Suaramuslim.net – Jika selama ini orang mengira dalam mendidik adalah mahal, memang betul adanya karena dia melibatkan orang lain. Dan orang lain tersebut ingin mendapatkan imbalan dari pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran dalam mendidik anak kita.
Ini wajar-wajar saja dan memang seharusnya begitu. Namun jika sebuah pendidikan telah dikomersilkan maka tidak heran jika pendidikan berkelas hanya akan dinikmati oleh orang yang berduit.
Perbedaan mencolok dengan sebuah pendidikan yang tidak berorientasi pada sebuah mutu dan asal jalan saja karena biaya rendah. Maka hampir bisa dipastikan outputnya juga seadanya.
Anak yang tidak memiliki kemampuan bersaing secara intelektual dan pemikiran. Anak yang sekedar berimajinasi saja tidak mampu.
Solusinya adalah ayah. Ayah terlibat langsung dalam pendidikan anak. Baik setengah, seperempat atau lebih kecil lagi. Sampai unsur paling kecil, ayah ada andil disana. Ini bisa menekan biaya pendidikan yang terus meroket. Biaya les ini dan itu atau biaya ekstra di sekolah. Belum lagi biaya pendukung yang lain seperti referensi dan pengajar tambahan.
Ayah memang dituntut lebih pintar dan cerdas. Minimal setara dengan guru-gurunya. Lebih-lebih lagi cerdas dalam motivasi. Hal ini mempengaruhi keberhasilan anak dalam menguasai pelajaran. Sehingga orang tua bisa ngirit pengeluaran untuk belajar ekstra di luar sana.
Dalam berhitung sekalipuan ayah terlibat. Bagaimana berbahasa yang baik ayah juga terlibat. Ini menandakan hal yang sempurna seorang ayah.
Sangat penting juga anak juga dari rumah, dikenalkan untuk menjadi seorang yang kritis dalam pergaulan atau akademisnya. Ini akan memberikan dampak kepada anak yang bisa diperoleh sikap yang unik. Jadi rumah bisa menjadi tempat diskusi apa yang ada disekolah. Begitu juga jika seorang anak, yang dia sudah cukup umur dan matang, bisa dilibatkan juga dengan permasalahan yang ada dalam pekerjaan orang tua.
Sehingga anak bisa mendapatkan gambaran tentang dunia kerja sejak dini. Dia akan menjadi orang tua yang sangat unik dan tentu saja bisa membahagiakan orang bagi semua yang ada.
Jangan pernah menganggap seorang anak daya intelektual masih rendah ketika masih kanak-kanak. Jika sejak awal sudah tertanam demikian pada ayah, maka tidak heran jika sang anak hanya akan merasa dibayang-bayangi oleh ayahnya sendiri. Begitu ambigu jika ayah menginginkan anaknya berprestasi tapi dia sendiri terafirmasi jika intelektual anaknya belum mampu mengimbangi dirinya sendiri.
Ini sangat sukar bagi anak untuk mendapatkan model prestasi yang membanggakan tanpa ada dukungan yang berarti bagi orang tua. Dan pelatihan ini sudah seharusnya dilakukan sejak dini. Tidak mengapa dalam lingkungan yang ada harus sudah terbentuk hal demikian.
Anggaplah seorang anak yang baru lahir dari rahim ibunya sudah pintar bak cendekiawan atau intelektual. Hanya saja organnya belum siap untuk menampung keintelektualnya sehingga masih terpendam.
Maka ayah yang seharusnya menggalinya. Kemudian mengeluarkan keinteletualan sang anak yang terpendam itu. Tentu saja dalam proses penggalian itu butuh alat dan alatnya adalah pengetahuan. Dan butuh juga semangat. Karena bisa saja galiannya bisa dalam. Penanaman sejak dini mindset ini adalah mutlak penting.
Tidak penting orang tuanya bisa menjadi profesor, ulama atau jendral. Jika kelak keturunannya hanya menjadi manusia kelas dua. Semua akan bernilai percuma. Karena menurunkan kemampuan yang tinggi juga perlu adanya penanaman sejak dini. Memang dalam beberapa kasus, orang tua yang menjadi ulama secara alami anaknya akan mengikuti jejak orang tuanya meski sejak awal sang anak tidak kelihatan bakat keulamaannya. Tapi ini harus diupayakan. Jangan sampai anak macan, yang kebetulan berada di kandang kambing sehingga jadi kambing.
Semua butuh pengorbanan. Akan tetapi jika mau meniliki lebih seksama maka orang yang tumbuh dengan kebijaksanaan dia akan mendapatkan peluang lebih daripada yang tidak menuai kebijaksanaan.
Dalam sekian banyak waktu, apakah ada yang bisa mendapatkan penilaian yang hebat dari orang sekeliling kita secara khusus anak. Anak yang tentu saja menilai dengan baik kepada orang tuanya. Memang raport menjadi orang tua bukan hak ayah dan ibu kita tapi hak anak-anak kita. Sukses kita menjadi orang tua maka yang berhak adalah anak kita.
Pelajari dengan baik apa yang menjadi persoalan menjadi orang tua. Karena orang tua yang tidak berhenti sejenak atau meluangkan waktu sejenak untuk menilik anaknya agar bisa saling kerja sama untuk saling mempelajari. Tidak selamanya orang tua harus superior dari anak. Anak juga bisa menjadi pembimbing orang tua. Dan memang sekarang ini telah terjadi demikian. Bahwa anak yang lebih melek teknologi dia yang akan memberikan “bimbingan” kepada anak. Ini merupakan kewajaran yang sangat. Dan tidak bisa diukur yang mesti untuk dilalui kalau bukan dengan pengertian yang baik antara anak dan orang tua.
Jika selama ini orang tua memberikan kesan yang membimbing cobalah anak memberikan penilaian kepada orang tua apakah selama menjadi orang tua sudah becus. Mengingat anak juga punya hak dalam memberikan penilaian kepada anak. Berbeda dengan orang tua yang selalu arogan dan hanya menang sendiri dan tidak mau mengerti keadaan anak. Ini bisa berbahaya bagi perkembangan mental anak. Dalam kesempatan yang berbeda anak yang selalu menilai orang tua juga tidak pantas, bisa-bisa nilai-nilai kesopanan bisa hilang dan wibawa orang tua bisa turun dimata anak.
Alangkah baiknya jika orang tua mampu menerapkan prinsip keluarga pembelajar. Artinya, mereka saling belajar dan mempelajari antara tiap anggota dalam keluarga. Ini memang dalam perkembangan kasus keluarga yang bisa menerapkan hal ini akan memberikan dampak yang baik bagi keutuhan sebuah keluarga.
Sebenarnya dalam keluarga sendiri, bisa terbentuk sebuah “madrasah” yang menjadikan tiap anggota sebagai murid dan guru. Seorang suami bisa belajar dan mempelajari istrinya dan sebaliknya. Orang tua bisa belajar dan mempelajari anak-anaknya. Ketika saling mengerti ini maka komunikasi akan terjalin dengan baik. Mis komunikasi akan tereliminir dengan baik.
Tidak perlu meragukan akan kesempatan yang ada ini. Setelah berhasil menjadi madrasah dan memperoleh tempat untuk praktek dalam keluarga, kemudian bisa mendapatkan hasil yang maksimal maka agar lebih baik bisa juga diterapkan ketika berhubungan dengan orang lain.
Meski juga harus ada batasan-batasan tertentu. Mempelajari orang lain dalam takaran hamblum-minannas merupakan cara agar metode pergaulan kita bisa menarik. Menarik jika dalam perkembangan selama ini, ada orang yang mau menguntungkan orang lain dan merugikan dirinya sendiri. Dan ini sangat jarang.
Pengorbanan ini tidak lain ada dalam keluarga. Jangan pernah biarkan ada orang yang mampu menggangu kita jika tidak mengerti akan kesungguhan dalam memberikan keuntungan kepada diri orang lain.
Orang yang tidak nampak baik jangankan biarkan dia mempengaruhi anggota keluarga dengan cara memata-matai. Kecil kemungkinan orang yang selalu menunggu dan tidak memberikan kesempatan dalam berbagai aspek maka ini merupakan dampak yang tidak baik bagi orang yang kurang mengerti sampai dimana seharusnya dia memasang. Dalam kesempatan orang yang kurang mengerti ini, kapan bisa mendapatkan tugas yang baik.
Anak belajar dan ayah belajar. Belajar bersama-sama. Anak mempelajari ayah. Ayah mempelajari anak. Jadi orang tua bisa dikatakan bisa lebih berat sebelum menjadi orang tua. Tugas selain mencari penghidupan juga belajar untuk secara terus menerus. Maka benar kata Imam ahmad belajar dari mahdi (ayunan) ila lahdi (kubur). Ayah selalu belajar dan melibatkan anak untuk belajar bersama adalah keluarga yang sukses.
Kesempatan tampil juga diberikan kepada anak. Tampil di depan umum seperti pertemuan pemuda kampung atau masjid. Mendorong mereka untuk aktif di masjid. Tidak menjadi masalah jika kelak anak punya ideologi berbau radikal. Tapi sertakan pengertian kepada orang lain. menghormati orang yang berbeda. Jadi bisa diartikan radikal ke dalam moderat ke luar.
Ayah juga membiasakan keluarga untuk diskusi ketika kumpul makan. Masalah yang ada pada anak dibicarakan. Baik dari kakak maupun adik. Dan tidak masalah jika ayah dan ibu jika ada masalah lemparkan saja dalam forum keluarga. Saran kritik berkembang dan ayah sebagai keluarga jangan anti kritik. Dalam forum ini kedudukan sama. Adik boleh kritik kakak. Anak boleh kritik ayah atau bunda.
Anak singa itu terlahir dari pejantan dan betina singa. Jangan mengharapkan sesuatu yang lebih dari anak sebelum kita mengaca kepada diri sendiri. Mengukur seberapa kemampuan kita kalau diposisi anak. Apakah kita bisa? Hal ini untuk meredam amarah yang ditumpahkan kepada anak. Andai kita sangguppun di masa lalu maka belum tentu akan cocok dengan minat dan kebutuhan anak.
Keterlibatan ayah dalam pendidikan anak, selain dalam meringankan biaya juga dalam rangka mendekatkan diri ayah dengan anak. Sehingga tidak ada jarak. Dan tumbuh keterbukaan dan saling menghargai antara keduanya.
Kontributor: Muslih Marju*
Editor: Oki Aryono
*Guru di SD Inovatif Aisyiyah Kedungwaru dan Anggota LSBO PDM Tulungagung