Mengenal Ramadhan di Yokohama Jepang
SURABAYA (Suaramuslim.net) – Yokohama merupakan kota pelabuhan yang sangat terkenal di dunia. Kota ini terletak di wilayah Kanto, Pulau Honshu. Dihuni 3,6 juta penduduk dan merupakan kota terbesar nomor dua di Jepang setelah Tokyo dengan muslim sebagai minoritas.
Tidak ada data yang spesifik tentang penduduk muslim yang ada di Yokohama, menurut PEW Research Center beberapa tahun lalu jumlah muslim sekitar 103 ribu jiwa. Meski minoritas, kehidupan orang yang beragama Islam terbilang nyaman dan tentram.
Bagaimana dengan suasana Ramadhan di kota Yokohama? Suaramuslim.net berkesempatan mewawancarai Andraditya Danu R. yang biasa dipanggil Adit, warga Indonesia yang kini bekerja sebagai graphic designer di Nosigner Yokohama. Menurut Adit, mengenal Jepang tidak bisa dilepaskan dari budaya yang sudah terbentuk dalam kesehariannya.
“Budaya yang terbentuk di Jepang sudah mendarah daging di masyarakat, di Yokohama nilai keseharian, tingkah laku, sangat mencerminkan moral Jepang. Di sini tidak ada yang buang sampah sembarangan. Bahkan di jalan-jalan pun tempat sampah tidak disediakan, orang-orang yang ingin membuang sampah biasanya menyimpannya di saku atau tas, saat di rumah dibuang di tempat sampahnya masing-masing” tuturnya.
Budaya yang tercermin tingkah laku lainnya adalah di lingkungan kerja. Di lingkungan kerja orang Jepang kerja dengan tekun, rajin dan rapi, sehingga hasilnya selalu maksimal.
Untuk kesehariannya mereka menggunakan transportasi kereta api, banyak juga yang membawa sepeda pancal saat kantornya berada di dekat tempat tinggal. Menurut Adit, budaya ini sudah berlangsung sejak lama.
Pria yang menyukai budaya Jepang sejak kecil ini, menyebut bahwa muslim di Yokohama hidup dengan nyaman dan aman, tidak ada ganggungan antar penduduk, hidup toleransi terjaga.
“Kota yang banyak pendatang baru ini, saat Ramadhan jamnya berbeda dengan Indonesia. Saat musim panas, puasa di Jepang bisa memakan waktu 16 hingga 17 jam”, kata Adit. Namun ia mengaku bisa puasa dengan enjoy karena teman-teman yang lain saling menghargai.
“Kalau bulan puasa, saya selalu bilang kepada teman-teman kantor seminggu sebelumnya, mereka pasti sudah mengerti. Uniknya jika bulan puasa, sewaktu ada teman kantor makan pas di sebelah saya, mereka akan menyimpan makanan itu dan mengucapkan maaf”, paparnya.
Adit mengaku di lingkungan kantornya sangat sedikit yang beragama Islam. Jadi kalau waktunya shalat atau tarawih, ia selalu shalat sendiri di rumah. Setelah itu balik lagi ke kantor kalau jam kerja masih berlangsung.
Berbeda lagi saat hari Lebaran. Saat Idul Fitri misalnya, ada dua hal yang dia lakukan. Pertama, pulang ke Indonesia untuk lebaran di kampung halaman, atau yang kedua jika kerjanya tidak libur, dia ambil cuti kemudian ikut shalat Idul Fitri di KBRI Indonesia di Tokyo.
Saat ditanya apa harapan puasa tahun ini untuk dirinya dan Indonesia, Adit mendoakan semoga Ramadhan tahun ini dan tahun besok bisa membawa kita kepada keberkahan.
Alumni Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya yang bercita-cita suatu saat akan mengabdi kepada Indonesia ini berharap, setiap muslim dapat taat dalam beribadah dan mengerjakan perintah Allah ta’ala meskipun hidup di negara minoritas. Congrats Adit!
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir