Suaramuslim.net – Fisik yang jauh dari sempurna, tak selalu bernasib merana. Julaibib, seorang sahabat yang secara fisik sering dianggap sebelah mata, dimuliakan Allah di dunia, dan mendapatkan label “syahid” dalam kematiannya.
Julaibib, bukan hanya karena nasab keturunanya yang tidak jelas yang menjadikannya tercela di mata masyarakat. Secara fisik, ia pun tak menarik untuk dilirik. Wajahnya sangat tak mempesona. Kulitnya hitam legam dan ditambah dengan jenis rambut kriting kruel-kruel. Sempurnalah cacatnya di mata manusia, khususnya bangsa Arab waktu itu, sehingga tak satupun dari mereka memiliki simpati apa lagi empati.
Tapi tidak demikian halnya dengan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau sangat mengasihinya, tersebab ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya yang luar biasa membumbung tinggi. Setiap hari, Rasulullah menegurnya, “Tidakkah engkau memiliki keinginan menikah, wahai Julaibib?” tanya Rasulullah. “Wahai baginda Rasul, kiranya siapakah yang sudi menikahkan putrinya dengan hamba ini?” jawab Julaibib dengan diselimuti rasa minder.
Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar beliau menikahinya. Rasulullah berkunjung ke salah seorang sahabat Anshor yang memiliki putri nan tersohor akan kerupawanannya. Ketika itu Rasulullah berkata, “Wahai fulan! Nikahkan aku dengan putrimu.” “Ya, dan sungguh itu suatu kenikmatan dan penghormatan, wahai Rasulullah,” jawabnya riang.
Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Sesungguhnya aku tidak menginginkannya untuk diriku…”
“Lalu, untuk siapa?” tanyanya. Beliau menjawab, “Untuk Julaibi,” ia terperanjat.
“Julaibib, wahai Rasulullah?!! Biarkan aku meminta pendapat ibunya,” pintanya undur diri.
Laki-laki itu pun pulang kepada istrinya seraya memberitahukan lamaran Rasulullah terhadap sang putri. Sama halnya dengan sang suami, mendapati berita tersebut wajah sang istri nampak riang gembira. Namun keceriaan itu seketika berubah menjadi duka manakala mengetahui bahwa bukan Rasulullah yang hendak menikahi sang putri, namun si Julaibib.
Singkat cerita, sepakatlah suami-istri itu untuk menolak lamaran Rasulullah. Dan ketika sang suami hendak menghadap Rasulullah guna mengutarakan keputusan mereka, tiba-tiba sang putri keluar dari ruang dalam dan menegur orangtuanya.
“Siapa yang melamarku kepada kalian?” tanyanya. “Rasulullah,” jawab keduanya.
Dia berkata, “Apakah kalian akan menolak perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Tidakah kalian mendengar firman Allah, ‘Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.’ (al-Ahzâb: 36)”
Mendengar penuturan putrinya, maka pergilah sahabat itu menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesampai di hadapan Rasulullah, iapun berkata, “Wahai, Rasulullah! Aku menerima pinanganmu. Nikahkanlah putriku dengan Julaibib.”
Menikah dengan Gadis Sholihah nan Rupawan
Di hari pernikahan, kepada kedua mempelai Rasulullah berdoa, “Ya Allah! Limpahkan kepada keduanya kebaikan, dan jangan jadikan kehidupan mereka susah.”
Tsabit menuturkan, “Akhirnya Rasulullah menikahkan wanita itu dengan Julaibib. Sejak itu tidak ada perawan Anshar yang lebih dermawan berinfak melebihinya.”
Julaibib, tentu saja sangat berbahagia dengan istrinya yang rupawan dan sholihah itu. Belum lama setelah menikah, ia mendengar panggilan jihad. Antara kebingungan memilih istri shalihah nan rupawan dengan kebahagiaan syahid yang selama ini dicita-citakan, ternyata Julaibib memilih pergi berjihad.
Julaibib pun dikabarkan syahid. Dia radhiyallahu anhu menutup lembaran kehidupannya dengan indah. Sementara istri yang ditinggalkan menjadi seorang yang kaya raya dari kalangan Anshar. Itu semua berkat doa yang pernah dipanjatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begilah kisah hikmah seseorang yang taat kepada Allah dan Rasulnya.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir