Menyaksikan Serunya Debat Cawapres

Menyaksikan Serunya Debat Cawapres

Menyaksikan Serunya Debat Cawapres
Peneliti the Initiative Institute, Bustomi, dalam talkshow Ranah Publik di radio Suara Muslim Surabaya. Senin (18/3/19).

SURABAYA (Suaramuslim.net) – Debat Pilpres 2019 yang ketiga antara cawapres Kiai Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno telah berlangsung di Hotel Sultan, pada Ahad malam (17/03/19). Debat putaran ketiga pada pilpres ini membahas tema pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial dan budaya.

Apa saja yang menjadi daya tarik debat ini dibandingkan dua debat sebelumnya? Bagaimana peran kedua cawapres dalam menangkap peluang suara dari undecided dan swing voters? Berikut wawancara pemred Suaramuslim.net Muhammad Nashir dengan pengamat politik dalam program Ranah Publik di radio Suara Muslim Surabaya 93.8 fm, Senin (18/3/19).

 Daya Tarik Debat Cawapres

Peneliti politik di The Initiative Institute Bustomi dalam talkshow Ranah Publik Suara Muslim Surabaya 93.8 fm (18/03/19) menyampaikan, secara umum debat ketiga yang menampilkan cawapres untuk pertama kalinya dalam sejarah debat pilpres jauh lebih hidup dibanding debat 2 capres sebelumnya. Terobosan KPU untuk menampilkan debat cawapes, menurut Bustomi, menjadi perlu karena wakil ini sebagai partner presiden.

“Ada 2 hal dampak dari debat cawapres. Pertama, orang semakin yakin memilih 01 atau 02 karena memiliki wakil yang jauh lebih mampu memahami persoalan. Kedua, bisa jadi tidak besar tetapi akan mempengaruhi angka golput yang kian meninggi. Hal itu bisa dilihat saat pemilih mencoblos di bilik suara saat pemilu nanti,” paparnya.

Menurut Bustomi, ada orang memilih karena terpaksa, karena sepaket, tetapi publik Indonesia terkadang bisa cair dalam memilih, karena yang dilihat bukan sepaket tetapi hanya salah satu calon presiden atau wakil presiden yang diminati. Artinya, imbuhnya, memang ada tren dari debat tadi malam justu bisa mempengaruhi suara meskipun hanya sedikit.

“Secara umum saya melihat debat tadi malam bukan dialog tetapi monolog. Tampak tidak nyambung antara satu dengan yang lain karena masing-masing menjaga perasaan lawan debat. Seakan-akan diskusi yang digelar nampak antara kiai dengan santri, apalagi sebelum debat Sandiaga juga mencium tangan kiai Ma’ruf,” jelasnya.

Bustomi menilai, secara penggunaan istilah yang dipakai kiai Ma’ruf lebih mengena kepada pemilih terbesar, contohnya, ten years challenge yang mampu mewakili suara milenial. Sedangkan Sandi, justru menggunakan bahasa yang lebih akademik seperti kolaborasi, link and match.

“Istilah-istilah yang digunakan kiai Ma’ruf memang sudah dipersiapakan secara matang oleh tim kampanye. Tadi malam mungkin sebagian orang menganggap saat debat kiai Ma’ruf tidak bisa mengimbangi, tapi tidak demikian. Di sini saya melihat justru kiai Ma’ruf lebih tahu persoalan dari calon presidennya sendiri,” pungkas Bustomi.

Pengaruh Kontribusi Pemilih Cawapres

Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura Dr. Surochiem Abdussalam dalam talkshow Ranah Publik Suara Muslim Surabaya 93.8 fm (18/03/19) melalui sambungan telepon mengatakan, debat cawapres yang pertama ini memiliki daya tarik yang tinggi pasalnya dilakukan pertama khusus bagi cawapres.

Surochiem melanjutkan, jika dilihat total kontribusi cawapres terhadap keseluruhan elektabilitas capres sekitar 10-15 pesen. Maka debat cawapres memang mempunyai pengaruh namun tidak terlalu besar.

“Saya menyoroti penilaian atas debat hanya ada 2 aspek. Pemahaman konteksual teknis dan non teknis,” paparnya.

Surochiem menjelaskan, jika dilihat pemahaman non teknis bagaimana pun Sandiaga mempunyai daya keunggulan kedekatan dengan pemilih milenial sekitar 40 persen. Tetapi kiai Ma’ruf bisa menambal non teknis di aspek visi karena dapat menjawab ekspektasi publik, dapat menjawab detail dan menjawab panjang lebar. Ini menunjukkan persiapan matang kiai Ma’ruf dan timnya.

“Sebenarnya keunggulan milenial terletak pada Sandi apalagi kiai Ma’ruf menyadari usianya sudah tua dan ingin bekerja memberi yang terbaik. Jadi dari sisi konteks itu, bagaimana pun, impresi anak muda (Sandi) lebih menarik bagi pemilih milenial,” paparnya.

Surochiem menyebut, pada dasarnya argumentasi yang dibangun oleh kedua cawapres cukup bisa dinikmati. Meskipun masyarakat terkadang menganggap ini sebenarnya ajang debat atau justru parade gagasan ide.

“Ada kendala non teknis di mana Sandi ingin menempatkan posisi untuk tidak mendebat, sehingga tidak menampilkan daya kritis yang luar biasa terhadap kiai Ma’ruf. Pada posisi ini Sandi bisa memahami konteks karena masyarakat pemilih timur masih menerapkan budaya sopan santun terhadap yang lebih tua,” ujar Surochiem.

Pandangan Surochiem, Sandi sebetulnya kaya pengalaman dengan argumen-argumen yang bisa menekan kiai Ma’ruf tetapi Sandi juga memahami dalam konteks santri yang harus menghormati kiai. Namun dari sisi konten ada kelemahan Sandi yaitu konsep yang disampaikan tidak sedalam cawapres 01.

“Yang sebetulnya Sandi harus tampilkan adalah sesuatu progresif dari debat-debat sebelumnya,” ungkapnya.

Surochiem menyebut, kontribusi debat membuat orang memilih pasangan 01 atau 02 akumulasinya hanya 30 persen. Apakah berpengaruh? Iya, tetapi tidak signifikan. Namun karena pertumbuhan pemilih rasional mulai meningkat, maka tidak bisa dipungkiri pertimbangan orang melihat kapasitas calon juga penting.

“Jadi pengaruh debat cawapres itu tidak bisa langsung dilihat hari ini, tetapi semua itu hasil akumulasi dari debat sebelumnya hingga hari pencoblosan. Meskipun ada pemberat pada kiai Ma’ruf dari faktor usia, sedangkan Sandi harus lebih menampilkan solusi yang bisa terukur,” paparnya.

Menurut Surochiem, apa yang terlihat di media sosial bukanlah kondisi utuh dari pemilih di Indonesia. Pasalnya mereka yang dominan muncul adalah strong voters, karena benar atau salah si calon, jelek atau baik ya pasti baik semua, karena mereka fanatik,” ungkapnya.

“Justru yang kita hitung adalah undecided voters yang masih mungkin pertimbangan-pertimbangan mereka berubah, karena mereka tipe pemilih yang rasional dan bukan emosional,” tandasnya.

Reporter: Dani Rohmati
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment