Suaramuslim.net – HAM atau Hak Asasi Manusia baru dikenal di dunia pada abad XVI-XIX. Jauh sebelum itu, sekitar 1300an tahun lalu konsep tentang Hak Asasi Manusia sudah diperkenalkan oleh Islam.
Rasul dan Nabi Allah adalah pejuang penegak Hak Asasi Manusia (HAM) yang paling gigih. Mereka tak hanya sekadar membawa serangkaian pernyataan akan hak asasi manusia yang termuat di dalam kitab suci saja, namun juga memperjuangkannnya dengan penuh kesungguhan dan pengorbanan.
Dikutip dari laman republika.co.id, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Manager Nasution mengatakan, dalam sejarahnya Islam sudah mengenal HAM sejak zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Islam sudah lebih lama mengenal apa yang disebut dengan HAM, yaitu dengan adanya Piagam Madinah pada tahun 622 M,” katanya.
“Pidato Rasulullah pada tahun 632 M yang dikenal dengan Deklarasi Arafah merupakan dokumen tertulis pertama yang berisi tentang HAM,” imbuhnya.
Menurutnya, Islam telah mengenal HAM terlebih dahulu. Dunia internasional baru mengenal HAM ribuan tahun setelah adanya konsep HAM dalam dunia Islam yang sudah ada sejak abad ke VII. “Oleh karena itu, umat Islam tidak perlu merasa asing dan ketinggalan dengan HAM yang ada saat ini, sebab sejatinya Islam sudah mengenal HAM sejak ribuan tahun yang lalu,” katanya.
Kemudian, pakar hukum Islam UIN Imam Bonjol, Padang, Prof. Ikhwan Matondang mengatakan, HAM yang berkembang di Indonesia saat ini jarang yang berdasarkan nilai-nilai Islam dan lebih banyak yang sekuler. “Hal tersebut terlihat dari adanya antipati umat Islam terhadap istilah HAM yang ada di Indonesia,” katanya.
Poin Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam
Forum Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) ke-17 di Kuala Lumpur, Malaysia mengangkat tema Hak Asasi Manusia (HAM), Selasa (6/12). Terkait itu, MABIMS sepakat mewujudkan resolusi berisi tujuh poin tentang HAM dalam Perspektif Islam, sebagai berikut.
Pertama, umat Islam diharapkan melengkapi diri dengan ilmu dan keterampilan yang tepat, melalui sumber yang terpercaya untuk menghadapi berbagai doktrin dan tantangan baru. Hal itu demi memastikan hak-hak yang diperjuangkan tersebut menepati prinsip, dan bebas dari unsur yang bertentangan dengan Islam.
Kedua, perlunya memberdayakan komitmen kehidupan beragama sebagai satu cara hidup, demi memastikan setiap individu muslim mampu menyikapi realitas kehidupan saat ini yang berporos kepada prinsip dan panduan ajaran Islam.
Ketiga, mencari titik persamaan atas nilai-nilai kemanusiaan seperti martabat dan kehormatan, kemerdekaan dan kebebasan, kesetaraan dan kesamaan, serta persaudaraan sebagai dasar kesempatan untuk bekerjasama menangani isu-isu hak asasi manusia yang sejalan dengan Islam.
Keempat, menyebarluaskan pemahaman tentang Islam sebagai satu sistem nilai dan etika, yang berkontribusi kepada kebaikan bersama.
Kelima, Memperkuat perjuangan hak asasi manusia yang sejalan dengan tuntutan Islam, berdasarkan strategi menekankan prinsip-prinsip Islam sebagai sistem etika tentang hak asasi manusia, meningkatkan pemahaman masyarakat terkait prinsip hak asasi manusia sesuai etika Islam, dan meningkatkan efektivitas jaringan kerja sama antarotoritas agama di setiap negara, organisasi dan individu, demi memperkuat perjuangan isu-isu hak asasi dari perspektif Islam.
Keenam, MABIMS siap menjalin kolaborasi program penjelasan hak asasi manusia dari sudut pandang Islam melalui kerja sama strategis di antara negara anggota.
Ketujuh, forum menyepakati penulisan konsep hak asasi manusia dari sudut pandang Islam yang dibentangkan dalam konferensi ini dapat diterbitkan atas nama MABIMS, sebagai sumber informasi kepada para peneliti yang bisa dijadikan referensi di tingkat negara anggota MABIMS, serta masyarakat antarbangsa.
Demikian sejarah HAM dalam Islam dan poin Hak Asasi Manusia berdasarkan perspektif Islam. (muf/smn)