Mencipta Jiwa Berkolaborasi dan Inovasi

Mencipta Jiwa Berkolaborasi dan Inovasi

Mencipta Jiwa Berkolaborasi dan Inovasi

Suaramuslim.net – Satu hal yang menjadi pertanyaan, lebih mudah mana mengerjakan sebuah pekerjaan sendirisendiri dengan mengerjakan bersama-sama? Sama halnya dalam sebuah pekerjaan, lebih cepat mana bekerja dalam sebuah sistem yang ada dengan mengorganisir banyak kekuatan atau secara sendiri-sendiri?

Dalam general education setiap orang diharapkan mampu menjadi bagian dari orang lain dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Setiap orang yang terlibat dalam sistem kerja tersebut merupakan bagian penting yang tak boleh diabaikan. Ibaratnya sebuah motor, semua komponen yang ada tak boleh dipandang sebelah mata, semua harus diperlakukan penting.

Zaman semakin bergerak dan berubah kencang, sementara daya pikir manusia tidak secepat perubahan zaman, sehingga dibutuhkan sebuah cara untuk bisa bertahan dalam perubahan yang serba cepat ini. Manusia butuh melakukan inovasi. Inovasi tidak hanya boleh dipahami dalam perubahan bentuk saja, tapi inovasi juga harus dipahami dalam beberapa dimensi. Diantaranya perubahan dalam menyikapi percepatan perubahan zaman tersebut.

Lihatlah bagaimana perusahaan otomotif “Honda”, yak semua komponen yang ada dibuat dinegeri asalnya. Mereka mendistribusi pekerjaan-pekerjaan pembuatan komponen-komponen penunjang kepada perusahaan-perusahaan yang tersebar diberbagai tempat. Roda motor Honda dibuat di Indonesia, belum Lagi sadel dan onderdeel lainnya, dibuat diperusahaan yang berbeda dan tempat yang berbeda. Honda hanya merakitnya kembali menjadi produk yang disebut dengan motor dengan merk Honda.

Mencipta Mental Kolaborasi

Sudah menjadi keniscayaan bahwa setiap orang mempunyai kelemahan dan kekurangan. Karena itulah tak mungkin orang mampu melakukan sendiri semua yang terjadi. Manusia membutuhkan kesadaran memahami sistem. Memahami yang dimaksud adalah manusia mengerti bahwa di dalam tubuhnya terdiri dari banyak komponen.

Tak mungkin ketika perut sudah mulai lapar, lalu perut bisa mengambil makanan. Otaklah yang kemudian menggerakkan tangan untuk mengambil makanan. Lalu apakah kalau makanan sudah terambil, lalu perut terasa kenyang? Belum juga, lalu otak menugaskan mulut untuk mengunyahnya.

Kesadaran otak itulah yang seringkali menempatkan manusia pada posisi yang terhormat. Posisi yang menyadari ketidak sempurnaan, sehingga mau menerima keberadaan orang lain. Kesadaran otak tentu tidak begitu saja bisa bekerja dengan baik dan mampu menerima pesan kolaborasi dan sinergi, kesadaran otak yang baik didapatkan dari kemampuan kita melatih otak dengan rancangan kegiatan yang kolaboratif.

Semangat bersaing dalam pendidikan kita sudah saatnya ditinjau ulang. Persaingan akan selalu membawah korban, sehingga sudah saatnya pendidikan kita dibuat dari bersaing menjadi bersanding. Setiap anak, kita didik  agar mampu mengedepankan kerja sama dan kolaborasi dalam proses-proses belajar yang dilakukan, tentu semuanya harus dilakukan dengan sikap jujur.

Hal lain yang perlu disemangati untuk dikembangkan dalam pendidikan adalah tentang relevansi. Pendidikan di sekolah harus didesain sebagai pendidikan yang mampu membekali anak-anak untuk sustain. Mampu menjawab persoalan dengan ilmu yang didapatkan.

Nah mengajarkan anak-anak untuk menyadari bahwa hidup itu selalu butuh orang lain dan mampu menganggap orang lain itu menjadi bagian penting dari hidupnya, maka pendidikan diharapkan dapat menanamkan rasa menghormati keragaman dan mampu menempatkan diri dalam situasi yang tepat.

Pada akhirnya membangun peradaban Indonesia yang baik dan beradab, tak bisa dilakukan oleh mereka yang merasa paling benar, paling bisa dan paling penting. Indonesia dengan jiwa gotong royongnya, tentu hanya bisa dibangun oleh mereka mengedepankan semangat berkolaborasi dan bersinergi.

Semoga kita ditakdirkan menjadi manusia yang rendah hati. Aamiin.

“Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadu’, sehingga satu
sama lain tidak saling berbangga diri, satu sama lain tidak saling menganiaya”. (HR. Muslim)

“Dan tidaklah seseorang tawadlu’ karena Allah melainkan Dia pasti akan mengangkat
derajatnya”. (HR. Muslim)

*Ditulis di Surabaya, 27 Juli 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment