Mengenali Pola Attachment pada Anak

Mengenali Pola Attachment pada Anak

Mengenali Pola Attachment pada Anak

Suaramuslim.net – Pernahkah Parents memiliki pengalaman, saat anak kecil menangis, takut atau bersedih ketika kita pergi atau tidak hadir di sisinya? Bahkan sebagian dari anak tidak hanya merasa takut, sedih atau menangis saat ditinggal orang tua atau pengasuhnya, tetapi anak menjadi panik, bingung, tidak tahu harus berbuat apa, teriak-teriak, atau kemampuan eksplorasinya melemah. Salah satu penyebabnya adalah gangguan kelekatan atau kelekatan emosional yang bermasalah antara orang tua dan anak.

Setiap anak memiliki figur kelekatan, sebagian besar anak akan melekat pada ibu, ayah atau pengasuhnya. Hanya saja tidak semua kelekatan disertai emosi positif pada diri anak. Hal ini berkaitan dengan jenis kelekatan yang dibangun antara anak dengan orang tua atau pengasuhnya. Kelekatan menurut Santrock, adalah ikatan emosional yang erat antara dua orang. Kelekatan ini mengacu pada suatu relasi antara dua orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi itu. Sedangkan menurut Mőnks, kelekatan adalah mencari dan mempertahankan kontak dengan orang-orang yang tertentu saja. Orang pertama yang dipilih anak dalam kelekatan adalah ibu (pengasuh), ayah atau saudara-saudara dekatnya.

Apabila terjadi gangguan kelekatan, anak akan mengalami stres, pada usia 0-2 tahun merupakan periode sensitif untuk pembentukan ikatan emosional antara anak dengan figur kelekatan, misalnya ibu (pengasuh), ayah atau saudara-saudara dekatnya. Pada masa ini diharapkan figur kelekatan anak mampu membentuk ikatan emosional yang baik dan positif. Hal tersebut penting dalam membangun kualitas hubungan antara orang tua dengan anak.

Mari kita kenali pola kelekatan antara orang tua dengan anak!

  1. Secure Attachment

Ketika anak mengalami kelekatan dengan perasaan aman (secure), mereka akan lebih percaya diri ketika figur lekatnya (orang tua/pengasuh) memberikan apa yang mereka butuhkan. Anak akan menggunakan figur lekat sebagai dasar untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan. Anak lebih mudah ditenangkan ketika mengalami tekanan. Kelekatan jenis ini akan terbentuk ketika orang tua/pengasuh sensitif untuk merespon kebutuhan anak dengan reaksi yang tepat.

  1. Avoidant Attachment

Anak dengan kelekatan tidak aman yang disertai penolakan (insecure avoidant) tidak menjadikan figur lekat sebagai sandaran dalam melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya. Anak menjadi sangat independen dan tidak terlalu peduli dengan orang tua atau pengasuh. Kelekatan jenis ini terjadi ketika orang tua/pengasuh tidak sensitif dan mengabaikan kebutuhan anak.

  1. Ambivalen-Resistant Attachment

Anak yang mengalami kelekatan tidak aman yang ambivalent atau resisten (insecure ambivalent/resistant) akan menunjukkan perilaku lekat atau ketergantungan, tapi menolak figur lekat saat ia mencoba berinteraksi. Anak gagal mengembangkan perasaan aman dari kelekatannya dengan orangtua/pengasuh. Hal ini akan mempersulit untuk melakukan eksplorasi hal baru di lingkungannya. Ketika mengalami tekanan, anak akan sulit merasa tenang dan merasa tidak nyaman berinteraksi dengan figur lekatnya. Bentuk kelekatan ini terjadi karena orang tua/pengasuh tidak konsisten dalam merespon kebutuhan anak.

  1. Disorganized-Disoriented Attachment

Anak dengan pola ini tampak tidak memiliki strategi yang terorganisasi untuk menghadapi stres pada strange situation. Anak menunjukkan tidak teratur-tidak terarahnya dengan mencari kedekatan dengan orang lain bukan dengan ibunya dan mereka terkadang tampak bingung dan takut.

Efek apa yang ditimbulkan dari kelekatan?

         Pada teori kelekatan mengatakan bahwa kelekatan yang aman akan memengaruhi kompetensi emosional, sosial, dan kognitif. Semakin dekat kelekatan anak dengan pengasuh maka tampak semakin mudah bagi anak tersebut untuk berinteraksi dan berhubungan baik dengan orang lain. Seseorang anak yang mendapatkan rasa aman dan dapat mempercayai pengasuhnya cenderung memiliki rasa percaya diri yang cukup untuk aktif di dunia mereka. Antara usia 3 dan 5 tahun, mereka juga cenderung memiliki persahabatan yang lebih erat dibandingkan anak dengan kelekatan tidak aman dan keuntungan dari kelekatan aman ini akan terus berlanjut pada anak tersebut.

Kontributor: Jefri Firmansyah, S.Psi*
Editor: Oki Aryono

*Guru SD Al-Hikmah Surabaya

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment