Menata Hati Di Tengah Guncangan Pandemi

Menata Hati Di Tengah Guncangan Pandemi

Artikel ini disarikan dari program Mozaik Suara Muslim Radio Network.

Suaramuslim.net – Hari-hari belakangan ini berita duka datang silih berganti. Sedih, cemas, tidak dapat dipungkiri.

Tidak dapat disangkal juga bahwa saat ini kita berada di tahun-tahun saat bumi sedang diguncang habis-habisan. Tidak hanya guncangan imunitas tubuh, tapi juga guncangan seperti gelombang PHK, tutupnya usaha besar akibat krisis, belum lagi bencana alam yang terus datang.

“Menghadapi hal yang seperti ini tentu kita butuh untuk menata hati,” kata Bunda Asteria R Saroinsong dalam program Mozaik Radio Suara Muslim Surabaya pada Selasa, (6/7/21).

Menata memiliki arti merapikan kembali apa-apa yang tidak sesuai pada tempatnya. Demikian pula dengan hati, karena yang namanya hati sangat mudah terombang ambing.

Apalagi di masa pandemi sekarang ini. Dengan adanya berita-berita yang bisa menimbulkan emosi negatif, hal itu bisa memengaruhi pikiran dan perilaku kita. Sehingga harus ditata kembali perasaan yang tidak karuan itu.

Guncangan dalam kehidupan itu banyak sekali jenisnya, dan memang bersifat subyektif. Artinya, dengan peristiwa yang sama, tetapi bisa jadi setiap orang yang menerima guncangan tersebut memilki kecemasan yang berbeda-beda.

Ada yang menganggap biasa saja, tetapi ada juga yang menerima peristiwa tersebut sebagai guncangan yang luar biasa.

Sumber guncangan setiap orang pun juga berbeda-beda. Ada yang memiliki guncangan karena penyakit, karena hubungan pertemanan, hubungan dengan pasangan, ataupun masalah pekerjaan.

Ketika seseorang mengalami peristiwa guncangan, imbuh Bunda Asteria, pastinya kaget adalah respons yang pertama kali dirasakan, kemudian akan timbul stress, dan lama-lama dapat menyebabkan kecemasan.

Sebenarnya kecemasan itu adalah hal yang wajar. Kita sebagai manusia, ketika diberi tekanan akan timbul rasa cemas. Dan cemas inilah yang menjadi alarm bagi diri kita bahwa ada sesuatu yang tidak semestinya.

“Alarm inilah yang membuat manusia berpikir apa yang harus dilakukan, dan mencari solusi supaya bisa bertahan dari guncangan tersebut,” jelasnya.

Kita harus mengenali sejauh mana kecemasan yang kita alami agar bisa tahu harus berbuat apa. Kalau kita membiarkan diri terus menerus dalam kecemasan, hal itu akan mempengaruhi kualitas hidup.

Hal pertama yang bisa kita lakukan saat merasa cemas adalah dengan mengambil napas perlahan, lalu buang kecemasan tersebut melalui mulut sambil mengontrol pikiran agar semakin rileks.

Kemudian kuatkan diri secara spiritual dengan mendekatkan diri kepada Allah, seperti berzikir dan berdoa. Doa adalah salah satu hal yang paling ampuh untuk menyembuhkan rasa cemas kita.

Ketika rasa cemas itu masih menyelimuti, hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan  menuliskan hal-hal yang membuat kita cemas, setelah itu urutkan mana yang paling membuat cemas.

Ketika kita sudah bisa mengkategorikan kecemasan mana yang lebih dominan, hal tersebut bisa memudahkan kita untuk menenangkan hati dan mencari solusinya.

Dalam upaya menata hati agar tidak diliputi kecemasan tentu perlu adanya kebiasaan yang baik pula. Seperti selalu berkomunikasi dengan Allah, rutin berolahraga, dan mengatur aktivitas agar selalu berada dalam lingkungan yang positif.

Jika diistilahkan sebuah gelas, kemudian gelas tersebut diisi terus menerus hingga tumpah dan air yang seharusnya bisa kita minum menjadi terbuang sia-sia. Sama halnya dengan emosi kita. Jika emosi selalu kita tumpuk dengan hal-hal negatif, lama-lama emosi itu akan tumpah dan tidak mampu untuk mengelola perasaan.

“Menata hati memang tidak mudah. Selama kita masih hidup, kita akan terus menerus harus belajar menata hati,” tutur Psikolog di Layanan Psikologi Bijaksana ini.

Ini bukan hanya menyangkut hubungan sesama manusia, tapi juga hubungan dengan Allah. Sehingga kita semua harus berikhtiar, tapi harus tetap kembalikan semua hasil kepada Allah, karena ketika Allah mempercayakan suatu hal kepada manusia, pasti di situ juga Allah akan memberi kemudahan untuk melewatinya.

Kontributor: Sarah Syahida
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment