Masa Tenang

Masa Tenang

Masa Tenang

Suaramuslim.net – Perjalanan panjang yang melelahkan selalu membutuhkan persinggahan. Selalu membutuhkan ruang jeda untuk peristirahatan. Lelah akan menyebabkan ketidak seimbangan bahkan juga bisa menimbulkan kesakitan. Situasi tenang menjadi kebutuhan untuk menenangkan keadaan.

Tenang adalah situasi psikologi yang diciptakan. Tenang tidak saja berkaitan dengan lingkungan, tenang juga ditentukan situasi psikologi seseorang. Misalnya seseorang bisa merasa tenang meski berada di dalam keramaian orang, begitu juga sebaliknya, seseorang bisa merasa gelisah di tengah keheningan, karena diselimuti perasaan yang mencekam.

Situasi tenang bergantung bagaimana kita mampu mengelola kondisi psikologi kita menyikapi sesuatu yang ada di luar. Tenang lebih banyak berkaitan dengan rasa seseorang terhadap sesuatu, rasa itu lebih banyak merujuk pada suasana hati. Sehingga mengelola suasana hati agar tercipta rasa tenang adalah hal mutlak yang dibutuhkan.

Cemas merupakan situasi kebalikan dari situasi tenang. Cemas merujuk pada kondisi kegelisahan yang dirasakan oleh seseorang akibat sesuatu yang ada di luaran. Sebagaimana dengan tenang, cemas juga merupakan situasi psikologi yang dimunculkan seseorang, sehingga cemas juga bergantung suasana hati.

Merawat Situasi Tenang

Situasi tenang bukanlah sesuatu yang “given”, dia harus diupayakan dan diciptakan. Ada dua hal yang mempengaruhi situasi menjadi tenang, yaitu situasi dalam diri sebagai situasi internal dan situasi di luar diri yang disebut sebagai faktor eksternal. Situasi di luar diri lebih banyak dipengaruhi oleh suasana tempat dan suasana orang yang ada di sekitarnya.

Situasi diri dibentuk melalui proses pematangan emosional, seseorang berusaha menjadikan dirinya bisa rileks menerima stimulan dari luar. Kesanggupan menerima stimulan dari luar dan rileks menerimanya, bisa dikategorikan sebagai kemampuan bersyukur. Dalam bersyukur seseorang akan bisa menilai dirinya termasuk apa yang diusahakan dan apa yang akan diterima, sehingga dirinya siap menghadapinya.

Di dalam bersyukur bukan menjadikan orang pasrah, bersyukur sejatinya menunjukkan ketangguhan dan kematangan seseorang. Itulah yang di dalam Al Quran disebut sebagai jiwa yang tenang. “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (Terjemah QS. Al-Fajr: 27-30)

Ketenangan menjadi penguat bagi kesanggupan seseorang menerima sesuatu, meski kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketenangan merupakan sebuah energi kesanggupan menerima kenyataan. Kesanggupan menerima kenyataan dengan selalu berupaya untuk menjadikan yang terbaik, disebut sebagai sikap bersyukur. Apresiasi sikap bersyukur itu diberikan Allah dengan firman-Nya: “Barangsiapa bersyukur, maka Aku (Allah) akan tambah nikmat-Ku, dan barangsiapa mengkufuri, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”.

Menyikapi Faktor Eksternal

Banyak variabel yang menjadi penghambat bagi terwujudnya situasi tenang. Menciptakan situasi tenang berkaitan dengan faktor eksternal adalah dengan kemampuan kita memahami hal-hal yang terjadi. Dengan memahami kita akan bisa memaklumi.

Hal lain yang bisa kita lakukan bersama mereka yang di luar lingkungan diri melakukan kegiatan berinteraksi dan belajar, memahami cara berpikir dan mencoba memasuki alam pikirannya, sehingga mereka bisa bersama dalam merajut ketenangan. Pada tingkat paling ekstrim, menghindari faktor pengganggu ketenangan adalah dengan membangun situasi baru bersama orang-orang yang sepaham, dan meninggalkan adalah pilihan lain.

Semoga bermanfaat!

*Ditulis di Surabaya, 25 Juni 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment