Mengakhiri Polemik BPIP dan Umat Islam

Mengakhiri Polemik BPIP dan Umat Islam

Demo tolak RUU HIP. Foto: tempo.co

Suaramuslim.net – Umat Islam kembali bereaksi atas gagasan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang menyelenggarakan kompetisi penulisan artikel tingkat nasional. Tema yang diambil dalam ralam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2021, dipandang menyulut adu domba di kalangan umat Islam.

Tema tentang “Hormat bendera menurut Islam” dan “Menyanyikan Lagu Kebangsaan menurut hukum Islam” dinilai bukan saja tidak kontekstual terhadap kondisi bangsa, tetapi juga akan melahirkan kontroversi dan memicu konflik. Bahkan ada yang menilai tema ini kehilangan arah dan tendensius, sehingga ada tuntutan untuk membubarkan BPIP.

Keberadaan BPIP dinilai tidak kontributif dan hanya mengadu domba di antara elemen umat Islam dengan mempertentangkan umat Islam dengan ideologi negara.

BPIP dan Benturan Pancasila

BPIP kembali mendapatkan sorotan tajam dari berbagai elemen Islam. Hal ini tidak lepas dari keberadaan BPIP yang selama ini dinilai meresahkan Islam. Yang terkini, umat kembali kembali bereaksi atas agenda yang ditawarkan oleh BPIP dengan lomba penulisan artikel dalam rangka hari Santri.

Reaksi ormas Islam langsung negatif karena menilai apa yang ditawarkan BPIP bukan saja tidak sesuai dengan konteks Indonesia dengan berbagai problem terkininya. Tema lomba penulisan tentang “Hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan menurut hukum Islam” justru kontra-produktif.

Dalam konteks ini, Islam seolah dihadap-hadapkan dan bertolak belakang dengan ideologi berbangsa dan bernegara. Di sisi lain, peran ulama dan santri di negara ini justru berada di garda terdepan merumuskan ideologi negara. Bahkan dalam merumuskan ideologi negara, Pancasila peran ulama sangat dominan.

Apa yang ditawarkan BPIP dalam tema tersebut bukan saja tidak relevan dengan kondisi bangsa, tetapi justru berpotensi mengadu doma di antara umat Islam.

Saat ini, bangsa Indonesia menghadapi pandemi yang berdampak pada aspek kesehatan dan ekonomi, sehingga relevan bila tema yang ditawarkan adalah bagaimana membangun kesadaran umat Islam dalam berkontribusi melalui zakat dan sedekah. Bahkan tema yang terkait dengan pemberantasan korupsi dan ketidakadilan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara justru tidak diberi ruang.

Tema penulisan artikel tentang hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan menurut hukum Islam jelas akan membenturkan umat Islam dengan Pancasila.

Realitas ini menunjukkan bahwa umat Islam terus menghadapi badai besar karena umat Islam dijadikan sasaran kebencian atau bulan-bulanan. Tema yang dirumuskan BPIP jelas akan berujung munculnya berbagai pandangan yang kontroversial dan afirmatif terhadap hormat bendera dan lagu kebangsaan.

Hal ini akan berujung terjadinya stigma negatif, di mana umat Islam menjadi elemen yang merongrong ideologi negara.

Mereka sengaja untuk membenturkan umat Islam dengan Pancasila. Munculnya kontroversi atas hormat bendera dan lagu kebangsaan akan menjadi pembenar bahwa umat Islam memang anti Pancasila.

Stigma sebagai kelompok anti Pancasila inilah yang hendak mereka peralat untuk menyudutkan umat Islam. Sementara justru umat Islamlah yang berkontribusi dalam merumuskan sila demi sila dari Pancasila ini.

Ketika stigma ini terus dibesar-besarkan, tentu saja berpotensi mengubur peran umat Islam yang telah berkontribusi dalam mengislamkan Nusantara. Sehingga masyarakat yang tidak mengetahui sejarah perjuangan bangsa Indonesia justru memusuhi Islam.

Pembuntuan Akses Politik-Ekonomi Umat Islam

Umat Islam saat ini sedang mengalami problem besar, akses untuk berkontribusi dalam konteks yang komprehensif tentang agama, politik, ekonomi, budaya, hukum, dan pertahanan keamanan dibuntu.

Umat Islam dibatasi hanya berbicara masalah agama dan beribadah saja tanpa mengaitkan dengan kehidupan sosial, ekonomi, politik, pertahanan keamanan.

Narasi ini kalau dibiarkan, pada akhirnya Indonesia akan seperti negara Barat yang sekuler yang tidak mengaitkan agama dalam kehidupan bernegara. Padahal kemerdekaan Indonesia justru dibangun atas dasar kehidupan berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pancasila justru produk yang dihasilkan umat Islam dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara berdasar Ketuhanan memiliki makna bahwa sila pertama mewarnai sila kedua. Sila pertama-kedua akan mewarnai sila ketiga. Sila pertama-kedua-ketiga akan mewarnai sila keempat dan seterusnya.

Sementara realitas saat ini, umat Islam justru dipandang sebagai pihak yang merongrong Pancasila dan ingin mendirikan ideologi negara yang lain.

Saat ini, mereka yang berkuasa, orientasi politik ingin menyingkirkan Islam dengan membenturkan dengan ideologi negara. Mereka cenderung mengabaikan politik nilai dan condong kepada politik kekuasaan.

Implikasi dari politik kekuasaan, ketika berkuasa tidak memperjuangkan nilai, tetapi justru memanfaatkan politik untuk menumpuk kapital. Ketika kapital itu sudah di tangan, maka umat Islam ingin dibenturkan dengan negara agar keluar dari arena politik.

Ketika tidak lagi memperhatikan nilai-nilai yang disepakati bersama, seperti berketuhanan, berkemanusiaan, mempersatukan, permusyawaratan dan menegakkan keadilan, maka kebijakan yang muncul justru menginjak-injak nilai-nilai di atas.

Dalam praktik bernegara, mereka bukannya mempersatukan agama, tetapi justru anti agama, bukannya memberantas korupsi, tetapi justru melindungi praktik korupsi. Praktik politik yang menganakemaskan pengusaha (pemodal), membuat praktik penindasan pada umat Islam ini sangat kasat mata.

Ketika penguasa berperilaku atau berutang budi pada pemodal maka kebijakannya akan menguntungkan para pemodal.

Apa yang dilakukan oleh BPIP dengan lomba penulisan artikel dengan tema hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan menurut hukum Islam sangat jelas menimbulkan gejolak di masyarakat.

Gejolak inilah yang akan menguntungkan para pemodal yang memiliki akses dengan penguasa untuk menindas dan menyingkirkan umat Islam terhadap akses politik, ekonomi, dan kekuasaan.

Surabaya, 16 Agustus 2021

Dr. Slamet Muliono R.
Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya (2018-2022)

Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan, dapat memberikan hak jawabnya. Redaksi Suara Muslim akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment