Suaramuslim.net – Bagi teman-teman yang menempuh studi di jurusan sosiologi, pastilah bersinggungan dengan “Teori elite”. Machiavelli, Vilvredo Pareto, Marx, Keller sampai Harold D Laswell mengulas banyak hal tentang “elite”. Keller seperti dikutip Muhammad Ali Mustofa Kamal dalam Jurnal Harmoni edisi Januari-April 2016, bahwa kaum elite bisa berperan positif dan bisa pula berperan negatif. Ketika mengambil peran positif, kaum elite menjadi penentu kemajuan peradaban suatu masyarakat. Sebaliknya, ketika peran negatif menjadi pilihan, mereka pula yang menghancurkan suatu peradaban.
Jauh sebelum ilmuwan sosiologi dan pakar politik mempopulerkan teori elite. Al Quran menyuguhkan 4 kaum elite yang eksis di era Nabi Musa AS. Pertama, Fir’aun sebagai elite politik. Kedua, Hamman sebagai Teknokrat. Ketiga, Qarun sebagai konglomerat atau yang di Indonesia disebut “Cukong”. Terakhir, Bal’am sebagai kaum agamawan.
Mengapa Nabi Musa belum dipandang sebagai elite? Apakah karena beliau bukan orang kaya dan punya kedudukan mentereng seperti Nabi Daud dan Sulaiman AS. Perlu dipahami, posisi Musa AS adalah buronan Fir’aun. Maklum, usai berkelahi dengan orang Mesir dan matilah orang itu, Musa AS hengkang ke negeri Madyan. “Dan tatkala ia menghadap ke arah negeri Madyan ia berdoa: Mudah-mudahan Rabbku memimpinku ke jalan yang benar.” (QS al-Qashash ayat 22).
Ketika Musa AS sampai di negeri tersebut tanpa pekerjaan dan harta. . Singkat cerita karena pertolongannya kepada dua putri Nabi Syuaib, beliau diberi pekerjaan dan diambil menantu. Sampai awal-awal membangun mahligai rumah tangga, Musa AS masih belum bisa disebut elite. Kapankah beliau menyandang titel seorang elite? Yakni ketika menghadap Fir’aun dan mengritisi kebijakan politiknya. Al Quran mengabadikan kisah pertemuan nabi Musa dan Fir’aun, “Pergilah kepada Firaun; dia benar benar telah melampui batas.” (Surah Thaha ayat 24).
Nabi Musa AS juga berani adu kehebatan melawan para penyihir. Punya power (baca: mukjizat), muncullah pengaruh dan kharisma. Berbekal dua hal inilah Musa AS mampu menggerakkan umatnya menyeberangi laut merah. Berkaca dari gambaran 4 elite dan sosok Musa AS (oposan), jika dihubungkan dengan rezim Orde baru, Fir’aun adalah sang presiden, Hamman tergambar jelas melalui mafia Berkeley, dan jelmaan Qarun di beberapa cukong yang mendapat tender atau proyek penguasa. Adapun sosok Musa AS barangkali Ali Sadikin, Amien Rais, Sri Bintang Pamungkas, dan tokoh lain yang tidak bisa disebut satu per satu.
Pertanyaannya, adakah sosok Musa AS pada zaman sekarang? Dr Anies baswedan, Said Didu, Fahri Hamzah atau Habib Rizieq kah? jika tidak jelas siapa yang berperan menjadi Musa AS, maka suramlah kondisi perekonomian dan beragama umat islam sampai tahun 2023. Wallahua’llam.*
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net