Suaramuslim.net – Seperti di pembahasan sebelumnya Asyiknya Taaruf Sejati Dalam Bingkai Islami (Part I), Taaruf adalah perkenalan. Namun yang saya maksud disini bukanlah taaruf sebelum menikah, tetapi taaruf setelah ijab dan qobul terucap. Disini kita akan memulai semuanya. Mengenali kelebihan dan kekurangan pasangan, seseorang yang setiap kali kita buka mata dipagi hari, dialah yang akan kita lihat setiap hari.
Apapun keadaannya, pernikahan adalah keindahan dan keagungan, kenikmatan dan kemuliaan, kehangatan dan ketinggian. Jika dan hanya jika kita senantiasa membawanya kepada makna barakah. Lalu bagaimana kita akan membawa makna barakah kapal rumah tangga kita berlayar? Bagaimana kita bisa memahami pasangan hidup sesurga kita? Mari kita ulas satu persatu.
1. Cara menghadapi tekanan
Ketika tekanan masalah menghimpit, kita bereaksi untuk meringankan beban-beban itu. Di sinilah sekali lagi suami dan istri berbeda mengekspresikannya. Jika para istri bicara, berbagi, dan bercerita untuk mengurangi bebannya, para suami akan menjadi pemuda Kahfi. Mereka masuk ke guanya saat didera tekanan dan dilanda masalah.
Jadi alangkah nikmat bagi suami jika saat didera masalah, ia berpikir dalam keheningan untuk memecahkannya. Sunyi dalam gua-nya adalah sahabat terbaik. Mungkin juga hal terbaik yang harus istri berikan padanya untuk menyelesaikan persoalan.
Sebaliknya, saat memliki masalah alangkah nyaman bagi istri jika ia merasa di dengarkan, lalu ia mendapat respon dengan mendengar nasihat-nasihat menghibur atau saran. Meski belum sampai penyelesaian, itu sudah sangat ‘menjawab’.
Mata anda, perhatian anda, wahai para suami adalah modal yang berharga untuk menumbuhkan cinta di saat masalah mendera istri. Dengarkan saja. Tak semua masalah harus diselesaikan. Karena ada masalah yang jika dinikmati justru menguatkan ikatan.
2. Kondisi termotivasi
Pada kondisi seperti apakah kita termotivasi? Ternyata lain suami, lain pula istri. Suami termotivasi, saat ia merasa dibutuhkan. Istri merasa termotivasi saat ia merasa dicintai.
Ketika suami diberi perhatian, pengertian, nasihat, ia justru merasa tak berharga. Tapi ketika ia dibiarkan dan diberi kepercayaan, ia akan bersemangat. Nah, istri akan termotivasi, saat sang suami rajin mengekspresikan cintanya pada istri dalam berbagai bentuk. Kata-kata, hadiah, pengertian, pemahaman, semuanya hal yang meyakinkannya bahwa sang suami mencintainya.
3. Cara pandang tentang memberi-menerima dalam hubungan
Seorang istri tidak menghitung. Ia akan memberi dan terus memberi sebagaimana pada saatnya ia menuntut untuk menerima dan terus menerima. Seorang suami menghitung. Secara kualilatif ia berkata, “jika saya sudah memberi sekian, saya berhak mendapat sekian.” Kuantitatif ia berkata, “Saya sudah sekian kali memberi, boleh dong saya ambil kesempatan kali ini untuk diri saya.”
Nah, beda kan? Jika tidak disikapi dengan pemahaman dan penerimaan, suami akan menganggap istrinya terlalu banyak menuntut. Di pihak lain, istri menganggap suaminya egois dan mementingkan diri sendiri. Berlapanglah, insya Allah ada kebaikan disana. Rumuskanlah kompromi-kompromi atas dasar win-win solution. Bisa?
4. Cara menjaga hubungan
Seorang istri seperti gelombang. Kemampuannya mencintai seseorang naik dan turun sesuai apa yang dirasakannya dalam hubungan. Jika ia merasa suami mencintainya, dan itu ia rasakan dalam kemesraan-kemesraan dan kedekatan mereka selama waktu-waktu ini, ia akan semakin mencintai suaminya. Jika ia merasakan suaminya menjauh, suaminya tak lagi mesra, ada yang ia pertanyakan tentang cinta mereka berdua.
Padahal seorang suami seperti karet gelang. Ia secara otomatis berubah-ubah antara membutuhkan kedekatan dan kemandirian. Pada saat tertentu, kata Syaikh Saleh bin Ahmad Al-Ghazali, terkadang suami merasa ingin sendirian untuk beberapa saat, di mana saat itu ia ingin melepaskan dirinya dari istri serta tekanan-tekanannya hingga ia menemukan kembali jati dirinya.
5. Kebutuhan Emosi
Suami dan istri memiliki kebutuhan emosi yang berbeda. Istri membutuhkan perhatian, pengertian, hormat, kesetiaan, penegasan, dan jaminan. Sementara suami membutuhkan kepercayaan, penerimaan, penghargaan, kekaguman, persetujuan, dan dorongan.
Dikutip dari buku Barakallahulaka Bahagianya Merayakan Cinta – Salim A Fillah