Masjid dan Ziswaf

Masjid dan Ziswaf

Masjid Sebagai Platform Sosial
Ilustrasi pembagian ZIS kepada masyarakat. (Foto: Nabire.net)

Suaramuslim.net – Ketika sebuah masjid meniatkan diri untuk melayani jemaah, maka Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) akan mengalami kontraksi pada kebutuhan sumber daya. Ketika ide dan gagasan program sudah sangat bergemuruh, Dewan Kepengurusan Masjid pastilah mengalami kontraksi pada titik pendanaan program.

Masjid melayani jemaah itu memang perlu sumber daya besar. Bukan sekadar uang, masjid juga membutuhkan infrastruktur untuk memastikan program pelayanan ini berjalan. Ketika masjid ingin menghidupi dan mendidik anak yatim penghafal Al Quran, pastilah masjid membutuhkan asrama, ruang kelas pengajaran hingga sumber daya lainnya.

Solusi dari permasalahan ini sebenarnya ada pada kemampuan masjid membangun lembaga zakat infak sedekah dan wakaf (Ziswaf) yang produktif. Sementara ini masjid hanya mengoptimalisasi infak sebagai satu-satunya kekuatan arus pemasukan, padahal ada dua bagian lagi yang juga harus dioptimalisasi.

Yang pertama adalah zakat.
Yang kedua adalah wakaf.

Zakat adalah instrumen wajib. Ia wajib dibayarkan oleh seorang muslim yang masuk kategori muzakki. Jika syarat nishobnya penuh, maka seorang muslim wajib membayarkan zakat atas hasil usaha/kerja.

Nah, fokus zakat adalah pemberdayaan. Dana zakat bergerak untuk memastikan kehidupan saudara muslim mustahik berada pada level kebutuhan dasar.

Di titik ini, jika seluruh masjid di Indonesia memaksimalkan raihan zakatnya (bekerjasama dengan lembaga zakat profesional), lalu disalurkan ke mustahik sekitar lingkungan masjid, seharusnya tidak ada lagi sahabat muslim yang kesulitan hidup.

Berikutnya adalah wakaf. Padatnya program pelayanan masjid juga menuntut infrastruktur yang memadai. Kebanyakan masjid hanya bergantung pada infak kas masjid dalam program pembangunan fisik masjid. Padahal jika arahnya adalah pembangunan fisik, wakaf adalah instrumennya.

Dengan wakaf, masjid bisa memastikan ketersediaan infrastruktur.

Masjid menerima wakaf rumah warga, rumah tersebut bisa digunakan untuk asrama tahfiz. Rumah tersebut juga bisa digunakan untuk kantor operasional tim manajemen masjid. Karena hampir sebagian besar masjid hanya membangun ruang utama shalat, tanpa membangun ruang untuk manajemen masjid.

Masjid bahkan bisa menerima wakaf lahan produktif, wakaf ruko, yang mana pada fasilitas wakaf tersebut, masjid dipersilakan untuk membangun aktivitas bisnis produktif, hasilnya kembali ke kas masjid sebagai instrumen pemasukan pasif.

Jika zakat dan wakaf dapat bergerak maksimal, maka pemasukan infak masjid dapat berfokus pada operasional program: membayar gaji manajemen masjid, membayar beban listrik dan air masjid, membayar operasional program edukasi taklim yang dihelat.

Inilah semangat yang selayaknya dikembangkan oleh setiap masjid di Indonesia. Mari bangun kekuatan lembaga ZISWAF di setiap masjid yang kita kelola.

Zakatnya untuk pemberdayaan.

Infaknya untuk operasional.

Wakafnya untuk infrastruktur.

Selamat bekerja.**

Risalah Masjid Cahaya
Senin, 7 Januari 2019

Penulis: Rendy Saputra

*Ketua Jejaring Masjid Titik Cahaya
**Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment