SURABAYA (Suaramuslim.net) – Musim haji tahun 2019 telah lama dinanti-nantikan oleh Imam Simin Sisam atau yang kerap disapa Pak Imam. Warga dusun Bentili, Desa Maindu, Kecamatan Montong Kabupaten Tuban itu ahirnya bisa menunaikan rukun Islam yang kelima setelah menabung selama satu dasawarsa.
“Awal saya daftar haji itu tahun 2010, diutangi sama bank sebesar Rp. 17.000.000, ya sudah mulai itu saya nyicil terus,” ungkap Imam.
Untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan menabung untuk haji, Imam dan istri yang bernama Nengkanah memutuskan berjualan pentol keliling. Usaha jajanan yang digemari banyak orang itu mulai ia tekuni 25 tahun silam.
“Saya nikah sama istri saya itu tahun 1994 di Surabaya, ya mulai itu kami jualan pentol, istri saya jualannya pakai gerobak, saya pakai becak,” imbuh Imam sambil mengingat kenangan masa itu.
Sepuluh tahun berlalu, usaha pentol Imam tidak mengalami kemajuan. Bersaing di kota metropolitan seperti Surabaya nyatanya tidaklah mudah. Ahirnya Imam beserta istri hijrah ke Kabupaten Tuban, tempat istrinya berasal.
Di sanalah Imam memulai berbagai macam usaha. Mulai jualan tahu tek keliling, hingga jualan sayur di pasar sudah ia lakoni. Namun bukannya untung yang didapat, Imam kerap rugi, karena banyak pembeli yang mengutang dan tidak membayar.
“Banyak mas usaha yang saya jalani dulu itu, tapi ya gitu habis diutangi, ya tidak ada yang bayar,” kisahnya.
Kondisi demikian, usaha pentol kembali dipilih Imam. Pentol Barokah miliknya ia buat pagi-pagi sekali setelah salat subuh bersama sang istri.
Sembari mengaduk adonan dan menyetak pentol, niat untuk haji dari usaha pentol terus ia lafalkan di dalam hati.
“Kalau kerja itu saya niatkan untuk bisa haji, jangan cuman bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari,” imbuhnya.
Modal yang dibutuhkan untuk sekali produksi Pentol Barokah milik Imam sebesar Rp200.000. Berpacu dengan bahan pokok yang terus naik, keuntungan yang didapat pun tidak seberapa. Setiap harinya Imam hanya memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp100.000. Jumlah yang tidak banyak itu, harus mencukupi kebutuhannya, istri dan kedua anaknya.
“Pokoknya saya targetkan setiap harinya itu nabung Rp30.000, ya mepet dengan kebutuhan keluarga. Tetapi memang keluarga saya itu hidup sederhana,” terangnya.
Meski demikian, iamengaku tidak pernah putus asa menabung untuk haji. Sepeda motor serta gerobak reot miliknya selalu setia membantu mengais rezeki. Pentol Barokah yang murah meriah selalu dinanti-nanti siswa-siswi SD, SMP, kadang juga SMA yang ia hampiri. Ketika jam sekolah usai, ia segera beranjak ke perkampungan. Berharap Pentol Barokah miliknya habis terjual.
“Paling jauh itu 8 km, ya begitu, kalau anak-anak sekolah sudah pulang, saya muter kampung. Kadang juga berhenti di depan taman pendidikan Al-Quran, ya anak-anak itu pelanggannya,” imbuh Imam tersenyum.
Meski berjualan pentol keliling, dan tidak berpendidikan tinggi, Imam tidak ingin kedua anaknya bernasib sama dengannya.
Dengan berjualan pentol, Imam mampu menguliahkan anaknya yang pertama di perguruan tinggi ternama di Jawa Timur. Anaknya yang kedua ia sekolahkan di pondok pesantren.
“Alhamdulillah berkah, bisa nabung untuk haji. Anak pun bisa saya sekolahkan. Anak yang pertama itu alhamdulillah dapat beasiswa,” terangnya.
Nasib baik bisa berhaji ternyata belum sampai pada istri Imam. Pasalnya istrinya belum mendaftar untuk naik haji.
“Istri saya bukan tidak mau haji, tetapi karena keterbatasan ekonomi, jadi belum bisa daftar,” ujarnya.
Namun demikian, ia akan selalu mendoakan keluarganya setibanya di tanah suci. Tak luput pula ia akan mendoakan teman-temannya seprofesi untuk bisa naik haji.
“Doa saya tentu untuk keselamatan keluarga, selamat dunia ahirat. Teman-teman saya yang jualan juga saya doakan supaya ketularan,” imbuhnya.
Sesuai jadwal, Imam yang tergabung dengan kelompok terbang (kloter) 77 akan diterbangkan ke tanah suci pada Jumat (2/8) malam.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir