Judul Buku : مَا شَاعَ وَلَمْ يَثْبُتْ فِى السِّيْرَةِ النَّبَوِيَّةِ [ Maa Syaa`a Walam Yatsbut Fi as-Siirah An-Nabawiyyah ]
Kategori : Sejarah
Pengarang : Muhammad bin Abdullah al-`Uusyan
Penerbit : Daar Thaibah Riyaadh
Tebal Buku : 245 Halaman
Suaramuslim.net – Buku ini di cetak oleh penerbit, “Daar Thaibah Li an-Nasyri Wa at-Tauzi`” beralamatkan di Riyadh, Saudi Arabiyah. Pengarang merupakan salah satu syaikh yang berasal dari Riyadh.
Pada pendahuluan buku beliau menuturkan: “Aku tidak bermaksud menulis tentang semua hal yang berkaitan dengan kisah yang lemah yang orang nisbahkan kepada Rasulullah, tapi aku cukupkan pada kisah yang masyhur mengenai sirah nabi tetapi tidak benar dari beliau”.
Tujuan penulis menulis buku ini ialah untuk membersihkan sirah nabi dari hadits lemah sembari menyitir ungkapan Abdullah bin Al-Mubaarak: “Dalam hadits sahih tidak memerlukan hadits dha`if(untuk menjelaskannya)”. Karena itulah penulisan ini merupakan usaha yang apik untuk membebaskan sejarah nabi dari kabar-kabar yang palsu dan lemah.
Secara judul memang belum ada – kalau boleh dikatakan tidak ada – penulis yang mengarang secara khusus mengenai judul di atas. Namun secara subtansial, pendekatan-pendekatan di atas sedikit banyak telah di rintis oleh pengarang-pengarang lainnya. Sebut saja misalkan buku yang berjudul, “Shahih as-Siirah an-Nabawiyah (yang benar dari sirah nabawiyah)” karya Syaikh Muhammad bin Razaq bin Tharhuni yang membahas tentang kisah-kisah sahih saja yang datang mengenai sejarah Rasulullah dan lain sebagainya.
Kalau benar-benar cermat dan jeli, setelah membaca buku di atas kita akan sempai pada kesimpulan bahwa pengarang sangat cerdas dan unik dalam membuat judul dan penyajian tulisan. Biasanya, yang akan dilihat orang ialah sesuatu yang dianggap negatif atau sisi jelek yang ada pada sesuatu. Dengan mengangkat tema, “Yang Tenar Namun Tak Benar dari Kisah Nabi” maka orang akan segera penasaran ingin mengetahui kira-kira apa sih yang tenar tapi tak benar itu. Lain lagi kalau hanya sekadar mengungkapkan sisi positifnya saja mungkin secara naluriah kurang diminati dibanding dengan sisi negatifnya.
Yang perlu dikritisi dari buku di atas ialah kita tidak bisa mengetahui kapan buku itu dicetak; tahun cetak tidak ada; dan hargapun tidak tercantum. Di samping itu tidak ada penjelasan secara spesifik walau hanya sekadar biografi singkat mengenai penulis. Hal ini akan menyulitkan pembaca ketika ingin meneliti lebih jauh mengenai sejarah penulis; riwayat pendidikan; dan kecenderungan penulis.
Di antara kisah yang mayshur tetapi tidak benar secara tinjauan ilmu hadits sebagaimana paparan penulis ialah kisah berikut: Tanggal kelahiran nabi pada umumnya ialah 12 Rabi`ul Awwal namun setelah diteliti ialah 9 Rabi`ul Awwal (Lihat hal: 5); Rasulullah duduk di singgasana kakeknya, Abdul Muthalib waktu kecil (lihat hal: 10); Keikutsertaan beliau dalam perang Fijar (Hal: 16).
Selain itu, Umur Khadijah waktu menikah dengan Rasul ialah 40 tahun, namun riwayat ibnu Abbas mengatakan sekitar 28 tahun (hal: 18); Usaha bunuh diri Rasulullah ketika terputusnya wahyu (hal: 25); Pembatasan dan penentuan dakwah secara sembunyi-sembunyi selama 3 tahun (hal: 29); Ungkapan tenar nabi berupa, “Seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku…,(hal: 30). Itu merupakan di antara sepenggal peristiwa yang dinyatakan lemah melalui pendekatannya yang ilmiah.
Keunggulan buku ini dibanding dengan buku lain yang bertema sama ialah buku ini dari segi judul membuat penasaran orang; dari segi pendekatan analisanya ilmiah dan memakai tinjauan dan perspektif ilmu hadits; khusus membahas peristiwa yang masyhur dan populer saja sehingga tidak membuat orang bosan karena terlalu detail dan mendalam; sarat akan referensi/rujukan, tidak bertele-tele, sangat jelas dan singkat; dan yang terakhir bisa dijadikan rujukan karangan ilmiah.
Kelemahan buku ini ialah di samping kita tidak bisa mengetahui: kapan dicetak, biografi penulis, harga buku; penulis juga tidak menjelaskan solusi secara konkret dan aplikatif mengenai apa yang harus kita lakukan setelah mengetahui bahwa kisah yang masyhur itu lemah? Mungkin lebih gampang menentukan kelemahan suatu riwayat, daripada membuat solusi untuk menghadapinya. Kalau benar-benar diterapkan metode penulis, kita akan bertanya-tanya: bagaimana kita akan mengetahui secara utuh dan detail mengenai kisah Nabi untuk dijadikan suri tauladan jika ternyata kebanyakan hadits yang tertulis mengenai kisahnya itu lemah?
Secara penulisan bahasa, beliau memakai bahasa yang mudah dan gampang dicerna; susunan kalimatnya sistematis dan runut; biasanya memaparkan setiap riwayat atau perkataan ulama yang berkenaan dengan tema kisah yang dibahasnya disertai rujukan sehingga pembaca bisa merujuk ke kitab itu ketika diperlukan merujuk. Akan tetapi penulis tidak membuat kesimpulan tegas di tiap akhir pembahasan kisah. Seolah beliau menginginkan para pembacalah yang menyimpulkan dari berbagai riwayat dan ungkapan ulama berkaitan dengan kisah yang dibahas.