Suaramuslim.net – Pekan ini, Marhaenis Muhammadiyah karya Prof. Abdul Munir Mulkhan menemani waktu senggang saya. Buku ini mengulas varian pengikut Muhammadiyah. Ada MuNas (orang MD yang Pancasilais), Marhaenis Muhammadiyah (MarMud) hingga Muhammadiyah NU (MuNU). Akan tetapi ada satu varian yang luput dari penelitian beliau, yakni Muhammadiyah Ngudud (MuNgud).
Memangnya ngudud itu apa? “Menilik keterangan yang tersurat dalam Babad sengkalan, tarikh awal penghisapan rokok (ngudud) bertepatan dengan mangkatnya Panembahan Senopati, pendiri kerajaan Mataram pada tahun 1601. Dari berbagai catatan kolonial atau data tekstual Jawa. Sejak awal pemerintahan kerajaan Mataram, menghisap rokok tembakau sudah ada di kalangan keraton. Gaya hidup baru yang diperkenalkan dan dijalani oleh orang Eropa sendiri diadopsi oleh warga keraton menjadi gaya hidup bangsawan Jawa. Penguasa tertinggi Mataram, yakni Sultan Agung (1631-1645) tak terkecuali menjadi penghisap berat rokok tembakau.” Tulis Rudy badil dalam buku Kretek jawa (KPG, 2011). Dari penjelasan barusan, bisa dipahami ngudud adalah menghisap rokok.
Jadi, MuNgud adalah orang Muhammadiyah yang gemar menghisab rokok. Merokok saat berada di area Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), bisa pula saat di luar area AUM. Bagaimana pendapat Persyarikatan Muhammadiyah tentang merokok? Sebatas yang saya ketahui, sudah diterbitkan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid No. 6/SM/MTT/III/2010 tentang Hukum Merokok. Merokok dihukumi haram. Selain itu, dalam amar fatwa dinyatakan “Merokok dikategorikan sebagai khabaits dan bertentangan dengan unsur-unsur Maqasid Asy-Syariah”.
Fatwa ini juga berlaku bagi seluruh aktivitas sosial industri rokok, seperti memberikan bantuan dana sosial untuk masyarakat. Termasuk yang dilarang adalah bantuan uang bagi yayasan sosial. “Dana itu haram karena diambil dari barang haram, yaitu rokok. Ibaratnya kalau makan dari barang haram, darah yang mengalir di tubuh kita juga haram,” kata Sudibyo Markus seperti dilansir laman viva.co.id (15 Maret 2010).
Sekiranya masih menjumpai orang Muhammadiyah yang merokok, menandakan fatwa ini tidak digubris. Barangkali di mata kaum MuNgud, fatwa keagamaan “sebatas pintu gerbang”. Istilah ini saya pinjam dari dosen IAIN Ponorogo, Umarwan sutopo. Pintu gerbang madrasah, masjid, rumah sakit bahkan kampus. Di luar area tersebut, kaum MuNgud masih tidak bisa meninggalkan kebiasaan merokok.
Kebiasaan kaum MuNgud ini membuat citra Muhammadiyah sebagai gerakan “pencerahan” ternoda. Karena kebiasaan mereka sama sekali tidak memberi contoh yang baik kepada generasi muda Muhammadiyah. Kebiasaan merokok juga tidak mencerminkan jargon Islam Berkemajuan.
Jika boleh memberi saran, sebaiknya para elite di pengurus ranting, pengurus cabang maupun pengurus wilayah menindak tegas kaum MuNgud. Jangan kalah sama jemaah tarbiyah, Hidayatullah, Wahdah islamiyah dan Hizbut Tahrir. Organisasi ini berani memberhentikan kadernya jika ketahuan merokok. “Sampean sendiri merokok kah?” Jika ada yang bertanya begitu. Tanpa basa-basi saya jawab, “Alhamdulillah. Saya tidak pernah merokok“. Wallahu’allam.
Penulis: Fadh ahmad Arifan
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net