Suaramuslim.net – Suami adalah pelindung sekaligus pemimpin keluarga. Suamilah yang bertanggung jawab atas nafkah bagi anak dan istrinya.
Namun tidak jarang, ada perempuan-perempuan yang telah berkeluarga meniti karier di luar rumah dan memiliki penghasilan. Tidak jarang pula, penghasilan mereka bahkan lebih tinggi daripada suami.
Harta dalam Islam dipandang sebagai sesuatu yang penting, namun bukan segala-galanya. Ada beberapa ibadah yang perlu harta, seperti haji dan berzakat (terutama zakat maal).
Dalam Al-Qur’an, harta disebut sebagai khairan (kebaikan) ketika dikelola dengan baik dan bisa menjadi musibah jika tidak diolah dengan baik.
Dalam Surat Al-Kahf ayat 46, harta dan juga anak-anak disebut sebagai perhiasan dunia.
Ustadzah Choliliyah Thoha, Lc., M.Ag., menyebutkan beberapa hak dan aturan tentang pembagian nafkah rumah tangga.
“Kewajiban laki-laki mencari uang yang halal, dengan cara yang halal pula,”ujarnya dalam program Mozaik Fiqih Muslimah Suara Muslim Radio Network, Kamis (5/8/21).
Dalam Surat An-Nisa ayat 34 tertulis bahwa “… wa bima anfaqu min amwalihim” yakni kewajiban suami ialah memberi nafkah sebagian dari harta mereka.
“Nafkah prioritas yang harus dipenuhi ialah kebutuhan sandang, pangan, dan papan,” imbuh Ustadzah Lia.
Fenomena istri yang berkarier di luar rumah dan bahkan memiliki penghasilan lebih dari suami cukup sering terjadi di Indonesia.
Dalam Islam, sesungguhnya kepemilikan harta ialah hak milik masing-masing. Meski urusan rumah tangga, di luar kewajiban suami memberi nafkah, memang seharusnya harta suami tetap milik suami, begitu juga dengan harta istri tetap milik istri.
Sayangnya banyak yang masih menganggap jika telah berumah tangga, maka harta dijadikan satu.
“Ketika suami istri saling pinjam dan meminta harta (di luar nafkah), maka akadnya harus sesuai dengan tujuan (pinjam tetap pinjam, minta tetap minta) dan sesuai kesepakatan pemilik harta,” paparnya.