Membaca Kebutuhan Jemaah Masjid

Membaca Kebutuhan Jemaah Masjid

Suaramuslim.net – Ada pertanyaan yang hadir melalui admin grup aktivis masjid. Bagaimana caranya agar jemaah masjid banyak. Shalat fardhu di masjid bershaf-shaf. Bahkan beberapa DKM memimpikan shalat Subuh berjemaah seramai shalat Jumat. Itu memang ukuran kebangkitan umat.

Beberapa anggota grup Aktivis Masjid JMTC juga mendorong lahirnya tulisan tentang bagaimana meningkatkan jumlah jemaah. Nampaknya hal ini adalah kegelisahan banyak masjid. Tulisan kali ini akan membahas hal tersebut. Semoga bermanfaat.

Masjid Ramah Jemaah

Shalat fardhu berjemaah di masjid adalah kewajiban bagi pria muslim. Tidak ada perdebatan mendalam pada masalah ini. Dalil syariatnya tersedia dalam berbagai riwayat. Sudah masuk pada kaidah jumhur ulama. Kesepakatan ulama. Shalat berjemaah di masjid wajib bagi pria muslim.

Hadisnya sangat banyak. Dalil syariatnya tersedia. Pertanyaannya menjadi sederhana, sudahkah hal tersebut diedukasi ke tubuh umat? Jika sudah, mengapa umat tidak bergerak?

Saya percaya dan yakin bahwa edukasi dan syiar tentang shalat berjemaah sudah gencar dilakukan. Memang masalahnya kemudian ada pada sebagian besar hati kaum muslimin: percaya sama syariat saja masih belum penuh, yakin bahwa melaksanakan sunnah akan mendapatkan kebaikan pun masih ragu.

Maka masalahnya ada pada tahapan dakwah pada kaum muslimin. Bagaimana caranya terbangun dulu komunikasi di awal-awal. Bagaimana masjid menjadi entitas yang menyejukkan bagi jamaah, barulah setelah itu bergerak mengajak jamaah untuk selalu shalat berjamaah pada shalat fardhu.

Apa Pintu Awal Jemaah Masuk Masjid?

Ijinkan saya bercerita tentang pengalaman berkegiatan di sebuah masjid. Beberapa bulan yang lalu saya diundang oleh sebuah masjid di kompleks pertambangan. Daerah remote. Harus naik pesawat baling-baling twin otter dari Bandara Ternate. Lanjut lagi naik darat. Tambang emas.

Program masjid ini unik, saya diminta berbicara tentang entrepreneurship, tentang kecerdasan finansial, tentang membaca market. Pertama kali dalam hidup saya, ngajarin bisnis di dalam masjid. Halal. Karena memang tidak berjualan. Bentuknya taklim entrpreneur.

Setibanya saya di Jakarta, Saya chat dengan panitia masjid yang mengundang waktu itu. Ada hal menggembirakan yang saya dengar.

“Alhamdulillah Kang, pas kemarin acara pelatihan di masjid, yang gak pernah ke masjid jadi datang. Sekarang malah terus-terusan datang berjemaah. Jadi akrab. Alhamdulillah jadi pintu masuk.”

Kejadian ini membuat saya sadar, bahwa kaum muslimin membutuhkan pintu masuk agar dekat ke masjid. Bisa jadi pintu masuknya pelatihan bisnis gratis, bisa jadi pintu masuknya seminar pra nikah di masjid, bisa jadi pintu masuknya konseling pernikahan yang masjid sediakan. Setelah melangkah masuk ke pintu masuk, barulah kita bisa berbicara banyak hal. Insyaallah dakwah mengajak shalat ke masjid bisa efektif.

Pahami Demografi Jemaah

Kisah di atas menggambarkan adanya relasi antara program masjid dan jemaah masjid sebagai market. Jemaah pekerja tambang membutuhkan pengetahuan bisnis yang baik. Industri tambang naik turun. Pengurangan menjadi budaya. Harga komoditas tambang tidak stabil. Apalagi isu energi bersih terbarukan. Maka pelatihan bisnis menjadi kebutuhan. Ketika masjid menyediakan pelatihan bisnis gratis, jemaah cocok.

Maka perlu bagi DKM memahami demografi jemaah. Siapa segmen terbesar dari masjid tersebut? Apa profesinya?
Apa yang sekiranya mereka butuhkan?

Membaca kebutuhan jemaah masjid
Demografi penduduk Indonesia

Pada tulisan ini, saya lampirkan grafik demografi di Indonesia. Anda bisa melihat secara gamblang bahwa populasi usia di atas 55 tahun hanya berada pada kisaran 30 juta orang dari 260 juta populasi.

Jika populasi usia 0 sd 10 tahun berada pada 50 juta populasi, maka total usia 10 sd 55 tahun akan berada pada 170 juta populasi. Dengan asumsi, anak 10 tahun sudah seharusnya dibiasakan ke masjid.

Pada data tersebut, kita akhirnya menyadari bahwa jemaah utama yang harus dikelola oleh masjid adalah generasi produktif. Generasi milenial. Di sanalah kita harus memusatkan perhatian.

Penulis: Rendy Saputra*

*Ketua Jejaring Masjid Titik Cahaya

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment