Mengenal Paradoks Solomon Dalam Diri Kita

Mengenal Paradoks Solomon Dalam Diri Kita

Artikel ini disarikan dari program Mozaik Suara Muslim Radio Network.

Suaramuslim.net – Paradoks Solomon memiliki arti kecenderungan ketika melihat masalah orang lain, kita bisa lebih rasional, yang tidak menjadi pusat perhatian kita, kita akan bisa lebih semangat memberi jalan keluar, seolah-seolah kita bisa melakukan hal tersebut. Padahal sebenarnya jika diterapkan pada diri sendiri belum tentu kita bisa melakukannya.

Saat kita sedang ada masalah, teman-teman akan berlomba-lomba untuk memberi jalan keluar, bagaimana jika itu terjadi pada diri kita?

“Kita harus hati-hati ketika memberikan nasihat atau jalan keluar. Niatnya pun harus tulus,” ujar Psikolog Meutia Ananda dalam program Mozaik Radio Suara Muslim Surabaya 93.8 FM, Sabtu (3/7/21).

Bagaimana mengatur perasaan, untuk bisa mengobati diri sendiri?

Pertama kita harus tenang, emosi harus terkontrol, berpikir positif, dan jauhilah sumber-sumber yang membawa kepanikan.

“Manusia butuh untuk bisa menyalurkan perasaannya, dan pilihlah orang yang tepat dan cara yang tepat. Seperti ke suami, ataupun sahabat yang sudah dekat. Hal itu dapat mengurangi kepanikan kita,” imbuh dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini.

Apa efeknya bila Paradoks Solomon ini tidak bisa dihentikan?

Jika Paradoks Solomon terus dipelihara dia akan melihat segala sesuatu dengan subyektif, merasa seakan-akan dia yang paling benar, bisa menguasai segala keadaaan dan hal itu sangat berbahaya jika tidak segera dihentikan.

“Memiliki Paradoks Solomon juga akan berpengaruh pada eksternal. Gurat wajah dan auranya seakan-akan angkuh dan orang-orang akan menjauh karena merasa tidak nyaman dengan hadirnya,” jelas Meutia.

Kemudian efek dari faktor internal, dia tidak bisa mengendalikan emosinya, kesadaran dirinya rendah, mudah menilai orang lain, dan mudah membandingkan orang lain dengan dirinya. Pada saat ia terbiasa melakukan itu, maka ia tidak akan puas akan kehidupannya.

Kita ini memang makhluk sosial, dan dalam diri kita ada bagian yang memproduksi emosi. Saat kita mengalami masalah, mengapa kita sendiri seakan tidak bisa mengatasinya? Itu karena emosi kita sedang tidak stabil dan tidak bisa berpikir rasional karena terpengaruh oleh emosi.

Kita punya pengendalian diri untuk menilai orang lain, dalam Islam pun kita tidak diperbolehkan untuk menindas, ataupun meremehkan orang lain. Sudah diatur sedemikian rupa oleh agama Islam, bagaimana agar kita bisa mengendalikan diri. Seperti berpuasa contohnya.

Kita diberi kemampuan untuk berpikir rasional, kita tidak bisa melihat diri kita dari semua sudut pandang. Untuk melihat leher saja harus membutuhkan cermin.

“Oleh karena itu, kita harus membuka diri terhadap kritik dan saran dari orang lain tanpa rasa baper. Dengan memahami kelemahan diri dan bisa mengendalikan diri dalam memberi masukan, otomatis kita akan memberikan efek positif pula pada orang lain,” tutupnya.

Kontributor: Sarah Syahida
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment