Transformasi dan Dehumanisasi Seni Rupa dari Idealisme menjadi Kapitalisme

Transformasi dan Dehumanisasi Seni Rupa dari Idealisme menjadi Kapitalisme

Transformasi dan Dehumanisme Seni Rupa dari Idealisme menjadi Kapitalisme
Lukisan Picasso. (Foto: Tes.com)

Suaramuslim.net – Seni tidak dapat dilepaskan dari nilai estetika dan memiliki keindahan moral. Dalam Hal ini seni diciptakan oleh seorang seniman akan memiliki makna dan dampak yang cukup besar bagi kondisi sosial masyarakat. Bila dikaji secara filosofis, seni dikaji dalam estetika sebagai disiplin filsafat seni yang telah mengalami perubahan seiring perubahan zaman dan arus sejarah.

Perubahan seni berlangsung begitu cepat sepanjang abad kedua puluh. Pandangan seni sebagai model pendekatan tradisonal yang masih menekankan pada pengalaman dan pengetahuan dalam suatu bingkai keindahan sebagai idealisme dari seorang seniman.

Hal yang paling ditekankan dalam seni tradisonal adalah pengalaman estetis yang bersifat sangat pribadi dan mengalir dalam jiwa dan pikiran seniman. Namun, dengan adanya kemajuan teknologi, makna seni menjadi bergeser.

Walter Benjamin dalam esai yang ditulis tahun 1936 melihat gejala memudarnya “aura” dan keindahan karya seni diakibatkan kemungkinan untuk direproduksi secara mekanis hingga tidak terhingga. Dengan begitu kemajuan teknologi secara perlahan-lahan melenyapkan keunikan dan keindahan karya seni.

Kemajuan teknologi kamera dan percetakan telah menghilangkan makna keindahan dalam karya seni. Sebelum adanya teknologi yang bersifat reproduksi citrawi, setiap benda seni memiliki makna dan kesan yang misterius bagi penikmat karya seni serta dianggap seakan sakral dikarenakan memiliki karakter yang unik dan bersifat tunggal.

Namun, kemajuan teknologi reproduksi telah menghancurkan karakter unik dan kesakralan karya seni. Memang, dengan adanya kemajuan teknologi reproduksi kamera telah menjadikan karya seni dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat luas. Akan tetapi, dengan adanya kemajuan teknologi kamera telah menjadikan karya seni bukan hasil ritualistik dan pemaknaan dari seniman.

Dari sini makna karya seni menjadi bergeser dari aktivisme. Perubahan karya seni yang didorong oleh kemajuan teknologi kamera digital menjadikan masyarakat dapat dengan mudah mengabadikan dan mengakses karya seni yang diinginkan dan membuat karya seni tiruan yang memiliki kemiripan dengan karya seni yang ditiru. Maka, tidak heran karya seni yang seharusnya menjadi personal dan memiliki makna filosofis yang dalam serta memiliki dampak bagi sistem sosial dan budaya masyarakat sudah surut dan lambat laun akan tidak ada lagi.

Dengan demikian, perubahan karya seni dengan terobosan artistik yang dimunculkan dalam praktik seni kamera digital telah menjawab pertanyaan lama mengenai seni emansipatoris. Karya seni sekarang ini tidak lagi dipandang sebagai “benda seni” yang memiliki makna filosofis. Namun, sebagai produk teknologi digital yang tidak memiliki makna.

Dalam hal ini seni digital dan emansipatoris tidak dapat memiliki kedalaman makna sebagaimana seni lukis yang dihasilkan Affandi dan Basuki Abdullah yang sangat kental dengan makna filosofis.

Seni digital seakan-akan hanya menghasilkan seni bisu yang tidak memiliki aspek dan kesan makna. Padahal aspek makna ini merupakan unsur keindahan yang tidak dapat tergantikan oleh seni digital yang hanya mengandalkan aspek keindahan semu. Maka, karya seni rupa digital hanya sebagai karya seni yang “membisu” serta tidak memiliki secercah makna yang membuat masyarakat menjadi takjub dengan makna tersembunyi dari seni rupa yang dilihat.

Perubahan ini menyebabkan seni rupa menjadi membisu dan tidak dapat berbicara. Kebisuan seni rupa ini dikarenakan perubahan sosial yang semula dianggap menjajikan kebaikan bagi dunia seni rupa, namun yang terjadi adalah dehumanisasi seni rupa.

Seni rupa telah kehilangan nyawanya dan kehilangan makna tersembunyi yang selama ini menjadi daya tarik yang sangat menakjubkan bagi para penikmat seni. Maka, seperti yang kita lihat perubahan sosial menjadikan dehumanisasi seni rupa dan membisukan keindahan makna filosofis seni rupa.

Oleh: Gratia Wing Artha

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment