Merenda Interaksi Sosial yang “I Am Ok, You Are Ok”

Merenda Interaksi Sosial yang “I Am Ok, You Are Ok”

Merenda Interaksi Sosial Yang membahagiakan

Suaramuslim.net – Senin ini, 5 Maret 2018 saya berinteraksi dengan beberapa mahasiswa yang berbeda kelas. Tentu saja saya menghadapi beberapa persoalan berkaitan dengan latar belakang mahasiswa yang berbeda, sehingga membutuhkan keterampilan mengelola interaksi.

Saya merasakan sesuatu yang berbeda, ketika ada salah seorang mahasiswa  mengeksplorasi persoalan berkaitan dengan “jalan berlubang”, terasa sekali kepiawaian dia membuat jembatan penghubung persoalan, sehingga terasa kaya sekali eksplorasinya.

Kemampuan membuat jembatan penghubung sebagai sebuah pemetaan merupakan kunci bagaimana kita memahami rangkaian-rangkaian yang langsung terhadap penyebab masalah maupun solusi terhadap masalah. Errick Berne menyebutnya sebagai gaya berinteraksi dengan I am ok, you are ok.

“I am ok, You are ok” adalah sebuah gambaran terjadi situasi yang menyenangkan antar berbagai pihak dalam melakukan interaksi sosial. Tidak ada yang merasa dikalahkan. Karena semua menjadi saling melengkapi dan saling membutuhkan. Terjadi hubungan yang egaliter dan tentu menjaga kesantunan dalam bersikap dan bertutur.

Nah itulah yang dalam kurikulum pendidikan disebut sebagai kecerdasan kompetensi.

Pendidikan merupakan ladang tempat berlatihnya anak didik mengembangkan kompetensi. Sehingga pendidikan merupakan tempat melakukan pembiasaan.

Freud menggambarkannya sebagai penanaman aktifitas ke dalam alam bawah sadar. Penanaman kebiasaan ke alam bawah sadar akan menstimulan secara reflek sesuatu yang harus dilakukan ketika seseorang menjumpai peristiwa yang sama atau hampir sama. Pavlov menyebutnya sebagai “conditioning”.

Akankah sebuah kebiasaan baik bisa diajarkan oleh mereka yang tidak terbiasa membangun pembiasaan kebaikan? Akankah sebuah kecerdasan berinteraksi yang egaliter diajarkan oleh mereka yang tidak egaliter dan cenderung feodal? Dan akan banyak pertanyaan yang intinya harus ada kesesuaian perilaku antara yang diajarkan dengan siapa yang mengajarkan.

Guru dalam pendidikan merupakan tauladan, dalam bahasa jawa merupakan terminologi “digugu lan ditiru”.

Begitu juga orang tua, merupakan tauladan bagi anak-anaknya. Sehingga bagi kita sebagai guru dan orang tua dituntut untuk berupaya melakukan pembiasaan diri dalam bertutur dan bersikap sebaik mungkin. Bukankah buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya.

Anak-anak yang dididik dengan cara yang penuh kasih sayang akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri, begitulah rumus perilaku.

Pendekatan kasih sayang di dalamnya mengandung kepercayaan dan pemahaman terhadap karakter dan keunikan yang dimiliki anak-anak.

Terus belajar dan merasa diri selalu membutuhkan merupakan kunci menuju kesempurnaan, karena disadari kita selalu dalam salah dan dosa.

“Sesungguhnya Aku ciptakan manusia dalam keadaan sempurna, namun sayangnya manusia mempunyai kecenderungan hina, kecuali mereka yang beriman dan mengerjakan kebaikan, maka mereka akan mendapatkan manfaat yang tidak ada putus putusnya” (QS. At Tin: 4-6)

Mari kita belajar membangun interaksi yang saling membahagiakan, interaksi “I am ok, You are ok”.

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment