Iuran BPJS Batal Naik, Akankah Lebih Baik?

Iuran BPJS Batal Naik, Akankah Lebih Baik?

Pro Kontra Naiknya Iuran BPJS
Ilustrasi kartu BPJS. (Foto: Kompas.com)

Suaramuslim.net – Kabar baik untuk masyarakat Indonesia karena Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Oktober 2019.

Judicial review ini diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) yang keberatan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2020.

Keputusan ini merupakan sesuatu yang melegakan bagi masyarakat. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, kehidupan terasa sempit. Kebijakan penguasa yang menaikkan iuran BPJS sebesar 100% tentu semakin menyengsarakan masyarakat karena beban yang dipikul semakin berat. Maka keputusan MA tersebut dirasa cukup membahagiakan bagi masyarakat. Akankah ini lebih baik?

Di sisi lain Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan aturan kenaikan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan pasti akan berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itulah, ia menyatakan pemerintah akan melakukan perbaikan atau penyesuaian APBN dalam waktu dekat ini.

Sebelumnya, kebijakan menaikkan iuran BPJS salah satu tujuannya adalah untuk mengurangi defisit BPJS yang mencapai 32 triliun di tahun 2019 sebagaimana diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Maka membatalkan kenaikan iuran BPJS artinya pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk menalangi defisit BPJS.

Sudah bukan rahasia umum bahwa biaya kesehatan yang ada di Indonesia terbilang cukup mahal, tidak ayal di negeri ini “orang miskin dilarang sakit” karena layanan kesehatan tidak terjangkau oleh mereka.

Selain itu kualitas layanan kesehatan yang ada masih belum layak. Maka pemerintah berinisiatif menciptakan jaminan kesehatan nasional atau sekarang disebut BPJS sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemerintah meminta masyarakat bekerja sama secara gotong royong menanggung beban biaya kesehatan.

Padahal seharusnya jaminan layanan kesehatan menjadi hak seluruh masyarakat yang menjadi tanggung jawab negara dalam menyediakannya, bukan dianggap sebagai beban yang kemudian diserahkan kepada publik secara gotong royong. Maka adanya BPJS justru menegaskan bahwa pemerintah sejatinya ingin lepas tanggung jawab.

Keadaan ini akan jauh berbeda apabila sistem Islam diterapkan. Negara wajib memastikan per individu kesejahteraan rakyatnya baik berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan. Semua menjadi tanggung jawab negara (bukan dianggap sebagai beban).

Maka, dalam bidang kesehatan negara wajib menyediakan pelayanan yang terbaik untuk rakyatnya baik itu tenaga medis, rumah sakit, obat-obatan maupun fasilitas lainya. Semua menjadi hak seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu, baik kaya, miskin, Muslim maupun nonmuslim. Diberikan secara gratis atau dengan harga yang sangat murah. Bagaimana bisa?

Dalam Islam, negara memiliki lembaga keuangan yaitu Baitul Mal yang memiliki pemasukan dan pengeluaran. Salah satu pemasukannya dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki negara. Maka negara berupaya secara maksimal untuk mengelola sumber daya tersebut sehingga mampu memberikan hasil optimal. Dari pendapatan tersebut negara mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya termasuk menyediakan layanan kesehatan yang murah dan berkualitas.

Oleh: Khusnul Aini

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment