Mendobrak Kegamangan Aktivisme di Dekade Ketiga KAMMI

Mendobrak Kegamangan Aktivisme di Dekade Ketiga KAMMI

ilustrasi: Aksi KAMMI Surabaya di depan DPRD Jawa Timur (foto: istimewa)

Suaramuslim.net – Pasca 20 tahun reformasi seolah tak ada yang luar biasa dari menjadi seorang aktivis mahasiswa, di kalangan mahasiswa jaman now pun terkesan tak lagi keren menjadi mahasiswa yang hobi turun ke jalan dan mengkritik jalannya pemerintahan. Bagi mahasiswa kini terasa lebih mentereng membuat suatu bisnis start up, membangun komunitas sosial non politis, kemudian menggelari diri sebagai CEO, Founder, Co-founder dan sebagainya.

Sementara dunia aktivisme cenderung berkutat pada agenda-agenda seremonial, bahkan aksi demonstrasi yang dahulu punya taji dalam mempengaruhi kebijakan seolah hanya seremoni memperingati momen atau memperingati satu kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, tanpa ada tindak lanjut dan alat ukur seberapa berpengaruh demonstrasi yang dilakukan. Atau lebih buruknya lagi, massa demonstran menjadi daya tawar kepada kekuatan politik tertentu untuk menyerang lawan politiknya.

Secara personal para aktivis yang dengan totalitas perjuangannya menghabiskan hidupnya untuk dunia aktivis tak lagi sibuk hidup untuk berjuang, namun berjuang untuk hidup. Bahwa wadah perjuangan kini menjadi wadah untuk mencari penghidupan lewat ragam proyek dan tender dari senior, atau paling mudah adalah mempatron senior-senior alumni dari organisasinya.

Maka tak heran, kini seolah terjadi kegamangan dalam dunia aktivisme, tak ada gebrakan istimewa yang mewarnai tinta emas sejarah yang ditorehkan para aktivis hari ini seperti senior-senior mereka terdahulu, angkatan 1998, angkatan 1974, angkatan 1966, dan seterusnya.

Babak Sejarah KAMMI

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia yang lahir dari kegelisahan anak masjid terhadap kondisi orde baru yang diujung tanduk (atau aji mumpung momen genting sejarah) harus diakui diawal kemunculannya berhasil menjadi task force yang ampuh dalam berkontribusi meruntuhkan Orde Baru dan mengantar bangsa Indonesia ke gerbang reformasi.

Pasca Reformasi KAMMI yang didesain sebagai task force atau organ non permanen yang hanya berfungsi untuk mencapai tujuan jangka pendek sebagai Front Aksi sampai diambang penentuan bagaimana masa depan wadah bernama KAMMI ini. Maka dalam Muktamar pertama KAMMI pada November 1998, KAMMI pada akhirnya menegaskan dirinya menjadi wadah perjuangan permanen, sebagaimana yang termaktub dalam visi misinya.

Secara sederhana saya membagi periodisasi KAMMI menjadi tiga babak, babak pertama adalah pra dan pasca reformasi di masa awal ketika KAMMI meruntuhkan orba sebagai task force. Babak kedua adalah pasca KAMMI meneguhkan dirinya sebagai organisasi permanen dan menyibukkan diri mengembangkan dan membangun perangkat organisasi yang lengkap hingga hari ini. Dan babak ketiga adalah di dekade ketiganya ketika KAMMI mulai mendapat tantangan zaman akan relevansi gerakannya, jika gagal membaca arah zaman, bisa jadi KAMMI hanya akan menjadi organisasi medioker yang tak akan melahirkan perubahan-perubahan signifikan.

KAMMI dan Perubahan Hari Ini

Dalam dampaknya terhadap perubahan sosial, sekiranya apa yang bisa diukur dan disebut dari KAMMI? Jika dibanding karya-karya anak muda lain yang kekinian. Sebut saja Alfatih Timur yang mungkin seusia dengan para Pengurus Pusat KAMMI dengan platform crowdfundingnya di kitabisa.com tercatat di awal kemunculannya telah menghimpun dana sosial hingga Rp 61 Miliar, dan terus bertambah setiap waktunya.

Hampir sama seperti KAMMI, kitabisa.com cukup responsif dengan problem sosial yang terjadi lalu kemudian dengan cara kekinian yang efektif berhasil menghimpun dana dengan jumlah yang tak sedikit. Sementara aktivis-aktivis KAMMI masih menggalang dana di perempatan-perempatan jalan atau pusat keramaian dengan kardus, kitabisa.com telah menghimpun ratusan juta hingga milyaran rupiah yang siap segera disalurkan ke pihak yang membutuhkan.

Ada lagi yang lebih mencengangkan, ketika kitabisa.com menggalang dana publik untuk ikut berkontribusi terhadap dunia kedirgantaraan untuk membangun pesawat buatan anak negeri. Bayangkan, membangun sebuah pesawat, sebuah bentuk nasionalisme konkret dan kontribusi yang sangat nyata untuk industri strategis bangsa ini. Sementara KAMMI masih diawang-awang hitung-hitungan kajian kebijakan mengapa pemerintah menaikkan harga BBM.

Oke, mungkin KAMMI berusaha melakukan pembelaan bahwa yang mereka lakukan adalah menyentuh aspek kebijakan dengan langsung “menghantam” penguasa. Mari bandingkan dengan pemuda-pemuda yang bisa duduk setara tak hanya dengan pemimpin Indonesia, tapi juga pemimpin dunia. Ada Goris Mustaqim, dulunya aktivis KM ITB, pemuda asal Garut yang memilih pulang kampung ke daerah asalnya bukan justru mencari peruntungan patron di Ibukota, karena gerakan sosialnya yang terukur pengaruhnya ia diundang langsung oleh Presiden Amerika Serikat Barrack Obama.

Goris Mustaqim dulu juga pernah menginisiasi Indonesia Young Changmaker Summit (IYCS) tahun 2012 di Bandung bersama Anies Baswedan, Ridwan Kamil hingga Joko Widodo, yang kini nama-nama itu adalah politisi dan pemangku jabatan publik penting di republik ini. Ketika Goris bisa mengarahkan Ridwan Kamil, Anies Baswedan hingga Joko Widodo, KAMMI hanya menanti kehadirannya para petinggi ini di seremonialnya.

Masih banyak contoh-contoh lain yang bisa jadi menunjukkan bahwa pola gerakan dan arah gerakan KAMMI perlu dievaluasi, agar sesuai dengan arah jaman dan menghasilkan perubahan yang efektif dan terukur.

Perangkat Keunggulan KAMMI

Lantas jika dibandingkan gerakan-gerakan kekinian apakah KAMMI tidak punya keunggulan? Pasca meneguhkan dirinya sebagai organisasi permanen, KAMMI melengkapi dirinya dengan perangkat-perangkat, dan yang terpenting adalah perangkat lunak bernama ideologi.

Aspek ideologi ini yang terasa kental sekali ada di KAMMI, namun bisa jadi ada kegagapan dalam mengejawantahkannya menjadi sebuah perubahan. Namun letak ideologi di sini amat penting. Karena dengan ideologi semestinya ketika nanti mampu melahirkan suatu perubahan, perubahan yang dilahirkan adalah perubahan yang mendapat Ridho Allah subhanahu wa ta’ala.

Dalam logika hari ini, arus utama perubahan dikendalikan oleh arus kapital, sedahsyat apapun karya yang dilahirkan seseorang terlebih dalam dunia start up, ia amat mudah dibeli oleh pemilik modal. Kita melihat sederet inovasi sosial yang digagas beberapa pemuda pada akhirnya harus tunduk dengan kakuatan modal pihak-pihak yang di sisi lain juga berbuat kerusakan.

Kemudian secanggih apapun inovasi yang dirancang, perubahannya bisa jadi hanya terasa di permukaan, di aspek hardware manusia serupa ekonomi dan urusan perut. Sementara pada hakikatnya manusia adalah perangkat software dan hardware dimana aspek software yakni jiwa manusia lebih penting dari yang lain.

Maka seharusnya dengan ideologi yang dimiliki KAMMI, dengan paradigma gerakan dakwah tauhid yang menjadi tujuan risalah kenabian dan risalah diturunkannya islam, KAMMI mampu melahirkan perubahan yang membimbing jiwa manusia ke jalan keselamatan dan kebaikan. Dengan paradigma intelektual profetik yang diadopsi dari pemikiran Kuntowijoyo, KAMMI dapat mengejawantahkan ideologi ke dalam perubahan sosial dengan solusi tercanggih yang telah dihadirkan Rabb Semesta Alam, Al Quran. Kemudian dengan ideologi yang dimilikinya, dimana hanya Allah saja yang menjadi tujuan, dengan paradigma ketiga KAMMI bisa menghadirkan perubahan sosial yang independen, tanpa tekanan dan tak bisa diarahkan dan dibeli oleh siapapun. Dan pada akhirnya ketika aspek jiwa manusia bisa disentuh, perubahan dapat dihadirkan, dan independensi dipegang, bukan menjadi kesulitan untuk melaksanakan sebaik-baiknya jihad, yakni menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa dengan paradigma Politik Ekstra Parlementer.

Pemimpin Non Struktural

Perubahan, selain diwujudkan secara signifikan oleh penguasa atau pemimpin struktural, yang punya otoritas politik. Juga dihadirkan oleh pemimpin non-struktural yang punya otoritas-otoritas lain selain politik, dan otoritas itu bernama intelektualitas dan kepakaran. Mereka adalah para akademisi dan pakar.

Perubahan yang dihadirkan oleh otoritas politik bisa dilakuakan dengan cepat dan berdampak cukup luas seluas jangkauan kekuasaannya, namun bisa jadi ia tak bertahan lama bergantung lamanya ia memerintah dan tentunya di alam demokrasi ini otoritas politik akan terus berganti. Untuk mendapatkannya pun perlu kontestasi dan perebutan mengingat jumlahnya yang sangat terbatas, dalam satu negara hanya ada satu Presiden, satu Provinsi satu Gubernur, satu Kota satu Walikota dan seterusnya.

Kontestasinya pun dipenuhi intrik dan ragam strategi yang oportunis hingga saling jegal. Ketika memegang otoritas pun masih akan terus punya lawan yang tak mengakui otoritas yang ada bernama oposisi.

Sementara untuk otoritas non struktural atau otoritas intelektual, perubahan yang dilakukan memakan waktu cukup lama namun akan terus berlaku sampai ada otoritas lain yang mampu menghadirkan solusi yang lebih baik. Siapapun juga berpeluang untuk mendapatkan otoritasa intelektual ini meski berat, namun jumlahnya tak terbatas dan akan selalu ada ranah keilmuan baru seiring perkembangan zaman.

Para intelektual ini dijadikan rujukan dalam keahliannya meski ada pihak yang tak suka namun mau tak mau harus mengakui, karena ia otoritatif dalam bidang tersebut. Tak ada kontestasi dan hingar-bingar, yang ada adalah jalan sunyi pembelajaran, pengalaman dan tentunya perenungan, agar keilmuannya membawa maslahat untuk kemanusiaan.

Maka di dekade ketiga KAMMI, sudah saatnya kader KAMMI tak hanya membayangkan visi KAMMI melahirkan kader pemimpin hanya sebagai pemimpin struktural yang memiliki jabatan. Karena masih banyak ranah kepemimpinan lain yang bisa melahirkan perubahan yang hakiki. KAMMI sudah harus mulai serius tak hanya membina aktivis politik yang suka tampil di depan layar, sibuk mencari patron politik untuk karir politiknya di masa depan. Tapi membina para intelektual yang siap menempuh jalan sunyi, menempuh jalan keilmuan dan mempelajari serta menggelutinya hingga menjadi pakar, lalu menjadi rujukan atas bidang tersebut dan melahirkan perubahan yang lebih permanen ketimbang perubahan politik. Jadi wahai kader KAMMI, tak semua harus jadi politisi, jadilah intelektual, akademisi, pakar, praktisi berpengalaman. Tak semua harus jago lobby sana-sini, main tender dan proyek, tapi milikilah skill dan keahlian! (Ditulis di Jakarta, 29 Maret 2018)

Oleh: Ahmad Jilul Qur’ani Farid
SDM Strategis PP KAMMI 2017-2019

* Refleksi Sederhana dalam Milad ke 20 KAMMI
* Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment