا يدق الباب بل يصبر حتى يخرج الأستاذ.
“Termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya, duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-macam darinya, dan menanyakan hal-hal yang membosankannya, cukuplah dengan sabar menanti di luar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah.”
Apa yang diungkap Syekh Al Zarnuji di atas adalah yang terjadi antara Nabi Muhammad bersama sahabat-sahabatnya ketika mendengarkan ilmu (wahyu dari Nabi).
قُلْنَا يُوحَى إِلَيْهِ وَسَكَتَ النَّاسُ كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِهِمْ الطَّيْرَ
“Kami berkata, “Beliau sedang mendapat wahyu.” Maka orang-orang terdiam seolah di atas kepala mereka ada burung yang bertengger.” (Al-Bukhari).
Hal ini juga yang terjadi pada sayyidina Abdullah bin Umar, beliau berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya di antara pepohonan ada sebuah pohon yang daunnya tidak gugur, itu seperti orang mukmin, katakan padaku pohon apa itu?”
Abdullah berkata: Orang-orang mengira pohon padang pasir sementara aku mengiranya pohon kurma tapi aku malu mengatakannya.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ia pohon kurma.”
Abdullah berkata: “Aku beritahu Umar apa yang aku kira lalu Umar berkata: Sungguh kau mengatakannya itu lebih aku sukai daripada aku memiliki ini dan ini.” (Muslim).
Tips menanamkan adab pada anak
So… Kita semua mawas diri, kenapa anak-anak kita terkadang kurang punya adab terhadap guru. Bisa jadi, kita kurang menanamkan hal sebagai berikut;
1. Niat sekolah
Sering kali orang tua berkata kepada anak-anaknya, “Ayo sekolah, mau jadi orang miskin terus?”, “Ayo sekolah, agar menjadi menteri dan sebagainya.”
Tentu itu tidak salah, namun hal itu telah mematri di hati anak secara tidak langsung bahwa sekolah itu untuk kepentingan materi.
Niat dalam menuntut ilmu antara lain mencari ridha Allah, menghilangkan kebodohan atau ketidaktahuan dari diri sendiri dan orang lain (ketika nanti telah mengajarkan kepada orang), menghidupkan agama dan menjaga kelestarian Islam. Menuntut ilmu juga sebagai ekspresi syukur atas nikmat akal dan kesehatan.
2. Berkhidmah (melayani guru)
Dulu di pesantren, kita sudah biasa mengambilkan sandal kiai, membawakan kitab kiai. Dan hal itu sudah jarang ada di zaman now ini. Syekh Al Zarnuji membawakan kisah di kitabnya;
Suatu hikayat : Khalifah Harun Ar Rasyid mengirim putranya kepada Al Ashma’iy agar diajar ilmu dan adab. Pada suatu hari, Khalifah melihat Al Ashma’iy berwudlu dan membasuh sendiri kakinya, sedang putra khalifah cukup menuang air pada kaki tersebut. Maka, Khalifahpun menegur dan berkata, “Putraku kukirim kemari agar engkau ajar dan didik; tapi mengapa tidak kau perintahkan agar satu tangannya menuang air dan tangan satunya lagi membasuh kakimu?”
3. Berdoa sebelum berangkat ke sekolah dan tersenyum setelah berdoa
Seorang tabi’in Ali bin Rabi’ah bercerita, “Aku menyaksikan Ali radhiyallahu anhu diberi unta untuk ia naiki, kemudian tatkala ia telah meletakkan kakinya di dalam sanggurdi, ia mengucapkan; “bismillah”, ketika sudah dipunggung onta ia berucap “alhamdulillah” dan kemudian ia mengucapkan;
“Alhamdulillah” 3 kali
“Allahu Akbar” 3 kali
“Subhaanaka inni zalamtu nafsii faghfir lii, fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illaa Anta”
Kemudian ia tertawa. Lalu ia ditanya; “Wahai Amirul mukminin, kenapa engkau tertawa?
Ia berkata; “Aku melihat Rasulullah melakukan seperti apa yang aku lakukan kemudian beliau tertawa dan aku katakan; Wahai Rasulullah, kenapa engkau tertawa? Beliau bersabda: “Sesungguhnya Tuhanmu sungguh merasa kagum kepada hamba-Nya apabila mengucapkan; “Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku! Ia mengetahui bahwa tidak ada yang mengampuni dosa selain Aku.” (RiwayatAbu Daud dan at Tirmidzi, hadis hasan).
4. Mendoakan anak setiap selesai shalat
5. Mendekatkan anak kita dengan masjid dan aktivitasnya
6. Mendekatkan anak kita dengan Al-Qur’an, terutama setelah shalat Maghrib dan Subuh
7. Memeluk dan mencium anak-anak kita
Karena kalau kita lakukan itu akan muncul rahmat di jiwa mereka. Abu Hurairah semoga Allah meridhoinya berkata:
“Nabi shallallahu alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro’ bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro’ berkata, “Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium.” Maka Rasulullah pun melihat kepada Al-‘Aqro’ lalu beliau berkata, “Barangsiapa yang tidak merahmati/menyayangi maka ia tidak akan dirahmati.” (Al-Bukhari No. 5997 dan Muslim No. 2318).
Hindari kekerasan dalam keluarga, gantikan dengan kelembutan di tengah mereka, di antaranya dengan pelukan dan ciuman. Bukankah ciuman, pelukan kepada anak itu memunculkan keakraban dan kelembutan?
مَا كَانَ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Tidaklah kelembutan pada sesuatupun kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatupun kecuali akan memperburuknya.”
Wallahu A’lam