Kasus Palestina Dan Ujian Keimanan Pasca Ramadan

Kasus Palestina Dan Ujian Keimanan Pasca Ramadan

Ilustrasi Masjid Al Aqsha berdarah. Art work Zaid Ayasa.

Suaramuslim.net – Mungkin terlalu sederhana mempersangkutpautkan antara kasus yang terjadi di Al Aqsa Palestina atas gempuran tentara Israel dengan keberhasilan puasa Ramadan kita. Namun apabila kita cermati bahwa puasa Ramadan yang berujung pada tercapainya rasa bertakwa menyaratkan nilai keimanan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Tepat di akhir Ramadann dan awal Idulfitri, media sosial di tanah air dan seluruh dunia diramaikan dengan peristiwa kejahatan kemanusiaan yang menggugah rasa kemanusiaan kita, terlebih setelah 30 hari ditempa dengan nilai-nilai keimanan melalui Madrasah Ramadan, yaitu agresi militer Zionis Israel terhadap saudara muslim di Palestina khususnya di Jalur Gaza.

Bahkan mereka menyerang secara brutal hingga ke dalam masjid Al Aqsa, kiblat pertama umat Islam. Menyebabkan ratusan kaum muslimin meninggal sebagai syuhada dan ribuan lainnya termasuk anak-anak yang terluka.

Perbedaan Menyikapi Kasus Palestina

Anehnya, dalam menanggapi peristiwa ini umat Islam khususnya di Indonesia negeri kaum muslimin terbesar dunia terbelah menjadi beberapa bagian.

Ada di antara mereka yang mengutuk keras agresi Israel tersebut, ada yang diam seribu bahasa, ada yang menyalahkan Palestina dan ada pula yang malu-malu mendukung Israel.

Mereka yang mengutuk keras berargumentasi bahwa Palestina adalah negeri kaum muslimin yang di sana terdapat masjid agung Al Aqsa yang wajib dibela, sehingga kelompok ini meramaikan medsos untuk membangunkan kesadaran bersama umat Islam.

Sementara mereka yang diam dan bersikap netral berargumen bahwa konflik yang terjadi adalah bukan konflik agama dan hal itu urusan dalam negeri mereka.

Mereka yang menyalahkan Palestina berargumen karena di Palestina tidak hanya muslim namun ada juga non-muslim dan di sana pula masih ada kelompok yang berseteru yaitu Fatah dan Hamas yang menjadi sebab tidak pernah tercapainya penyelesaian konflik.

Kelompok yang terakhir berargumen bahwa agresi Zionis Israel tersebut adalah untuk memerangi kelompok teroris yang ada di Palestina. Lebih aneh lagi pada sebagian kelompok yang diam tak peduli, mereka berargumen bahwa buat apa jauh-jauh peduli pada Palestina yang nyata-nyata jauh dari tanah air lebih baik berjuang di negara sendiri saja. Sehingga buat apa ramai di medsos, lebih baik ikut kiainya saja (padahal beda level pendekatan antara sang kiai dengan si murid).

Terlepas apapun perdebatan tentang siapa saja dan apa saja yang terlibat dalam pertikaian di Palestina, maka suatu hal pasti bahwa Masjid Al Aqsa yang terletak di Yerusalem Timur, wilayah kota tua.

Masjid Al Aqsa adalah kiblat pertama umat Muslim. Masjid Al Aqsa merupakan kompleks masjid yang terletak di Palestina. Masjid yang sangat diagungkan oleh Islam selain Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah, tempat persinggahan Isra dan Mikraj Nabi Muhammad, serta tempat yang diberkahi oleh Allah.

Sehingga mempertentangkan persoalan Palestina-Israel dalam konteks ini menjadi tidaklah begitu berarti. Terlebih manakala kita membuka sejarah tentang asal mula kedatangan bangsa Yahudi di Palestina hingga kemudian penjajahan bangsa Israel atas bumi Palestina.

Agresi Militer Israel terhadap saudara muslim Palestina menegaskan beberapa hal

Pertama, menjadi barometer ujian keimanan tersendiri bagi kaum muslimin khususnya pasca puasa Ramadan yang mereka kerjakan selama sebulan penuh sebelumnya. Bahwa Madrasah Ramadan mengajarkan seorang muslim untuk menguatkan rasa keimanannya dengan berbagai amaliah di dalamnya dengan tujuan untuk meningkatkan ketakwaan. Sehingga persis di akhir Ramadan, ketakwaan itu diuji oleh Allah. Seakan Allah ingin mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang berpuasa itu memiliki keimanan yang kuat.

Sebagaimana firman Allah:

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ dan mereka tidak diuji?” (Al-Ankabut: 2).

Demikian pula dalam ayat yang lain:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), padahal Allah belum mengetahui orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (At-Taubah: 16).

Boleh jadi peristiwa Palestina di akhir Ramadan ini adalah ujian keimanan bagi kaum muslimin untuk mengetahui siapa di antara mereka yang masih memiliki rasa keimanan. Karena tanda keimanan itu salah satunya adalah kesediaan untuk berjihad atau berpihak pada jihad serta siapa yang didukung untuk dijadikan teman setianya, mujahid atau kafir dan munafiqun?

Kedua, menegaskan akan pentingnya kepedulian terhadap sesama muslim. Inipun juga menjadi salah satu barometer keimanan seseorang. Bahwa seorang yang beriman dan bertakwa (hasil dari puasa Ramadan) adalah memiliki kepedulian yang tinggi pada sesama muslim. Bahkan tidak sedikit dari amaliyah di bulan Ramadan yang mengajarkan tentang kepedulian ini.

Untuk itu tepat di akhir Ramadan, jiwa kepedulian ini langsung diuji Allah. Sehingga barang siapa yang minus kepedulian maka patutlah ia bertanya kembali tentang bagaimana puasa Ramadan yang dikerjakan sebelumnya. Bahkan apabila seseorang minus kepedulian atas saudaranya yang muslim diancam oleh Rasulullah dengan ancamannya.

“Barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka dia bukan dari mereka.” (Ath-Thabrani).

Sekalipun hadis tersebut lemah namun tidak apa dipergunakan sebagai fadhail a’mal. Namun hadis yang serupa terkait kepedulian atas saudara muslim dapat pula kita gunakan hadis berikut:

“Seorang mukmin dengan mukmin lainnya adalah bagaikan bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan lainnya.” (Al-Bukhari).

“Perumpamaan kaum mukminin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka adalah bagaikan satu jasad, apabila satu anggota tubuh sakit maka seluruh badan akan susah tidur dan terasa panas.” (Muslim).

Bahkan argumen yang menyatakan bahwa buat apa jauh-jauh peduli pada peristiwa yang jauh di Palestina, lebih baik berjuang di dalam negeri saja. Argumentasi ini menandakan minusnya kepedulian sekaligus bentuk ketidakpedulian.

Ketiga, menegaskan tanda cinta pada Allah. Cinta itu penuh dengan ujian. Manakala kita cinta Allah sebagai buah dari puasa Ramadan kita. Maka tentu akan lebih mengutamakan orang lain, kepedulian pada saudara muslim dan mendukung jihad mereka, sekalipun dengan cara meramaikan medsos agar kaum muslimin yang lain bersedia peduli dan kemudian bersedia membantu mereka dengan dana dan doa.

Allah menegaskan dalam firman-Nya:

Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At-Taubah: 24).

Wahai saudara muslim, jika kasus Palestina dan agresi militer Zionis Israel terhadap masjid Al Aqsa saja tidak mampu menggetarkan hati untuk turut peduli, lalu dengan cara apa lagi keimananmu akan diuji? Kecuali hanya satu alasan yang dapat diterima yaitu saat ini hatimu sedang bermasalah, antara sakit atau telah mati. Wallahu a’lam.

 

Akhmad Muwafik Saleh
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwir Al Afkar Tlogomas Malang, Dosen FISIP UB, Sekretaris KDK MUI Jawa Timur, Motivator Nasional Bidang Komunikasi Pelayanan Publik, Penulis 16 Buku Best Seller.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment