Mengamputasi Jalur Korupsi

Mengamputasi Jalur Korupsi

Buzzer dan Konflik Bangsa
Ilustrasi politikus yang korupsi. (Ils: Dribbble/Ilias Sounas)

Suaramuslim.net – Korupsi di Indonesia benar-benar menjadi sebuah budaya akut yang mengelilingi kalangan elite politik dan mengancam reputasinya. Demikian akutnya, korupsi telah menimpa para pengelola negara, baik eksekutif maupun legislatif. Baru-baru ini seorang menteri harus masuk tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena telah ditetapkan sebagai tersangka karena tersangkut korupsi. Kasus terbaru menimpa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diperiksa KPK terkait dugaan suap.

Demikian massifnya budaya korupsi, hingga ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan pernah menyatakan bahwa kalau pemberantasan korupsi ditegakkan maka banyak anggota DPR yang memenuhi penjara KPK. Tidak salah apabila pemberantasan korupsi di Indonesia hanya lips service yang tidak terjadi dalam realitas empirik. Hal ini karena penyusun undang-undang anti korupsi justru mereka yang pernah bermain-main dengan tindakaan korupsi.

Lingkaran Korupsi Akut  

Baru-baru ini KPK memanggil 3 anggota fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terkait kasus suap di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Kasus dugaan suap pengerjaan proyek jalan kementerian PUPR ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap eks anggota DPR Fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti pada 13 Januari 2016. Total ada 12 orang yang terjerat kasus suap tersebut. Hong Arta, direktur dan Komisaris PT Sharkeen Raya JECO Group, yang diduga memberi suap kepada Amran Mustary, eks kepala Balai Pelaksana Jalan dan Jembatan Nasional.

Bila kasus ini terbukti, dan menyeret sejumlah anggota legislatif, benar-benar menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi. Dikatakan preseden buruk, karena anggota DPR yang seharusnya menjadi alat kontrol negara, untuk mencegah korupsi, justru terlibat dalam tindak korupsi.

Sebelumnya, kasus korupsi juga menjerat Imam Nahrawi, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) sehingga menyeretnya menjadi tahanan KPK. Bila apa yang menimpa Menpora benar-benar terbukti, jelas mencoreng dan memperburuk wajah Indonesia sebagai negara yang tidak serius dalam memberantas korupsi. Selama ini Imam Nahrawi dianggap sebagai kebanggaan anak bangsa yang selalu mengaku Pancasilais dan cinta NKRI, serta sangat dekat dengan Presiden Jokowi. Statusnya sebagai tersangka bukan hanya mencoreng diri dan keluarganya, tetapi membuat malu negara yang sering menggaungkan pentingnya negara yang bersih dari korupsi.

Jauh sebelumnya, para pemimpin partai juga terlibat kasus korupsi dan harus menjadi tahanan KPK. Mantan ketua partai Golkar, Setya Novanto terjerat kasus e-KTP. Sebagai ketua partai besar yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas korupsi tetapi kenyataannya justru terlibat dalam tindakan korupsi. Ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali juga harus masuk jeruji penjara. Mantan Menteri Agama ini tersangkut korupsi penggunaan dana haji. Demikian pula korupsi juga menimpa Sekretaris Jenderal (Partai Nasdem), Patrice Rio Caapella yang terjerat kasus dana bantuan sosial.

Yang lebih prihatin lagi, kasus korupsi yang menimpa Romahurmuziy yang terlibat kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag). Bahkan kasus yang lebih besar menimpa mantan presiden, Megawati Soekarnoputri, yang terlibat korupsi terkait dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pemberantasan kasus korupsi di kalangan para elite politik semakin keruh ketika pemerintah merevisi UU KPK. Dalam pandangan masyarakat, RUU ini bukan memperbaiki dan meningkatkan kinerja KPK, tetapi justru melemahkannya. Publik menilai bahwa RUU KPK ini sarat dengan penghancuran KPK dari dalam. Terpilihnya ketua KPK yang dinilai pernah memiliki kasus besar dianggap sebagai salah poin yang akan melemahkan KPK.

Hilangnya Nurani dalam Memberantas Korupsi

Korupsi telah melibatkan seluruh elite pengelola negara, mulai dari angota eksekutif, legislatif, hingga orang-orang berpengaruh di negeri ini. Sinyal korupsi jemaah bukan hanya memberi angin negatif bagi pemberantasan korupsi, tetapi justru mengubur cita-cita besar dalam menjadikan negara ini bebas dari korupsi. Di samping hukuman yang ringan, negara tidak memberi ruang bagi kapok dan jeranya pelaku korupsi. Alih-alih memberantas korupsi, negara justru menyuburkan praktik korupsi. Hal ini bisa dilihat dari kualitas dana kuantitas korupsi di negeri ini semakin membesar. Tidak adanya keberanian dan hati nurani dalam menjalankan negara menjadi akar persoalan lemahnya pemberantasan korupsi di negeri ini.

Kalau presiden Filipina, Rodrigo Duterte pernah mengancam melempar para koruptor dari helikopter. Sebagaimana dikutip berbagai media ketika dia mengatakan: Jika anda korup saya akan bawa anda ke Manila dengan menggunakan helikopter dan saya akan lempar anda keluar. Pernyataan itu disampaikan saat memberikan sambutan di depan korban angin topan di Filipina. Yang dikatakan ketika menggelar program pemberantasan korupsi dan perang melawan narkoba. Tindakan itu dilakukan jika ada pejabat negara yang menggelapkan dana bantuan kepada para korban serangan angin topan. Bahkan Duterte pernah melempar dari helikopter seorang penculik yang membunuh seorang sandera. Mantan walikota Davao terbukti berhasil menurunkan angka kejahatan secara tajam karena kebijakannya yang tegas terhadap pelaku kejahatan.

Pelaku kejahatan, khususnya tindak korupsi tidak akan berhenti dan terus melakukan kejahatan itu bila hukumannya dianggap ringan atau bisa dinegosiasi. Pelaku korupsi tidak akan jera selama hukuman yang mereka terima masih berpeluang bagi dirinya untuk mengulangi perbuatannya. Hukuman yang keras dan tegaslah yang akan menghentikan pelaku korupsi, sebagaimana yang dicontohkan oleh Duterte yang terbukti berhasil membuat pelaku kejahatan jera selama-lamanya.*

Surabaya, 1 Oktober 2019

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment