Suaramuslim.net – Sudah banyak diketahui bahwa Indonesia adalah wilayah yang rawan gempa. Kemarin (Ahad, 29/07/2018) pun terjadi gempa bumi 6,4 SR di Lombok. Dalam buku “Bencana Alam dan Bencana Anthropogene” (Sukandarrumidi, 2010: 27) disebutkan bahwa “Wilayah Indonesia berlokasi di kawasan yang rawan gempa. Indonesia terletak pada lajur sumber gempa yang membentang sepanjang tidak kurang dan 5.600 km.” Maka sudah seyogianya -selain antisipasi sejak dini- fenomena alam ini mesti diambil hikmahnya.
Hikmah di balik terjadinya gempa
- Gempa sebagai media untuk intropeksi diri.
Segala yang terjadi di alam -menurut paradigma agama Islam- pada dasarnya adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang perlu dijadikan sebagai media untuk mengintrospeksi diri.Imam Ahmad meriwayatkan dari Shafiyah bahwa pernah terjadi gempa di Madinah pada zaman Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu. Beliau pun berceramah yang mengandung bahan introspeksi bagi umat Islam kala itu. Bisa jadi -kata Umar- gempa bumi terjadi akibat perbuatan maksiat yang dilakukan.
Imam Ibnu Al-Qayyim dalam “al-Jawaab al-Kaafi” (1418: 47) menandaskan bahwa terjadinya gempa hanyalah ketika maksiat dilakukan. Maka, tanda-tanda dari Allah ini perlu untuk dijadikan evaluasi diri.
- Momentum untuk bertaubat kepada Allah.
Jika umat menginsafi diri dan merasa masih banyak kemaksiatan yang dilakukan, maka gempa bumi sebagai peringatan untuk segera bertaubat kepada Allah Subhanahu wata’ala.Menurut riwayat Ibnu Abi Syaibah, pernah terjadi gempa di masa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Melihat peristiwa itu beliau menganjurkan umatnya untuk kembali (bertaubat) kepada Allah.
Pada Surah Al-A’raf ayat 155 disebutkan bahwa saat Musa ‘Alaihissalam memilih 70 orang dari kaumnya untuk bertaubat; dan saat mereka ditimpa gempa bumi, maka yang dilakukan Nabi Musa ‘Alahissalam segera mengingat Allah dan bertaubat kepada-Nya.
Imam Thabari dalam tafsirnya “Jaami’ al-Bayaan” (1420: 17/478) mengatakan bahwa terjadinya bencana supaya manusia mau untuk mengambil pelajaran, mengingat Allah dan kembali kepada-Nya. Pada zaman Ibnu Mas’ud, di Kufah pernah terjadi gempa. Maka seketika itu juga Ibnu Mas’ud menyerukan agar orang-orang kembali (bertaubat) kepada Allah Subhanahu wata’ala.
- Sebagai pemantik diri untuk memperbanyak amal
Salahsatunya seperti: sedekah. Ibnu Qayyim Rahimahullah dalam “al-Jawaab al-Kaafi” (47) menyebutkan bahwa pernah terjadi gempa di masa Umar bin Abdul Aziz. Beliau pun menulis surat ke berbagai negeri kekuasaannya agar -di samping taubat- agar bersedekah dan mengingat Allah.Beliau berlandaskan pada ayat, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) [14] dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang [15]” (QS. Al-A’la [87]: 14, 15)
- Sarana efektif untuk mempertebal keimanan dan menjauhkan diri dari mendustakan ayat-ayat Allah.
Kaum Nabi Syu’aib ‘Alahissalam sebagaimana termaktub dalam surah Al-A’rah ayat 78 dan 91 dan Al-Ankabut ayat 37 menunjukkan bahwa mereka disiksa oleh Allah di antara sebabnya adalah ada masalah serius pada keimanan mereka dan mereka mendustakan ayat-ayat Allah Subhanahu wata’ala. - Sebagai media paling jitu untuk mengingat terjadinya hari kiamat. Dunia dengan berbagai keindahannya pada akhirnya akan hancur ketika kiamat tiba. Surah Al-Zalzalah ayat 1-8 adalah gambaran penting terjadinya kiamat dengan gempa maha dahsyat. Pada saat itu manusia panik, ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa.
Menariknya, di akhir ayat kejadian kiamat yang ditandai dengan gempa yang begitu dahsyat ini semestinya membuat orang -di samping ingat kiamat– mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Orang yang beramal kebaikan akan menjumpai kebaikannya di akhirat dan yang berbuat keburukan, akan menjumpainya juga di akhirat walau sekecil apapun.
Menurut riwayat Bukhari, kiamat tidak akan terjadi sebelum terjadi salah satunya tanda ini:
وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ
“Dan banyak terjadi gempat”. Dengan demikian, maka gempa yang terjadi sebagai sarana untuk mengingat kiamat sehingga bisa mempersiapkannya dengan baik.
Jadi, hikmah di balik gempa di antaranya untuk media introspeksi diri, momentum untuk bertaubat kepada Allah, pemantik kesadaran untuk memperbanyak sedekah, sarana efektif untuk mempertebal keimanan dan media paling jitu untuk mengingat kiamat sekaligus mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Kontributor: Mahmud Budi Setiawan
Editor: Oki Aryono