Kampus dan Demokrasi Akal Sehat

Kampus dan Demokrasi Akal Sehat

Kampus dan Demokrasi Akal Sehat
Capres nomor urut 01, Joko Widodo (tengah) saat deklarasi relawan di Tugu Pahlawan Surabaya pada Sabtu 2 Febuary 2019. (Foto: Istimewa)

Suaramuslim.net – Kampus yang didesain sebagai sumur pikiran, di mana tempat pikiran diolah. Saat ini berubah menjadi forum grusa-grusu dan abal-abal. Akal sehat sebagai fungsi kampus, artinya menggeleng pada kekuasaan. Tradisi akademis adalah mengatakan tidak sehingga terjadi dialektika, tesis dan antitesis bukan mengangguk-angguk. Otak kita dibersihkan dengan argumen bukan dengan detergen.

Ada kondisi akal sehat yang dipalsukan hari-hari ini. Fungsi kampus sebagai tempat mengolah alternatif. Kampus yang berpikir akan memudahkan untuk menyeberangkan milenial  ke era 2024 ke depan karena di era itu, konfrontasi berdasarkan pikiran, argumen bukan konfrontasi sentimen.

Akal sehat harus diedarkan ulang di kampus karena itu fungsi dari kampus, mengedarkan akal sehat. Akal pikiran adalah inti demokrasi. Demokrasi itu bukan pemerintahan orang, demokrasi itu a government of the reason so the government by the people (pemerintahan akal melalui pemerintahan orang). Hanya penguasa yang akalnya nggak cukup sehingga menyuruh orang gila untuk meminta bantuan untuk membuat kebijakan.

Tugas intelektual adalah menghubungkan antara masa lalu dengan masa depan. Hubungan itu namanya konseptual melalui akal pikiran. Karena akal pikiran adalah satu-satunya adalah fasilitas yang diberikan secara gratis dan setara oleh Tuhan. Tuhan memberikan kita hal yang sama yakni akal. Saya tidak pernah mencaci persona presiden, sebagai persona. Yang saya kritik dan yang saya nyinyirin adalah tubuh politiknya, tubuh publiknya, kebijakannya kepada publik, bukan pribadi presiden. (Rocky Gerung)

Demokrasi dan Hegemoni Kampus

Apa yang dipaparkan Rocky Gerung menggambarkan adanya kegelisahan pentingnya membangunkan akal sehat yang dimulai dari kampus. Kampus diyakini sebagai pusat menghidupkan akal sehat yang saat ini sedang mengalami sakit. Masyarakat sangat berharap pada dunia kampus untuk menggunakan akal sehatnya guna melakukan perubahan terhadap situasi yang penuh dengan berbagai kontradiksi dan ketimpangan.

Harapan masyarakat terhadap kampus demikian besar. Masyarakat memandang bahwa  kampus sebagai kumpulan orang-orang cerdas dan terdidik, dan mampu sebagai agen dan pusat perubahan. Berbagai perubahan positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa dilepaskan dari peran dan fungsi kampus. Bahkan jatuh bangun dan bangkitnya sebuah rezim, ditopang dan bergantung pada dunia kampus.

Sebagai contoh, runtuhnya kekuasaan Orde Baru yang pernah berkuasa selama 32 tahun, bisa terwujud karena ditopang dunia kampus. Mahasiswa dan dosen bahu membahu menyuarakan berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru. Dengan adanya tekanan dan demonstrasi yang digerakkan oleh intelektual kampus benar-benar bisa meruntuhkan kekuasaan Soeharto.

Demikian besarnya peran dan dukungan kampus, maka ada kekuatan-kekuatan yang memanfaatkan kampus guna memperoleh dukungan politik. Kasus Alumni UI Cibitung yang dikumpulkan oleh salah satu pasangan calon (Paslon) presiden merupakan realitas tentang pentingnya dukungan alumni perguruan tinggi untuk menopang kekuasaan. Maka di sinilah kelompok kepentingan melihat bahwa keberadaan Perguruan Tinggi sangat penting untuk memperoleh legitimasi.

Refungsionalisasi Kampus

Realitas di atas menunjukkan bahwa fungsi kampus telah dilecehkan dan dijauhkan sebagai pusat produksi untuk mengasah akal sehat. Seharusnya pemikiran diolah dan dikritisi oleh kampus, bukan sebaliknya, kampus dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk meloloskan kepentingannya. Oleh karena itu, kampus sudah saatnya dikembalikan fungsinya untuk merekomendasi pikiran-pikiran dan langkah cerdas. Di sini kampus bisa memberi kontribusi pada bangsa dan berbagai elemen di masyarakat. Namun reproduksi akal sehat, melalui kampus, bisa terhenti ketika kekuasaan telah menghegemoni dan memperalatnya untuk melegitimasi kepentingan sesaat.

Munculnya berbagai kebijakan seperti harga listrik yang tak wajar dan sangat membebani, utang negara yang melebihi batas maksimal, invasi tenaga asing (Cina), penyelundupan narkoba yang massif dalam jumlah besar, paham Komunis yang menyebar bebas, politik adu domba antar kelompok masyarakat, merupakan realitas yang tumbuh subur di era ini. Namun realitas itu seolah mengalami pembiaran dan tidak ada upaya dari negara untuk meresponnya, meski kritik disampaikan berbagai pihak.

Pihak-pihak yang selama ini diharapkan menjadi kelompok netral guna menjembatani realitas yang pincang ini justru ikut diam. Media massa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ormas, dan partai politik seolah tidak berdaya dan lemah menghadapi carut marut kondisi bangsa ini. Bahkan aparat keamanan juga tidak bisa bergerak untuk meredam datangnya tenaga asing dan peredaran narkoba, serta paham yang bertentangan dan mengancam ideologi Pancasila ini.

Akal sehat benar-benar dimanipulasi dan disingkirkan dalam merumuskan kebijakan negara. Bahkan akal sehat dimanfaatkan dan berbalik mendukung berbagai kebijakan nir-moral, sehingga masyarakat tak terlayani (serviceless) dan tak berdaya (powerless). Bahkan rakyat dibuat tak memiliki akal sehat dan dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan tertentu untuk untuk terlibat konflik dan dibenturkan dengan elemen lain.

Realitas yang demikian membuat kebanyakan masyarakat berharap besar pada civitas akademika di kampus. Kampus masih dipercaya sebagai kekuatan yang masih bisa berpikir kritis dan mampu menyuarakan harapan mereka. Sedemikian pentingnya kampus sebagai pihak yang kritis dan memiliki akal sehat, terus didorong untuk menyuarakan perubahan dan melakukan kritik dan memberi alternatif pikiran.

Kampus masih diharapkan menjadi tempat untuk mengkritik demokrasi yang sudah jatuh untuk melayani kelompok kecil dan mengabaikan kepentingan masyarakat banyak. Demokrasi seperti ini benar-benar telah merusak akal sehat. Kritik Rocky Gerung sangat relevan dalam mengembalikan fungsi kampus sebagai tempat untuk menggodok dialektika pemikiran dan kebijakan. Di sinilah kampus akan menjadi tempat untuk memfungsikan akal sehat sehingga bisa menggelengkan kepala ketika ada kelompok kepentingan yang berupaya untuk mengkerdilkannya.*

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment