Kafalah Menurut Dewan Syariah Nasional MUI

Kafalah Menurut Dewan Syariah Nasional MUI

Kafalah Menurut Dewan Syariah Nasional MUI
Ilustrasi surat penjaminan.

Suaramuslim.net – Dewan Syariah Nasional MUI menetapkan fatwa tentang kafalah dalam Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421 H/13 April 2000 sebagai berikut.

Menimbang 

  1. Bahwa dalam rangka menjalankan usahanya, seseorang sering memerlukan penjaminan dari pihak lain melalui akad kafalah, yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil).
  2. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan usaha tersebut, LKS (Lembaga Keuangan Syariah) berkewajiban untuk menyediakan satu skema penjaminan (kafalah) yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
  3. Bahwa agar kegiatan kafalah tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang kafalah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.

Mengingat

  1. Firman Allah dalam Surat Yusuf: 72

“Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami kehilangan piala Raja; dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” 

  1. Firman Allah Surat Al-Maidah: 2

“Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.” 

  1. Hadis Nabi

“Telah dihadapkan kepada Rasulullah jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau menyalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau menyalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah’. Maka Rasulullah pun menyalatkan jenazah tersebut.” (Al-Bukhari).

  1. Sabda Rasulullah

“Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.” (At-Tirmizi). 

  1. Kaidah fikih

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” 

Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”

Memperhatikan

Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421 H/13 April 2000. 

Menetapkan Fatwa Tentang Kafalah

Pertama, Ketentuan Umum Kafalah

  1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
  2. Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
  3. Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.

Kedua, Rukun dan Syarat Kafalah

  1. Pihak Penjamin (Kafiil)
  • Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
  • Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
  1. Pihak Orang yang berhutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
  • Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada
  • Dikenal oleh penjamin.
  1. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
  • Diketahui identitasnya.
  • Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
  • Berakal sehat.
  1. Obyek Penjaminan (Makful Bihi)
  • Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
  • Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
  • Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
  • Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
  • Tidak bertentangan dengan syariah (diharamkan).

 

Ketiga, jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment