Konsultan Politik, Propaganda, dan Pembohongan Publik  

Konsultan Politik, Propaganda, dan Pembohongan Publik  

Survei Median: Elektabilitas Prabowo Semakin Meningkat dibanding Jokowi
Paslon 01 Jokowi-Ma'ruf dan Paslon 02 Prabowo-Sandi (Foto: Reuters)

Suaramuslim.net – Semakin dekatnya Pilpres 2019, rakyat Indonesia disibukkan dengan sanggahan tim sukses (timses) masing-masing calon presiden untuk menangkis isu penggunaan konsultan asing. Adanya isu propaganda dilesatkan untuk menghancurkan reputasi dan moral politik lawan guna menaikkan elektabilitas. Isu propaganda dikaitkan sebagai nasihat konsultan politik.

Kemampuan konsultan politik memang tidak diragukan bisa menaikkan elektabilitas sang kandidat, sehingga memiliki peluang untuk memenangkan pertarungan. Namun, dalam kenyataan empirik, kemampuan konsultan politik itu hanya sebatas memberikan nasihat politik untuk memenangkan pertarungan. Konsultan politik tidak bisa memberikan suntikan moral kepada sang kandidat untuk mewujudkan janji-janji politiknya ketika sudah berkuasa.

Propaganda dan Konsultan Asing

Ramainya perdebatan tentang konsultan asing berawal dari adanya “Propaganda Rusia” yang disampaikan Presiden Jokowi. Jokowi menyatakan bahwa tim Prabowo-Sandi telah melakukan kampanye dengan model propaganda Rusia, yakni dengan mengeluarkan semburan-semburan dusta, semburan berita hoaks. Tentu saja apa yang disampaikan Jokowi ini mengundang reaksi negatif kubu Prabowo-Sandi. Terlebih lagi, sehari kemudian, pihak Rusia melalui kedutaan besarnya menyatakan tidak tahu menahu soal pernyataan yang disampaikan Jokowi tentang propaganda Rusia itu.

Apa yang dikatakan oleh pihak Kedubes Rusia itu tentu saja dianggap oleh kubu Prabowo sebagai sinyal bahwa dirinya tidak menggunakan konsultan politik. Bahkan kubu Prabowo berbalik menyerang bahwa kubu Jokowilah yang menggunakan konsultan politik. Nama Stanley Bernard Greenberg, kemudian dicuatkan dan dianggap telah menopang kemenangan Jokowi di pencalonan sebelumnya ketika Pilpres 2014, dan digunakan hingga saat ini. Namun, sekali lagi pihak Jokowi membantah akan keterlibatan konsultan politik itu.

Akhirnya terjadi berita saling menegasikan adanya keterlibatan konsultan asing. Pihak Jokowi menyatakan bahwa konsultannya adalah asli orang Indonesia dan berbalik menyatakan bahwa isu Stanley ini sebagai strategi pengalihan isu dari Prabowo yang menyerangnya. Sebaliknya pihak Prabowo menunjukkan bukti-bukti empirik adanya keterlibatan konsultan asing itu, dan keberhasilannya mendongkrak dan menaikkan citra Jokowi di Pilpres sebelumnya.

Dikatakan juga bahwa Jokowi yang awalnya tidak memiliki prestasi apa-apa, bisa dicitrakan sedemikian rupa seolah-olah memiliki segudang prestasi. Kepemimpinan yang merakyat diblow-up untuk bisa memberikan harapan mewujudkan Indonesia yang maju dan mandiri. Atas pencitraan itulah Jokowi terpilih menjadi presiden saat Pilpres 2014. Karena keberhasilan konsultan politik handal itu, maka Jokowi menggunakan kembali untuk menjadikannya sebagai presiden untuk kedua kalinya. Meskipun hal ini kemudian dibantah lagi oleh pihak Jokowi dan dianggapnya hoaks.

Begitulah perdebatan dan perseteruan tentang penggunaan konsultan asing menjadi bola panas, dan masing-masing pihak ingin menolak dikatakan menggunakan jasa asing itu. Intinya, penggunaan konsultan politik, untuk memenangkan pertarungan, dinilai memberi kesan buruk bagi masing-masing kubu, sehingga wajar bila keduanya menolak keterlibatan konsultan asing dalam memenangkan pertarungan.

Keterbatasan Konsultan Politik

Saling lempar dan cuci tangan atas penggunaan konsultan asing tidak lepas dari tidak diaturnya hal itu dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu). Dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tak terdapat pasal yang mengatur soal penggunaan konsultan asing, namun hanya mengatur tentang pelarangan penggunaan dana asing dalam kampanye Pemilu di Indonesia. Sehingga hal ini sangat wajar bila kedua Pasangan Calon (Paslon) Presiden-Wakil Presiden membantah bahwa dirinya menggunakan konsultan asing.

Inilah awal kegaduhan yang tidak akan bisa reda. Penggunaan konsultan asing memang tidak bisa dipungkiri memberi manfaat besar bagi calon pemimpin yang ingin berkuasa. Konsultan politik bisa memberi analisis, cara dan langkah untuk menaikkan suara. Dengan masukan-masukan konsultan itu, maka sang calon bisa melakukan langkah-langkah politik untuk memperoleh dukungan dari calon konstituen, dan menaikkan perolehan suara dalam era demokrasi ini.

Dengan tidak diaturnya ke dalam UU tentang pemakaian konsultan asing untuk memenangkan pertarungan, tentu saja sanksinya juga tidak dijelaskan secara terperinci. Namun hanya sanksi moral yang ingin dihindari oleh calon pemimpin. Hal ini karena adanya tuduhan buruk yang dialamatkan pada salah satu calon presiden, sehingga calon presiden yang dituduh menggunakan konsultan asing itu balik menyerang. Penyerangan balik itu dikarenakan seolah-olah yang menyerang itu tidak menggunakan konsultan politik.

Serangan balik itu cukup mengagetkan karena pihak yang menyerang ternyata juga dicurigai menggunakan konsultan asing juga. Hal inilah yang tidak akan menemukan titik temu. Ketika Jokowi menuduh Prabowo menggunakan konsultan asing dengan menyatakan adanya “Propaganda Rusia,” seolah Jokowi bersih dan tidak menggunakan konsultan asing. Padahal jejak digitalnya, kubu Jokowi juga pernah dan sedang menggunakan jasa konsultas asing itu. Apa yang dilakukan konsultan asing, dengan menyebut Stanley B. Greenberg, yang berhasil mendongkrak dan memenangkan Jokowi sebagai presiden saat Pilpres 2014 sulit untuk dihapus jejak digitalnya.

Namun, karena ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak menggunakan konsultan asing, maka tim Jokowi terus mengadakan klarifikasi dan bantahan bahwa tidak benar dirinya menggunakan konsultan asing. Bahkan dirinya berbalik menyerang dan mengatakan bahwa pihak Prabowo juga melakukan hal sama dengan menyewa konsultas asing.

Perdebatan itu tidak akan selesai karena masing-masing pihak menganggap bahwa penggunaan konsultan itu dianggap cacat moral. Sementara nggak bisa dipungkiri bahwa kemenangan harus diraih, dan segala cara ditempuh, termasuk menggunakan konsultan asing. Sebagaimana politik uang yang terlarang dalam penyelenggaraan Pemilu, dan bahkan dilarang penggunaannya. Tetapi dalam praktiknya, politik uang benar-benar dilakukan, dan siapapun akan mengelak melakukan hal itu.*

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment