Suaramuslim.net – Rasanya, tak seorang pun di dunia ini yang tak mendambakan kesuksesan. Kesuksesan adalah kata yang berisi banyak impian seluruh manusia. Di dalamnya ada kebahagiaan, kemakmuran, kenyamanan, kekayaan, kesenangan, dan lain sebagainya. Semua itu didambakan semua orang. Dan tak ada yang salah dengan hal itu. Sudah menjadi naluri manusia untuk mendambakan kesuksesan dan keberhasilan. Bukankah sebagai seorang muslim, kita diingatkan lima kali dalam lantunan aza. “Hayya alal falaah”, marilah menuju kesuksesan. Itupun diulang kembali saat jelang shalat didirikan, melalui iqomah.
Namun sayangnya, tak semua orang mau menempuh jalan-jalan terjal menuju kesuksesan. Karena pasti, jalan tersebut tidak enak, tak nyaman untuk dilalui. Jalan tersebut penuh dengan perjuangan, penuh tantangan, juga butuh kontinuitas untuk melaluinya. Sebagian besar dari mereka bukan tidak tahu jalan yang harus dilalui, sungguh mereka mengetahuinya. Bahkan tanpa sekolah pun mereka tahu jalan yang harus dilalui. Faktor terbesar yang menghalangi mereka adalah karakter yang ada dalam diri mereka. Mereka tidak mau menempuh jalan tersebut dengan berbagai alasan yang mereka miliki. Mungkin alasan sibuk, capek, lelah, dan lain sebagainya.
Jika mengamati alasan-alasan yang dikemukakan, sesungguhnya tembok penghalang itu ada dalam diri sendiri. Bukan dari faktor di luar mereka. Rasa malas, mudah menyerah, putus asa, itu semua berada dalam diri sendiri. Dan sesungguhnya, mestinya mereka bisa meniadakannya jika benar- benar mau berusaha. Meskipun itu sudah menjadi karakter dan sulit, pasti masih bisa diubah. Tidak ada yang tidak mungkin, bila mau berusaha dan Allah mengizinkannya.
Berbicara tentang karakter, maka kita juga akan berbicara tentang rangkaian aktivitas yang dilakukan secara kontinu atau istiqomah yang biasa disebut dengan kebiasaan. Dengan kata lain, kebiasaan yang kita lakukan akan mematrikan karakter dalam diri kita. Sedikit demi sedikit, bagai memahat di atas batu, kebiasaan itu akan membentuk karakter.
Hal ini sejalan dengan pendapat Stephen R. Covey dalam bukunya The Seven Habis of Highly Effective People. Menurutnya, pada dasarnya karakter yang kita miliki merupakan gabungan dari kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan. “Our character, basicly, is a composite of our habit“, tulisnya. Selanjutnya Covey menegaskan bahwa pada mulanya memang kitalah yang membentuk kebiasaan, tapi pada akhirnya kebiasaan-kebiasaan itulah yang justru membentuk karakter kita.
Berdasarkan uraian tersebut, keharusan untuk memiliki Kebiasaan-kebiasaan yang baik menemukan urgensinya. Karena karakter dibangun oleh kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan, maka kita harus berhati-hati memilih kebiasaan-kebiasaan yang kita miliki. Karena bila salah dalam memilih kebiasaan, maka karakter yang menjadi pertaruhannya.
Berbicara tentang kebiasaan, sesungguhnya bukan hanya berwujud aktivitas fisik belaka. Namun juga berupa aktivitas nonfisik berupa mental atau cara berpikir. Aktivitas fisik contohnya setiap maghrib rutin membaca Al Quran. Kegiatan ini istiqomah dilaksanakan setiap hari. Ini adalah aktivitas fisik yang bila dilakukan secara terus menerus akan membentuk karakter pelakunya. Dia akan suka membaca Al Quran, mencintai Al Quran, merasa tenteram bila membaca Al Quran, dan akan merasa ada yang kurang bila ia tidak melakukannya.
Sedangkan aktivitas nonfisik berupa pola pikir misalnya, seseorang ingin menjadi seorang dermawan. Maka dia akan mulai untuk bersedekah setiap hari Jumat. Saat hari Jumat, sambil menuju masjid untuk melaksanakan shalat Jumat, dia membawa nasi bungkus untuk pengemis di pinggir jalan. Jika hal tersebut ia lakukan secara konsisten, maka dia akan memiliki jiwa kedermawanan. Ini bisa ditandai dengan adanya rasa yang kurang nyaman bila ia tidak berderma.
Akhirnya, bila seseorang telah memiliki karakter yang kokoh, maka dia telah memiliki modal untuk meraih kesuksesan. Dan sesungguhnya karakter yang terbaik adalah karakter takwa. Sebagaimana firman Allah yang menyatakan bahwa sesungguhnya orang yang paling mulia di antara manusia adalah yang paling bertakwa.
Kontributor: Mohammad Efendi *
Editor: Oki Aryono
*Pendidik di SD Al Hikmah Full Day School Surabaya