Ketika TNI Dituduh Mencari Panggung  

Ketika TNI Dituduh Mencari Panggung  

Ketika TNI Dituduh Mencari Panggung
Pasukan TNI (Foto: Okezone.com)

Suaramuslim.net – Kalau salam dua jari (simbol dukungan terhadap Prabowo-Sandi) dilakukan oleh masyarakat di berbagai lapisan sudah dianggap sebagai hal biasa, namun ketika hal itu dilakukan oleh para anggota TNI maka telah terjadi sesuatu yang luar biasa. Hal ini tidak lepas dari pandangan bahwa TNI seharusnya menjaga netralitas dalam kancah politik. Namun tindakan TNI yang sedang viral dengan simbol dua jari menunjukkan adanya pergeseran dalam melihat realitas politik.

Sikap dan perilaku anggota TNI ini bisa dipahami sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi bangsa yang sudah berada pada titik nadir ini. Bahkan fenomena berkumpul dan bersatunya para jenderal dalam mendukung pasangan calon nomor dua ini tidak lepas dari adanya visi yang sama dalam menghadapi ancaman negara yang jelas-jelas di depan mata. Alih-alih melakukan perlawanan, rezim ini justru membiarkan dan memberi jalan terhadap pihak yang merusak tatanan di negara ini.

Dari Sweeping Hingga Panggung Politik

Aksi sweeping TNI terhadap buku-buku TNI saat ini sedang disorot. Apa yang dilakukan TNI ini dipandang sebagai upaya untuk mencari panggung untuk kembali berkuasa di kancah politik. Fenomena kembalinya TNI ke panggung politik ini dipandang sebagai bahaya bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. Mereka demikian takut kembalinya TNI yang dianggap sebagai penopang kekuatan rezim Orde Baru, sehingga dengan sekuat tenaga harus dicegah.

Dalam pandangan TNI, ancaman terhadap ideologi negara tidak sedang menjadi perhatian rezim ini. Alih-alih menghadang kekuatan eksternal yang membahayakan ideologi negara tetapi justru memberi sinyal dan membiarkannya untuk merusak ideologi negara Indonesia. Penguasaan aset ekonomi oleh etnis Cina sudah hampir menyeluruh, dan saat ini sedang bergeser dan ingin meraih kekuasaan di bidang politik. Oleh karena itu, Etnis Cina tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengerahkan segala daya dan upayanya untuk mengambil satu langkah lagi, yakni masuk dalam kancah politik.

Sudah tidak ada lagi kekuatan yang bisa diharapkan untuk melakukan penghadangan terhadap kekuatan politik etnis Cina ini, maka TNI melakukan perlawanan dengan mengumpulkan kekuatan secara internal. Munculnya salam dua jari atau bersatunya para jenderal bisa ditafsirkan sebagai tindakan untuk melakukan perlawanan terhadap kekuatan yang sulit dibendung oleh masyarakat biasa. Apa yang dilakukan oleh TNI ini tentu saja mengancam eksistensi kelompok kepentingan yang merasakan kenikmatan dengan rezim ini. Maka mereka mengeluarkan pernyataan dengan mengatakan bahwa TNI sedang berpolitik atau sedang mencari panggung politik.

Tuduhan negatif terhadap TNI, dan membiarkan kekuatan-kekuatan politik yang memberi ruang kepada etnis Cina jelas sebagai tindakan yang bertolak belakang. Betapa tidak, upaya yang dilakukan oleh TNI untuk menyelamatkan negara justru dicurigai sebagai mencari-cari panggung, sementara kekuatan eksternal yang membahayakan negaranya sendiri justru dibiarkan. Tuduhan terhadap TNI ini bukan hanya tidak proporsional tetapi sangat kontraproduktif karena bisa memecah belah kekuatan internal bangsa.

Hadir dan gencarnya perjuangan politik etnis Cina secara terang-terangan, yang ditopang oleh negara Cina, bukannya membuat penopang rezim ini bersatu, tetapi justru membelah kekuatan anak bangsa, dalam hal ini TNI. Dalam tataran empirik, kekuatan internal yang berada di dalam partai politik sendiri, pemerintahan, bukannya menyatukan kekuatan untuk melakukan perlawanan, tetapi justru memberi ruang dan pintu masuk pada kekuatan politik Cina. Penguasaan etnis terhadap aset ekonomi bukannya dilemahkan tetapi justru semakin ditopang dengan memasuki arena politik. Penguasaan aset ekonomi, seperti bidang usaha dan tanah sudah menjadi rahasia umum, tetapi tidak ada kekuatan yang bisa membendung atau menghalanginya.

Ketika TNI hadir untuk melakukan perlawanan justru dicurigai dengan tuduhan-tuduhan yang kurang berdasar. Hanya kekuatan TNI yang bisa diharapkan untuk menyelamatkan bangsa dan negara, di tengah melemah dan diamnya kekuatan yang ada di masyarakat, baik parpol, ormas, maupun LSM lainnya. Masyarakat luas hanya percaya bahwa tinggal TNI lah yang memiliki kekuatan untuk melakukan penyelamatan dari hancurnya negara ini.

Bangkitnya TNI di Tengah Pembungkaman Politik

Pos-pos penting dalam pemerintahan, oleh sebagian besar masyarakat, sudah tidak bisa diharapkan untuk membuat kebijakan dalam menyelamatkan negara ini. Bahkan hampir semua kekuatan yang terorganisir sudah terbungkam, baik di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan organisasi kemasyarakatan.

Begitu ada kekuatan tentara (TNI) yang bangkit dalam merespon dan menyuarakan pentingnya menjaga harga diri bangsa, ada pihak lain yang mencurigai dengan tuduhan-tuduhan negatif. Menyalahkan TNI, dengan menuduhnya ingin cari panggung politik, hanya memiliki dua kemungkinan, yakni sedang melindungi etnis Cina karena memiliki ideologi yang sama, atau mereka sedang mengalami keterancaman dari kekuasaan yang sedang dinikmatinya. Sehingga mereka secara terbuka menggembosi langkah-langkah TNI dalam menyelamatkan bangsa dan negara.

Salam dua jari yang dilakukan TNI dan bersatunya para jenderal TNI bukan semata-mata sebagai simbol dukungan terhadap Prabowo, tetapi sebagai bentuk pembelaan terhadap negara yang terancam, baik secara ekonomi, dan politik. Hal ini tidak lepas dari diamnya kekuatan-kekuatan politik dalam melakukan perlawanan terhadap ideologi yang bertentangan dengan ideologi bangsa.

TNI dipandang sebagai satu-satunya kekuatan terorganisir yang bisa diharapkan menjadi benteng terdepan dalam melawan pesatnya ideologi dan kekuatan Cina. TNI sendiri mengaku bahwa umat Islam merupakan benteng dan pertahanan terakhir bagi bangsa Indonesia. Namun umat Islam merupakan kekuatan sipil yang akan fungsional dan efektif bila ditopang oleh kekuatan yang terorganisir, dalam hal ini TNI.*

Surabaya, 6 Januari 2019

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment