Suaramuslim.net – Pemerintah mengeluarkan surat yang menyebutkan sekolah sudah boleh mulai melakukan pembelajaran tatap muka. Tentunya dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dan aturan-aturan yang berlaku.
Rencana pembelajaran tatap muka ini tidak mudah untuk dilakukan begitu saja. Pihak sekolah harus tetap mengembalikan semua pada orang tua masing-masing, karena respons mereka berbeda-beda, ada yang pro maupun yang kontra.
Menurut praktisi pendidikan Ustadzah Hamdiyaturrohmah, anak didik juga perlu dipersiapkan mentalnya, dari yang sebelumnya sudah terbiasa dengan daring dan dipastikan mereka harus sudah siap mental untuk menjalani kebiasaan baru.
Untuk menyiapkan mental anak kita, diperlukan kerja sama antar dua pihak. Yakni orang tua dan guru. Harus kita tekankan pula, bahwa ilmu pengetahuan tentang perkembangan psikologi anak itu tidak saklek, dan itu yang harus kita pahami.
“Kita sebagai orang tua dan guru harus sama-sama belajar dan memiliki referensi agar nantinya saat mengawal anak tidak dengan tangan kosong,” jelasnya dalam program Mozaik Suara Muslim Radio Network, Jumat (18/6/21).
Hal yang perlu kita pahami tentang menjaga mental anak, adalah bagaimana orang tua bisa membuat sang buah hati selalu merasa bahagia.
Ini tidak akan terwujud bila orang tua dipenuhi beban pikiran dan tidak bisa bahagia. Mengapa hal ini penting? Karena jika orang tua tidak bahagia, maka anak bisa dipastikan tidak bahagia pula.
Beban dan masalah yang selama ini kita hadapi, pasti juga dialami setiap manusia. Jangan menganggap masalah yang menimpa diri kita ini adalah masalah paling buruk. Jadikan setiap masalah sebagai pelajaran.
“Artinya, menjadi orang tua terbaik bukanlah orang tua yang tidak pernah melakukan kesalahan, tapi dari kesalahan itulah yang membuat mereka semakin belajar dan menjadi orang tua terbaik untuk anak-anaknya,” ungkap pendidik di Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya ini.
Kendala daring yang dirasakan para guru adalah adanya ruang emosi anak yang semakin tertutup. Dengan adanya pembelajaran daring, kita tidak bisa melihat dan mengolah emosi mereka dari jauh.
Kendala ini bisa teratasi jika antar orang tua di rumah, bisa selalu mengontrol dan menciptakan ruang emosi buah hatinya. Namun yang menjadi penghalang adalah ketika orang tua sibuk dan tidak ada waktu di rumah untuk menemani pembelajaran anaknya.
Kekurangan kita sebagai orang tua maupun guru adalah melakukan koordinasi mencari solusi ketika sudah ditimpa masalah, sehingga tidak ada plan a dan plan b untuk menghadapi masalah tersebut.
“Yang harus dilakukan, pertama membangun kesadaran keluarga. Setiap orang tua memiliki persoalan yang berbeda dan solusi yang berbeda pula, maka kita sebagai orang tua harus bisa menyelesaikan sesuai dengan kondisi masing-masing, dengan tidak lupa melibatkan komunikasi antar orang tua dan anak,” imbuh Ustadzah Hamdiyah.
Kunci dari persoalan apapun, kita bangun melalui keterbukaan informasi dan komunikasi. Masalah apapun yang terjadi, pihak sekolah berharap para orang tua bisa menyampaikan kepada sekolah, karena sekolah adalah pelayanan dan akan terus melakukan yang terbaik untuk pendidikan anak.
Kontributor: Sarah Syahida
Editor: Muhammad Nashir