Mengapa Lailatul Qadar Harus Diburu?

Mengapa Lailatul Qadar Harus Diburu?

Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadar
Ilustrasi malam di bulan Ramadhan. (Ils: Milon Ahmed/Dribbble)

Suaramuslim.net – Jam menunjukkan pukul 00.30 dini hari. Terlihat beberapa orang berjalan di tengah remang-remang lampu penerang jalan, yang laki-laki tampak membawa sajadah dan sementara yang perempuan tampak mengenakan mukena putih, mereka bergegas menuju masjid.

Awalnya hanya beberapa orang namun tidak lama kemudian masjid mulai tampak ramai oleh jamaah. Fenomena ini biasa terjadi pada malam likuran (sepuluh malam terakhir) di bulan Ramadan. Mereka dikenal dengan para pemburu lailatul qadar.

Sepuluh malam terakhir adalah sesi ketiga dari tahapan perjalanan Ramadan. Jika sesi yang pertama Allah banyak memberikan rahmat-Nya, sesi yang kedua Allah banyak memberikan ampunan-Nya dan pada sesi yang ketiga adalah pembebasan dari api neraka.

Pada sesi yang ke-3 ini Rasulullah mensyariatkan kepada kaum muslimin untuk melakukan iktikaf di masjid yaitu berdiam diri melaksanakan ibadah di masjid. Pada sepuluh hari terakhir itulah terdapat satu malam yang sangat mulia yang kebaikannya melebihi dari seribu bulan itulah malam lailatul qadar.

Lalu mengapa lailatul qadar diburu dengan sangat antusias oleh kaum muslimin?

Pertama, karena pada malam itu Al-Qur’an diturunkan oleh Allah dari lauh mahfudz ke langit bumi secara utuh (mujmal). Penurunan Al-Qur’an secara utuh ini disebut dengan proses inzal. Karena malam itu adalah turunnya Al-Qur’an maka keberkahan tentulah menyelimuti malam tersebut. Di saat seseorang memperoleh keberkahan dari malam itu maka kebaikan akan terus bertambah pada diri dan kehidupannya.

Kedua, mereka yang mendapatkan lailatul qadar akan mendapatkan kebaikan melebihi dari pahala ibadah dan jihad yang dilakukan selama seribu bulan atau 83 tahun. Sementara usia umat Muhammad hanya kisaran 60-80 tahun saja. Mendapatkan lailatul qadar tentu melebihi kebaikan dari seluruh usianya.

Asbabun nuzul dari ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa suatu ketika Rasulullah bercerita di hadapan para sahabatnya tentang seorang laki-laki dari Bani Israil yang tidak henti-hentinya berjihad di jalan Allah selama seribu bulan. Kaum muslimin lantas terkagum-kagum dengan hal itu. Allah lalu menurunkan ayat:

إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ  وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ  لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡر

“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (Al-Qadar 1-3)

Artinya, lebih baik dari seribu bulan yang dihabiskan oleh laki-laki itu dalam berjihad di jalan Allah.

Dalam riwayat lain di suatu hari Rasulullah menceritakan tentang kisah empat orang lelaki dari kalangan kaum Bani Israil (di masa lalu); mereka menyembah Allah selama delapan puluh tahun tanpa melakukan kedurhakaan kepada-Nya barang sekejap mata pun.

Beliau shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan nama mereka, yaitu Ayyub, Zakaria, Hizkil ibnul Ajuz, dan Yusya’ ibnu Nun. Hal demikian sebagaimana dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid yang berkata, “Dahulu, di antara Bani Israil hidup seorang laki-laki yang senantiasa melakukan salat malam hingga Subuh tiba, sementara di pagi harinya berjihad menumpas musuh hingga sore hari. Ia terus menerus melakukan hal tersebut selama seribu bulan. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.’ Artinya, melaksanakan salat di malam itu lebih baik dari amalan yang dilakukan laki-laki Bani Israil tadi.

Ketiga, pada malam lailatul qadar itu turun sejumlah banyak malaikat ke bumi untuk memberikan keberkahan dan rahmat kepada manusia yang sedang beribadah. Sehingga saking banyaknya jumlah malaikat yang turun maka seakan bumi terasa sempit. Sehingga siapa saja yang mendapati malam tersebut tentu akan mendapatkan kemuliaan dan keberkahan hidup yang tiada tara.

Keempat, turunnya malaikat pada malam itu untuk menyelesaikan berbagai persoalan, memenuhi segala doa harapan dan hajat manusia. Imam Qatadah dan yang lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud segala urusan ialah semua urusan ditetapkan di dalamnya dan semua ajal serta rezeki ditakdirkan, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

فِيهَا يُفۡرَقُ كُلُّ أَمۡرٍ حَكِيمٍ

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Ad-Dukhan: 4).

Tentu setiap kita memiliki harapan dan hajat yang dengannya berharap terwujud, maka barang siapa yang mendapati malam lailatul qadar tersebut segala harapan, doa dan hajatnya akan dikabulkan oleh Allah.

Kelima, barang siapa yang mendapatkan lailatul qadar maka dia akan mendapatkan keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicurahkan dari Allah. Tentu keselamatan yang sangat diharapkan oleh seorang muslim adalah selamat dunia dan akhirat, selamat dari api neraka dan diperjumpakan dengan Allah dalam keadaan bersih tanpa dosa.

Lalu bagaimana cara mendapatkan lailatul qadar?

Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa untuk mendapatkannya adalah:

  1. Terkait waktu, maka carilah lailatul qadar itu pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir khususnya pada tanggal 25, 27 dan 29 Ramadan.
  2. Terkait dengan siapa orang yang akan mendapatinya. Lailatul qadar ini hanya akan diberikan kepada para hamba yang sedang beribadah kepada Allah pada malam hari itu hingga terbit fajar.
  3. Terkait apa ciri-ciri dari malam lailatul qadar

Hal ini dapat dipahami dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

Rasulullah pernah bersabda: lailatul qadar terdapat di malam sepuluh yang terakhir (dari bulan Ramadan); barang siapa yang melakukan qiyam padanya karena mengharapkan pahala di malam-malam tersebut, maka Allah memberi ampunan baginya atas semua dosanya yang terdahulu dan yang kemudian.

Malam lailatul qadar adalah malam yang ganjil, yang jatuh pada malam dua puluh sembilan, atau dua puluh tujuh, atau dua puluh lima, atau dua puluh tiga, atau malam yang terakhir.

Rasulullah bersabda pula, sesungguhnya pertanda lailatul qadar ialah cuacanya bersih lagi terang seakan-akan ada rembulannya, tenang, lagi hening; suhunya tidak dingin dan tidak pula panas, dan tiada suatu bintang pun yang dilemparkan pada malam itu sampai pagi hari.

Dan sesungguhnya pertanda lailatul qadar itu di pagi harinya matahari terbit dalam keadaan sempurna, tetapi tidak bercahaya seperti biasanya melainkan seperti rembulan di malam purnama, dan tidak diperbolehkan bagi setan ikut muncul bersamaan dengan terbitnya matahari di hari itu.

Karena itulah, dengan banyaknya kebaikan pada malam lailatul qadar, maka seorang muslim yang cerdas (al kayyis) tentu akan berusaha berburu untuk mendapatkannya. Ketahuilah, lailatul qadar tentu tidak akan diberikan kepada orang yang tidur dan tidak ada susah payah pada dirinya. Wallahu a’lam.

 

Akhmad Muwafik Saleh
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwir al Afkar Tlogomas Malang, Dosen FISIP UB, Sekretaris KDK MUI Jawa Timur, Motivator Nasional Bidang Komunikasi Pelayanan Publik, Penulis 16 Buku Best Seller.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment