Masihkah Tega Jika Orang Tua Kesepian

Masihkah Tega Jika Orang Tua Kesepian

Masihkah Tega Jika Orang Tua Kesepian

Suaramuslim.net – Tak ada yang bisa membahagiakan orang tua, selain dengan anak yang shalih. Kebahagian orang tua bisa dikala dia masih hidup di dunia maupun hidup di alam kubur bahkan hidup di alam akhirat.

Manakala hidup di dunia dia merasakan kesejukan mata dan dada. Anak yang selama ini dirawat dengan keringat dan air mata mengabdi kepada dirinya. Saat tua renta dan kondisi tubuh tidak sekuat dulu, ada anak yang mendampingi dan rela merawatnya.

Penulis pernah dikeluhkan oleh orang tua yang purnawirawan dan anak-anaknya sukses dan hidup di luar kota. Dia merasakan kesepian karena ditinggal oleh anak-anaknya. Penyesalan terhadap kesuksesan anak juga kadang tidak sebanding dengan kebanggaan. Dan celakanya rasa bangga tidak awet. Mudah kalah dengan rasa sepi.

Adalagi orang tua yang pernah ngecek hapenya ke konter. Apakah hapenya sudah tidak pernah bisa dihubugi lagi. Kata pemilik konter tidak ada yang rusak. Jawaban itu langsung menusuk dihatinya. Kenapa anak-anakku tidak pernah telepon lagi. Pertanyaan seperti ini sungguh miris.

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-sekali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah,”Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. Al Isra: 23-24)

Anak soleh membuat sejuk dan nyaman ketika melintasi tiga alam. Alam kubur seluruh amalan terputus pahalanya. Dan hanya tiga tidak terputus, salah satunya doa anak soleh. Besar kecil atau sering jarang.

Seorang anak mulai menyadari jika saat mereka dewasa mereka menjadi “orang tua” bagi orang tuanya. Ya membimbing, merawat dan menangisinya jika sakit. Hal ini bukan dalam rangka menebus jerih payah orang tua ketika merawat anak-anaknya. Justru sebagai bentuk syarat keselamatan dari anak itu sendiri.

“Dan kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah negkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al Ankabut: 8)

Ayat di atas menggariskan jika orang tua menjadi tujuan sekaligus wadah untuk mencari ridho Allah meski dengan kata “wajib.” Kebaikan yang tidak bisa ditunda atau dilimpahkan kepada selain anak itu sendiri.

Abdullah bin Mas’ud ra berkata: Aku bertanya kepada Nabi Saw,”Amalan apakah yang paling utama?” Nabi Saw menjawab,”Salat pada waktunya.” Aku bertanya lagi,”Kemudia apa?” Nabi menjawab,”Berbakti kepada kedua orang tua.” Kemudia apa? Nabi menjawab,”Jihad di jalan Allah.”

Amalan utama tidak sekadar utama saja. Sebab menjadi amalan utama ini yang membuat lebih penting dan patut untuk dicermati bagi seorang anak.

Berbakti kepada orang tua termasuk amalan hubungan antar manusia. Hablumminannas. Hubungan antar manusia ini yang paling dekat adalah anak dengan orang tua. Begitu dekatnya membuat kewajiban dan haknya, menjadi diharuskan dengan segera.

Kesegeraan ini menjadi titik poin berbakti kepada orang tua menjadi nilai amalannya teranggap utama. Berbeda dengan berbaik kepada kawan atau saudara. Meski sama-sama hubungan antar manusia.

Kesuksesan anak hanya kebanggan sesat bagi anak. Perhatian seorang anak kepada orang tua adalah kesejukan yang tak tergerus oleh waktu. Apakah tidak miris jika ada orang tua berkeinginan untuk tinggal di panti jompo?

Oleh: Muslih Marju
Editor: Oki Aryono

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment