Suaramuslim.net – Kurban dari kata qaruba-qurbanan atau taqarruban (mendekatkan diri), dinamakan juga dengan udh-hiyyah, yaitu sebutan bagi hewan ternak yang disembelih pada hari iduladha dan hari tasyriq dalam rangka mendekatkan diri (taqorruban) kepada Allah Ta’ala. (Fiqh Sunnah – Sayyid Sabiq).
Secara historis perintah kurban telah terjadi pada masa nabi Adam sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat Al-Maidah.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”(Al-Maidah: 27).
Sedangkan disyariatkannya ibadah kurban antara lain adalah berdasarkan firman Allah surat Al-Kautsar ayat 2 dan surat Al-Hajj ayat 36 serta berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam.
من وجد سعة فلم يضح فلا يقربن مصلانا
“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat salat kami.”(Ibnu Majah, Al-Hakim).
Maka, menurut jumhur ulama ibadah kurban hukumnya sunnah mu’akkadah (yang sangat dikuatkan atau diistimewakan). Sedangan menurut imam Abu Hanifah, kurban hukumnya wajib.
Jenis dan syarat ternak kurban
Hewan ternak yang boleh dijadikan untuk beribadah kurban adalah onta, sapi, kerbau, kambing, domba. (Surat Al Hajj: 34).
Rasulullah bersabda:
عن جابر قال: ” نحرنا مع النبي، صلى الله عليه وسلم، بالحديبية البدنة عن سبعة والبقرة عن سبعة
“Dari Jabir, kami menyembelih bersama Nabi SAW di Hudaibiyah dengan onta atas nama tujuh orang, dan sapi atas nama tujuh orang.” (Muslim, At-Tirmidzi).
Dalam riwayat lain, dari Anas bin Malik, dia berkata;
“Nabi berkurban dengan dua kambing gemuk dan bertanduk. Saya melihat Nabi meletakkan kedua kakinya di atas pundak kambing tersebut, kemudian Nabi membaca basmalah, takbir dan menyembelih dengan tangannya sendiri.” (Al-Bukhari).
Bahkan dalam suatu riwayat disebutkan:
“Dari Abu Ayyub, Pada masa Rasulullah SAW seseorang menyembelih seekor kambing sebagai kurban atas dirinya dan keluarganya, lalu mereka makan dan memberikan pada yang lain, sampai (kondisi berubah) dan orang-orang berlomba sebagaimana engkau lihat saat ini.” (At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Nabi Ibrahim dalam menghadapi ujian iman
Beliau merupakan sosok teladan utama bagi seluruh umat Islam. Karena sesuai dengan namanya, Ibrahim (bahasa Ibrani) terdiri dari dua suku kata yaitu ib/ab (أب) yang artinya ayah dan rahim (راهيم) yang berarti penyayang. Jika disatukan nama itu mempunyai arti ayah yang penyayang. Beliau memperoleh gelar Khalilullah (kesayangan Allah) dan termasuk salah seorang rasul Ulul Azmi di samping Nuh, Musa, Isa dan Muhammad.
Menurut riwayat Ibnu Asakir, Ibrahim juga dijuluki Abu Adh-Dhaifah (ayah bagi orang-orang lemah). Beliau diangkat menjadi rasul untuk kaum Kaldan, di Babylonia (Iraq) di bawah kepemimpinan raja Namrudz, yang sangat kejam, bengis, zalim, sewenang-wenang dan sombong.
Nabi Ibrahim mempunyai tiga orang isteri yaitu Sarah, Hajar dan Qanthura. Sarah melahirkan Ishaq yang menurunkan Ya’qub (Israil), dari Ya’qub lahir dua belas anak yang disebut Bani Israil. Hajar melahirkan Ismail yang menurunkan Nabi Muhammad. Sementara itu Qanthura melahirkan Zimran, Yaqsyan, Madan, Madyan, Syiqaq dan Syuh.
Nama Ibrahim diabadikan di dalam Al-Qur’an sebagai nama sebuah surat ke-14) dan sebanyak 64 kali disebut dalam Al-Qur’an. Sebagai tanda penghormatan atas kesuksesannya dalam menghadapi setiap ujian.
Beberapa ujian Nabi Ibrahim
Allah telah menjelaskan keagungan dan ketinggian Nabi Ibrahim yang terlebih dahulu diuji-Nya dengan berbagai cobaan yang ternyata dapat dilalui dengan sukses dan gemilang.
وَإِذِ ابْتَلٰىٓ إِبْرٰهِـۧمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمٰتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِى ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia. Dia (Ibrahim) berkata, Dan (juga) dari anak cucuku? Allah berfirman, (Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” (Al-Baqarah: 124).
Pada ayat ini disebutkan bahwa dalam memberikan ujian kepada Nabi Ibrahim Allah menggunakan kata ibtala (ابْتَلٰى), dari kata bala (بلٰى)yang artinya ujian, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan seseorang yang diuji dengan cara memberikan beban atau problem yang berat kepadanya. Sedangkan yang dimaksud dengan kata kalimat (كَلِمٰتٍ) dalam ayat tersebut menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi adalah perintah dan larangan.
Memang secara rinci Al-Qur’an tidak menjelaskan mengenai kata kalimat (كَلِمٰتٍ) (perintah dan larangan) ini, sehingga para ahli tafsir memberikan penjelasan, bahwa nabi Ibrahim menerima beberapa ujian, antara lain:
- Menganalisa dan menemukan konsep ketuhanan (tauhid) di tengah-tengah masyarakat yang berprilaku syirik. Bahkan berani melawan arus dengan sang raja Namrudz dan ayahnya sendiri si pembuat berhala.
- Keberanian menumpas berhala dan menghancurkannya serta ketabahan dan ketangguhannya di tengah kobaran api.
- Meninggalkan istri dan putranya di lembah yang kering, gersang, dan tandus di Makkah tanpa seorang teman.
- Melaksanakan khitan, padahal umurnya sudah 80 tahun.
- Menyembelih putranya, Ismail dan kesiapannya untuk menaati perintah Allah.
- Hijrah dari tanah penyembah berhala dan meninggalkan tanah kelahiran Babylonia pergi menuju tanah Palestina.
- Prosesi ibadah umrah dan haji yang berjalan sampai saat ini bahkan sampai akhir nanti.
Setelah semua ujian dilalui dengan baik dan dipenuhi sebaik-baiknya, maka Allah berfirman: “Sesungguhnya aku menjadikanmu sebagai imam bagi seluruh manusia.”
Menurut Abduh dalam Tafsir Al-Azhar yang dimaksud imam pada ayat ini adalah Imamad Diniyyah (kepemimpinan agama), bukan kerajaan dan bukan dinasti yang dapat diturunkan kepada anak. Kekayaan harta bisa diwariskan kepada anak. Pangkat kerajaan boleh diturunkan, tetapi imaamah sejati harus melalui ujian. Allah berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِئَايٰتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah: 24).
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini sebagai berikut, “Tatkala Bani Israil bersabar menerima perintah Allah dan meninggalkan apa yang dilarang dan membenarkan apa yang dibawa para rasul dan bersedia mengikuti mereka, maka timbullah dari kalangan mereka pemimpin yang akan menunjukkan jalan kepada kebenaran dengan perintah Allah, menyeru kepada kebaikan, menyuruh orang berbuat makruf, dan mencegah berbuat mungkar. Tetapi ketika mereka mengganti, menukar, dan menakwilkan arti ayat suci dari maksud yang sebenarnya, Allah mencabut maqam kepemimpinan itu dan jadilah hati mereka keras dan kasar sehingga berani mengubah ayat-ayat Allah dari tempat yang sebenarnya maka mereka tidak lagi beramal saleh dan berakidah yang benar.”
Oleh karena itu ketika Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar imamah diberikan juga kepada anak cucunya, Allah menjawab, “Tidaklah akan mencapai perjanjian-Ku kepada orang-orang yang zalim.”
Maka, dari keturunan Nabi Ibrahim ada yang dijadikan sebagai imam (pemimpin) yang menjadi penerus beliau yaitu Bani Israil dan Ismail. Di antara mereka ada yang menjadi pemimpin panutan umat dan diangkat oleh Allah menjadi seorang nabi dan rasul, seperti Yusuf, Musa, Daud, Sulaiman, Isa sampai Nabi Muhammad. Tetapi tidak bagi keturunannya yang zalim yang tidak mengikuti petunjuk Allah seperti kaum Zionis saat ini.
Wallahu A’lam Bish-Shawab
Khozin Mustafid, S.Ag, M.Pd.I – Narasumber Program Solusi Ustaz Radio Suara Muslim