Membuka Kotak Pandora Korupsi di Kemenag

Membuka Kotak Pandora Korupsi di Kemenag

Membuka Kotak Pandora Korupsi di Kemenag
Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy saat akan ditahan KPK, Jumat pekan lalu. (Foto: Jawapos)

Suaramuslim.net – Beberapa hari ini berbagai media sosial meliput berita korupsi di kementerian agama. Hal ini menyusul adanya operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Romahurmuziy (Romy). Apa yang dilakukan Romy menyeret Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin) sehingga KPK menggeledah ruangannya, dan berhasil menemukan rupiah dan dolar senilai ratusan juta rupiah.

Kalau Romy disangka sebagai makelar jabatan di lingkungan Kemenag, sementara LHS dianggap memfasilitasi dan memberi ruang bagi Romy untuk melakukan tindakannya itu. Keterlibatan dua orang penting ini bukan hanya menampar institusi Islam tetapi menghancurkannya, sehingga publik menilai negatif institusi ini. Yang lebih tragis lagi, peran Romy bisa masuk ke Perguruan Tinggi Islam hingga bisa mengatur dan menentukan rektor sesuai dengan kepentingannya.

Kemenag dan Jual beli Jabatan 

Apa yang dilakukan KPK berhasil membuka borok di Kemenag, di mana seorang Romy bisa memiliki kekuasaan melebihi kekuasaan selevel menteri. Romy berkuasa mengatur posisi dan jabatan mulai dari Kepala Kantor Wilayah di tingkat provinsi hingga kabupaten. Oleh karena itu, OTT oleh KPK ini benar-benar menunjukkan bahwa telah terjadi praktik korupsi di sebuah institusi agama.

Kasus ini terungkap bermula dari pelantikan Haris Hasanudin, sebagai kepala Kantor Kemenag Jawa Timur, dan Muafaq Wirahadi, sebagai kepala kantor Kemenag kabupaten Gresik. Kronologisnya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sudah merekomendasi bahwa Haris tidak layak menduduki jabatan itu, karena ada kasus yang menimpa dirinya. Ketika tim seleksi mengusulkan daftar nama sebagai kepala kantor kemenag, tidak ada nama Haris. Tetapi menteri agama justru melantik Haris.

Setelah ditelusuri, ternyata Haris memiliki hubungan khusus dengan Romy, sehingga dia berhasil meraih jabatan itu. Hal itu dibuktikan dengan adanya setoran dana senilai 250 juta rupiah dari Haris kepada Romy.

Keberhasilan Haris itu mengilhami Muafaq Wirahadi untuk mewujudkan keinginan untuk menjadi kepala kantor kemenag kabupaten Gresik. Dia mendekati Haris guna meloloskan dirinya dalam memangku jabatan di kabupaten Gresik itu. Maka terjadilah transaksi dan dana mengalir senilai 50 juta kepada Romy.

Dua kejadian ini benar-benar membuka mata publik bahwa telah terjadi praktik korupsi di lingkungan Kemenag. Sebagai institusi berbasis agama, PPP dan Kemenag seharusnya menjadi motor sekaligus teladan dalam membantu negara untuk membersihkan aparaturnya dari kasus tindak korupsi ini. Mereka justru terlibat dalam praktik ini, sehingga bukan hanya merusak institusi kelembagaan tetapi merusak tatanan negara.

Bahkan setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata keterlibatan Romy dalam mengatur jabatan bukan hanya di kantor Kemenag, tetapi juga terjadi dalam menentukan rektor. Hampir sama modusnya, penentuan rektor juga diatur sesuai dengan kepentingan dan arahan Romy. Calon rektor yang diusulkan oleh tim seleksi, berupa 3 nama, diusulkan kepada menteri agama. Namun yang dilantik justru seseorang yang tidak masuk dalam daftar nama itu. Hal ini terjadi di berbagai tempat. Semua ini terjadi karena peran Romy yang melibatkan menteri agama, sehingga terjadi kekisruhan ini.

Momentum Menjaga Marah Kemenag

Kasus yang menimpa Kemenag, disadari atau tidak, menjadi pukulan berat bagi institusi agama ini. Ketiadaan independensi dan integritas dari Menteri Agama telah menjadi catatan penting. Dikatakan tidak adanya independensi karena LHS tidak memiliki kemandirian dalam menentukan para pejabat yang berada di bawah kepemimpinannya. Dikatakan tidak memiliki integritas karena dia membiarkan orang lain mengacak-acak posisi yang seharusnya menjadi wewenangnya. Tak sepantasnya Romy memasuki wilayahnya sedemikian bebas dan mengatur posisi dan jabatan yang menjadi tanggung jawabnya.

Langkah Romy semakin kebablasan ketika bisa mengatur dan menentukan jabatan rektor. Jabatan rektor merupakan wilayah akademik yang beresiko besar bila ada campur tangan politik. Tetapi rambu-rambu ini tidak digubris oleh Romy dan LHS tidak memiliki kekuasaan untuk menghentikan. Campur tangan politisi dalam menentukan jabatan di lingkungan kampus benar-benar menghancurkan nilai-nilai akademis.

Kantor Kementerian agama seharusnya memiliki wewenang penuh dalam merumuskan kriteria sekaligus mekanisme menentukan seseorang untuk menduduki jabatan, tetapi kenyataannya hal itu terabaikan dan dikalahkan oleh kepentingan politik sesaat. Oleh karena itu pantas apabila KPK mengaitkan Menteri Agama dalam praktek korupsi itu. Karena Romy merupakan orang luar yang tidak memiliki wewenang langsung dalam mengatur posisi jabatan itu.

Sejarah sudah mencatat dua Menteri Agama sebelumnya, Aqil Al-Munawar dan Surya Dharma Ali, telah merasakan sebagai pesakitan di balik jeruji besi karena kasus korupsi. Bilamana LHS terbukti terlibat dalam persengkongkolan ini, maka dia akan mengikuti jejak dua pendahulunya. Ketidakberdayaannya dalam menghadapi intervensi Romy dalam mengobok-obok wilayahnya merupakan kesalahan besarnya.

Bila KPK berhasil mengembangkan penyelidikannya dan berhasil membongkar keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam merusak Kemenag, maka diharapkan bisa memperbaiki performa kemenag sebagai institusi keagamaan. Hal ini akan mengembalikan marwah kemenag dalam mengawal perubahan yang lebih baik, sehingga opini masyarakat kembali pulih dan memiliki harapan besar pada kemenag.*

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment